KENDARI – Pembangunan kesejahteraan sosial sejatinya adalah segenap strategi dan aktifitas yang dilakukan pemerintah hingga pemerintah daerah, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia khususnya anak dan remaja peyandang permasalahan kesejahteraan sosial.

Penanganan anak dan remaja penyandang masalah yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat di Sulawesi Tenggara (Sultra) dilaksanakan dengan dua sistem, yaitu sistem panti dan sistem non panti.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sultra mempunyai kewenangan melaksanakan pembangunan di bidang kesejahteraan sosial bagi anak dan remaja penyandang permasalahan kesejahteraan sosial melalui perangkat pemerintah daerah yang telah ada yakni melalui Panti Sosial Asuhan Anak dan Bina Remaja (PSAR) yang berada dalam lingkup Unit Pelayanan Teknis Daerah (UPTD) Dinas Sosial (Dinsos) Provinsi Sultra.

Pelaksanaan pelayanan dan rehabilitasi sosial melalui sistem panti tersebut merupakan pelayanan alternatif apabila peran dan fungsi keluarga atau masyarakat tidak dapat memenuhi kebutuhan anggota keluarganya.

Sesuai visinya yakni ‘Terwujudnya Kemandirian dan Keberfungsian Kesejahteraan Sosial Anak dan Remaja Putus Sekolah dalam Masyarakat’, UPTD-PSAR berkomitmen memberikan pelayanan kepada anak kurang mampu, anak yatim, piatu, yatim piatu, dan remaja putus sekolah, terlantar dari keluarga tidak mampu agar dapat terwujud kemandirian serta terhindar dari berbagai kemungkinan timbulnya masalah sosial bagi dirinya.

Kepala UPTD-PSAR, Hadeli menjelaskan anak dan remaja yang ada di panti sosial tersebut diberikan materi ilmu pengetahuan dalam bentuk bimbingan sosial, serta bimbingan keterampilan.

“Tahun 2023 ini, kami membina 50 orang anak. Mereka diberikan bimbingan sosial, bimbingan fisik dan mental, bimbingan kerohanian sesuai dengan agama kepercayaannya dan memberikan pelatihan dan keterampilan menjahit dan tata rias remaja sebanyak 20 orang,” jelas Hadeli beberapa waktu lalu.

Lanjutnya, khusus bimbingan fisik pihaknya memberikan pelayanan berupa pemberian tempat tinggal, pelayanan makanan bergizi tiga kali sehari, dan pemberian makanan tambahan.

Tak hanya itu, juga dilakukan pemberian snack, olahraga dan seni, kerja bakti, pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh dokter atau perawat, serta pemberian alat kebersihan diri.

“Untuk bimbingan keterampilan, kegiatan ini ditujukan untuk menumbuhkan dan mengembangkan bakat serta keterampilan klien, sehingga setelah keluar mereka memiliki keterampilan yang dapat menunjang kehidupan mereka. Jenis keterampilan yang diberikan adalah keterampilan tata rias dan menjahit dengan frekuensi bimbingan setiap hari empat jam latihan dan dilatih oleh instruktur dari instansi terkait maupun swasta,” beber Hadeli.

Pelatihan menjahit bagi peserta bimbingan mental, sosial, dan pelatihan keterampilan di UPTD-PSAR Dinsos Sultra/Ist

Sementara itu, Kepala Urusan Tata Usaha (KTU) UPTD-PSAR, Zulkarnain Rifai menambahkan ada dua jenis target pelayanan sosial yang dilakukan dalam panti sosial tersebut.

Pertama, pelayanan sosial terhadap anak yatim, piatu, yatim piatu, dan remaja putus sekolah dari keluarga tidak mampu yang biasanya disebut anak asuh. Kedua, pelayanan sosial terhadap remaja peserta bimbingan mental, sosial, dan pelatihan keterampilan,

“Mereka ini selama empat bulan akan dibekali keterampilan,” ujar Zulkarnain.

Dalam memberikan pelayanan kepada anak yatim, piatu, yatim piatu, dan remaja putus sekolah dari keluarga tidak mampu terdapat sejumlah kriteria yang harus dipenuhi.

“Baik Laki-laki atau perempuan, berusia 7–18 tahun, anak yatim, piatu, yatim piatu dan terlantar, anak yang keluarganya tidak mampu secara ekonomi dalam waktu relatif lama tidak mampu melaksanakan fungsinya secara wajar, anak yang keluarganya terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), keluarga anak tidak memberikan pengasuhan memadai sekalipun dengan dukungan yang sesuai, mengabaikan dan/atau melepaskan tanggungjawab terhadap anaknya, anak yang keluarganya mengalami perpecahan, anak tidak memiliki keluarga atau keberadaan keluarga tidak diketahui, anak yang menjadi korban kekerasan, perlakuan salah, penelantaran atau eksploitasi, dan anak yang terpisah dari keluarga karena Bencana baik konflik sosial maupun korban bencana alam,” jelasnya.

Sedangkan untuk pelayanan sosial terhadap remaja peserta bimbingan mental, sosial, dan pelatihan keterampilan pun ada kriterianya.

“Diantaranya, laki-laki atau perempuan, umur 17 sampai 22 tahun, berasal dari keluarga tidak mampu atau miskin serta terdaftar dalam DTKS, tamat atau putus sekolah SMP dan SMA/SMK, belum menikah, tidak sedang bekerja, berbadan sehat, tidak sedang mengidap penyakit kronis atau menular, serta tidak dalam proses hukum akibat tindak pidana atau perdata,” pungkasnya.

Adapun jangkauan pelayanan PSAR ini kata Zulkarnain, berasal dari kabupaten/kota se-Sultra seperti Kabupaten Konawe, Konawe Selatan, Konawe Utara, Kolaka, Kolaka Utara, Buton, Buton Utara, Muna, Wakatobi, Bombana, Kota Kendari, dan Baubau.

***