Negara Disiasati, Aparat Lalai, Warga Didiskriminasi, PT GKP dan PT BKM Menguasai?
Sampai tulisan ini rilispun tak satupun instrumen negara hadir dalam menegakan keadilan dan memberikan kepastian hukum terhadap PT Gema Kreasi Perdana (PT GKP) dan PT Bumi Konawe Mining (PT BKM) (Harita Grup) yang sangat kontroversi beraktivitas di Wawonii Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep).
Diketahui PT GKP dan PT BKM yang beroperasi di Konawe Kepulauan merupakan anak perusahaan dari Harita Grup yang memiliki berbagai bidang bisnis utama dalam sektor sumber daya Alam (SDA) tersebar di seluruh Indonesia.
Aktivitas PT GKP tidak berjalan mulus lantaran penolakan dari berbagai elemen masyarakat, pemerhati lingkungan dan dipertegas putusan MA, MK serta PTUN yang mengharuskan PT GKP angkat kaki dari Pulau Wawonii, tetapi ini justru mendapatkan perlawanan dari pihak PT GKP tersebut yang tetap masih kekeh melakukan aktivitasnya sampai sekarang.
Banyaknya gejolak dan gelombang penolakan dari berbagai elemen masyarakat terhadap PT GKP di Pulau Wawonii, Harita Grup justru menambah perusahaan baru yaitu IUP PT BKM bergerak dibidang pertambangan dan sudah mendapat persetujuan RKAB atau kuota penjualan sebanyak 1.300.000 MT untuk produksi tahun 2025 serta berlokasi tak jauh dari PT GKP, ini merupakan akal bulus dari Harita grup yang mencoba menghilangkan stigma kebobrokan PT GKP sehingga berfokus melakukan aktivitas penambangan pada PT BKM saja dan mengurangi mengatasnamakan PT GKP yang sudah terlalu buruk di mata warga Wawonii.
Siasat seperti ini sama seperti “Ular yang mengganti kulitnya secara berkala agar memungkinkan dia bertumbuh besar di kemudian hari”, Harita Grup mencoba mengelabui negara dan membuat ancaman baru bagi warga Pulau Wawonii.
Uniknya Dirjend Minerba Kementerian ESDM RI memberikan persetujuan RKAB atau kuota penjualan untuk produksi pada tahun 2025 ini sebanyak 1.300.000 MT terhadap PT BKM tanpa mempertimbangkan melakukan proteksi dan evaluasi.
Aparat Penegak Hukum pun tak banyak bertindak dalam berpihak kepada warga Wawonii yang didiskriminasi justru APH berpihak kepada perusahaan.
Tindakan ini pun memantik kecaman, PT GKP maupun PT BKM yang cuman bermodalkan IUP dan orang dalam tanpa perizinan lingkungan (AMDAL) maupun kehutanan (PPKH) harusnya sudah angkat kaki dari Pulau Wawonii.
Ini sangat mencederai hati masyarakat Sulawesi Tenggara khususnya warga Pulau Wawonii yang tadinya hidup harmonis tanpa ada konflik dengan hadirnya perusahaan PT GKP dan PT BKM justru menimbulkan konflik vertical dan horizontal, warga sesama warga saling serang, dan warga sesama aparat saling mencaci berujung didiskrimasi hingga penahanan.
Perusahaan besar anakan dari Harita Grup ini yang harusnya menjadi patron yang baik bagi perusahaan pertambangan yang lain, mereka justru mempertontonkan sikap yang buruk ketidak patuhan terhadap negara dan tidak memperdulikan segala perizinan agar aktivitasnya dalam kaidah kaidah pertambangan.
Lanjut Andriansyah Husen eks Ketua Mahasiswa Kehutanan Se Indonesia sudah saatnya kami bergerak sampai ke pusat dan meminta langsung atensi dari bapak Presiden RI prabowo Subianto agar dua perusahaan PT GKP dan PT BKM segera angkat kaki dari Pulau Wawonii.
Penulis:
Muh Andriansyah Husen
Ketua Umum Lingkar Kajian Kehutanan
Tulisan ini adalah kiriman dari pembaca, isi dalam tulisan ini sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.
Tinggalkan Balasan