Konawe Selatan, Daerah Kaya Potensi dengan Angka Kemiskinan Tinggi dan Ancaman Bonus Demografi

HaloSultra.com – Tulisan ini saya susun sebagai hasil refleksi atas perjalanan saya di wilayah Konawe Selatan dalam rangka ikut mempersiapkan diri pada Pemilihan umum di tahun 2024 mendatang, saya sudah mengunjungi hampir seluruh wilayah Konawe Selatan untuk menjumpai masyarakat dengan berbagai latar belakang profesi yang berbeda, kebudayaan yang berbeda dan tingkat pendidikan yang berbeda pula.

Kabupaten Konawe Selatan adalah salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Sulawesi Tenggara, Kabupaten Konawe Selatan berasal dari hasil pemekaran kabupaten Kendari yang disahkan dengan UU Nomor 4 tahun 2003, tanggal 25 Februari 2003. Kabupaten Konawe Selatan secara geografis terletak di bagian selatan khatulistiwa, melintang dari utara ke selatan antara 3.58° dan 4.31° Lintang Selatan, membujur dari barat ke timur antara 121°58’ dan 123°16 Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten Konawe Selatan adalah 451.421 ha atau 11.83 persen dari luas wilayah daratan Sulawesi Tenggara, sedangkan luas wilayah perairan (laut) lebih dari 9.268 km2.

Konawe Selatan adalah Kabupaten yang memiliki potensi sumber daya alam paling lengkap. Wilayah Konawe Selatan memiliki potensi pertambangan mulai dari nikel hingga tambang golongan C berupa batu, pasir dan lain-lain, yang secara keseluruhannya dibutuhkan oleh industri smelter yang ada di Morosi Kabupaten Konawe ataupun di Morowali Sulawesi Tengah.

Konawe Selatan juga memiliki potensi lahan pertanian yang sangat luas dan cocok untuk pengembangan berbagai komoditas pertanian, mulai dari pangan (padi, jagung dan kacang-kacangan), palawija, hortikultura hingga perkebunan.

Selain itu, Konawe Selatan memiliki bentangan pesisir yang panjang. Potensi kelautan dan perikanan Konawe Selatan sangat berlimpah dan menjanjikan untuk dikembangkan. Demikian pula potensi pariwisata yang tidak kalah menarik dan berpotensi menjadi tujuan wisata lokal maupun internasional jika dikelola dengan baik.

Berdasarkan data BPS Sulawesi Tenggara tentang realisasi pendapatan daerah tahun 2019 hingga tahun 2020 menyebutkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) Konawe Selatan yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah adalah Rp66,477 miliar di tahun 2019 dan Rp67,654 miliar di tahun 2020.

Jika dibandingkan dengan dengan seluruh pendapatan daerah yang selanjutnya menjadi APBD tersebut, maka Konawe Selatan hanya mampu menghasilkan 4,66 persen PAD dari Rp1.424.526 miliar total APBD di tahun 2019 dan 4,74 persen dari Rp1.427.030, 81 miliar total APBD di tahun 2020. Kondisi tersebut menggambarkan kepada kita semua bahwa betapa Konawe Selatan masih sangat jauh dari status kemandirian Keuangan daerah dalam menjalankan pembangunannya.

Sementara itu, Jumlah penduduk Konawe Selatan 308.524 jiwa (data BPS Konawe Selatan, 2020). Dari jumlah tersebut, jumlah penduduk miskin tercatat 33.730 jiwa tahun 2018, lalu 33.890 (2019) dan menjadi 34.220 (2020). Selain jumlah penduduk miskin yang terus meningkat, angka tersebut juga menjadikan angka kemiskinan di Konawe Selatan menduduki urutan tertinggi dari 17 kabupaten dan kota yang ada di Sulawesi Tenggara.

Berbagai data tersebut di atas menunjukkan betapa ironisnya Konawe Selatan sebagai sebuah kabupaten yang kaya. Sebagai kabupaten pemekaran dari kabupaten induk Konawe, usianya sudah mencapai 20 tahun kini. Cita-cita untuk semakin mendekatkan pelayanan masyarakat, membangun kemandirian dan kesejahteraan warganya nampaknya masih jauh panggang dari api. Tentu saja hal tersebut menciptakan pertanyaan besar bagi kita semua, mungkinkah Konawe Selatan salah urus selama ini ?

Di waktu bersamaan, Indonesia tidak terkecuali Konawe Selatan sedang menghadapi kondisi bonus demografi yang luar biasa. Pada tahun 2022, jumlah penduduk Indonesia mencapai 275,36 juta jiwa, dengan 69,3 persen di antaranya masuk kategori usia produktif (15-64 tahun). Kondisi ini menunjukkan bahwa Indonesia sedang mengalami bonus demografi.

Bonus demografi adalah kondisi di mana jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) lebih besar daripada jumlah penduduk usia tidak produktif (0-14 tahun dan 65 tahun ke atas). Menurut Badan Pusat Statistik, Indonesia diperkirakan memasuki masa bonus demografi sejak tahun 2012 hingga tahun 2035 dengan periode puncak antara tahun 2020-2030.

Memasuki rentang waktu tahun 2020-2035 adalah sebuah peluang dan tantangan bonus demografi yang sangat besar. Terdapat 64 persen dari total jumlah penduduk Indonesia berada pada usia produktif. Masalahnya bukan terkait peluang untuk bangkit, jika tidak dikelola dengan baik, bonus demografi juga bisa menjadi awal keruntuhan sebuah bangsa.

Bonus demografi tidak hanya memiliki nilai positif, tetapi juga aspek nilai negatif. Penanganan yang kurang tepat atau salah justru akan menimbulkan malapetaka besar, terutama yang terkait dengan masalah ketenagakerjaan.

Kualitas tenaga kerja rendah, rasio jumlah angkatan kerja tidak sebanding (timpang) dengan jumlah kesempatan kerja yang tersedia, persebaran tenaga kerja tidak merata,Terbatasnya kesempatan kerja serta tingginya angka pengangguran adalah risiko-risiko yang berpotensi terjadi pada bonus demografi tersebut.

Bonus demografi adalah peluang yang strategis bagi Konawe Selatan untuk melakukan percepatan pembangunan, karena banyak tersedianya sumber daya manusia produktif. Sebaliknya bonus demografi akan menjadi kejatuhan Konawe Selatan jika tidak dimanfaatkan dengan mempersiapkan diri dalam menyongsong era tersebut.

Kompleksitas permasalahan Konawe Selatan tersebut harus disikapi dengan baik dan bijaksana. Berbagai situasi paradoks yang dialami saat ini memberi pelajaran besar bagi kita semua, bahwa ada yang keliru dalam mengelola daerah Konawe Selatan ini.

Sebagai daerah yang memiliki kelimpahan SDA dan SDM ternyata memiliki angka statistik kesejahteraan yang tidak menggembirakan. Untuk itu, melalui tulisan ini saya ingin menyampaikan gagasan yang saya yakini dapat membawa Konawe Selatan ke level kesejahteraan yang lebih baik, dan akan menjadi daerah termaju di wilayah provinsi Sulawesi Tenggara.

Hilirisasi, Solusi Terbaik bagi Konawe Selatan

Konsep hilirisasi dikenalkan oleh Pemerintah Pusat melalui kebijakan presiden Jokowi, khususnya untuk meningkatkan nilai ekspor tambang nikel. Dampak dari kebijakan tersebut, Indonesia menghadapi gugatan negara uni eropa di WTO. Negara Uni Eropa merasa dirugikan karena mereka tidak lagi mendapatkan pasokan nikel sebagai bahan baku atas berbagai produk mereka, utamanya berkaitan dengan alat persenjataan perang mereka.

Berdasarkan data yang dihimpun dari Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal ( BKPM), hilirisasi telah dicanangkan Pemerintah Indonesia sejak tahun 2010 lalu. Hilirisasi adalah strategi untuk meningkatkan nilai tambah komoditas yang dimiliki negara. Dengan hilirisasi, komoditas yang diekspor bukan lagi berupa bahan baku, tetapi berupa barang setengah jadi atau barang jadi.

Tujuan hilirisasi adalah untuk meningkatkan nilai jual komoditas, memperkuat struktur industri, menyediakan lebih banyak lapangan pekerjaan, serta meningkatkan peluang usaha di dalam negeri. Selain itu, Hilirisasi menjadi sesuatu yang wajib dilakukan untuk meminimalisir dampak dari penurunan harga komoditas, utamanya komoditas hasil bumi seperti pertanian yang sangat rentan terhadap gejolak dan hukum pasar.

Program hilirisasi atau down streaming merupakan langkah yang sangat efektif untuk mengembangkan produk-produk yang memiliki nilai jual yang lebih tinggi, selain itu, program ini dapat membuka lapangan pekerjaan yang luas di daerah-daerah pusat industri program tersebut berjalan. Namun, untuk merealisasikan program tersebut, dibutuhkan biaya investasi yang tidak sedikit. Disamping itu, dibutuhkan juga kebijakan-kebijakan dari pemerintah yang dapat membantu mempermudah proses dari program tersebut. hilirisasi menjadi hal yang sangat penting karena dapat meningkatkan nilai tambah produk dan memberikan peluang pasar yang lebih luas. Dengan mengolah produk hingga menjadi lebih bernilai, harga jual produk dapat ditingkatkan dan memberikan keuntungan yang lebih besar bagi produsen.

Selain itu, proses tersebut juga dapat menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di suatu daerah. Dalam konteks yang lebih kecil, konsep hilirisasi adalah pilihan terbaik untuk dilakukan oleh daerah yang memiliki sumber daya alam dan sumber daya manusia berlimpah seperti Konawe Selatan. Berbagai bentuk program hilirisasi dapat dilakukan di Konawe Selatan, misalnya Pembangunan industri pakan ternak. Konawe Selatan memiliki potensi pengembangan pakan ternak, karena seluruh bahan mentah dan bahan baku untuk industri tersebut tersedia di Konawe Selatan. jagung, dedak, tepung ikan dan lain-lain tersedia berlimpah di Konawe Selatan.

Demikian pula komoditas-komoditas lain seperti kelapa, sagu, buah-buah segar, sawit dan segala turunannya, perikanan, tambang pasir kuarsa dan silica, batu gamping, produk kehutanan, kayu dan meubel, sumber daya air permukaan, pariwisata dan lain-lain yang kesemuanya dapat dikelola dengan konsep hilirisasi.

Konsep hilirisasi dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu:

  1. Dilaksanakan oleh pemerintah melalui perusahaan daerah,
  2. Dilaksanakan oleh pihak swasta, dan
  3. Dilakukan dengan kolaborasi antara pemerintah dan swasta.

Perusahaan daerah dapat berperan untuk menginisiasi program hilirisasi tersebut. Demikian pula BUMDES dapat membangun industri-industri di desanya, baik dilakukan secara mandiri ataupun melalui konsorsium BUMDES. nMisalnya, untuk kecamatan yang memiliki potensi pengembangan komoditas padi dan jagung, selain menjalankan industri pengolahan padi yang berkualitas, mereka dapat juga menginisiasi industri pakan ternak, sehingga hasil panen jagung dan dedak mendapatkan kepastian harga dan pasarnya. Dengan hadirnya industri pakan tersebut, maka akan menimbulkan dampak positif baru, yaitu hadirnya kelompok-kelompok peternak yang produknya disalurkan pada pasar lokal.

Kebutuhan daging dan telur ayam Sulawesi Tenggara hari ini masih mengandalkan pasokan dari daerah Sulawesi Selatan, hal tersebut berati bahwa pasar domestik daging dan telur ayam masih sangat luas. Secara umum dapat dikatakan bahwa program hilirisasi tersebut dilaksanakan sesuai dengan potensi SDA yang ada di wilayah tersebut. Saya meyakini, bahwa jika program ini dapat menciptakan lapangan pekerjaan, menciptakan sentra ekonomi baru, menciptakan kepastian harga komoditas dan tentu saja berkontribusi kepada peningkatan PAD dan meningkatkan kesejahteraan nasyarakat.

Tentu bukan hal yang mudah untuk mewujudkan semua itu, dibutuhkan iklim investasi yang nyaman bagi investor, kemudahan dan kepastian perizinan serta hal-hal lain yang mendukung terealisasinya gagasan tersebut. Dan yang lebih penting dari semua itu adalah “Political Will” dan juga keterampilan mengelola potensi dan masalah dari seorang pemimpin.

Semoga Allah SWT senantiasa melindungi dan meridhoi kita semua, Aamiin…

 


Penulis:
H. M. Radhan Algindo Nur Alam


Tulisan ini adalah kiriman dari pembaca, isi dalam tulisan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.