Eksistensi Pelakor Sebagai ‘Hama Investasi’ di Lipu Patowonua, Kapolda Sultra dan Kapolres Kolaka Utara Hanya Diam
HALOSULTRA.com – Sulawesi Tenggara merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki kekayaan sumber daya mineral yang berlimpah, salah satunya adalah nikel.
Menurut data yang dirilis oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menkomarves), Sulawesi Tenggara menjadi provinsi yang paling kaya akan kandungan nikelnya di Indonesia hingga saat ini. Sedangkan salah satu daerah di Sulawesi Tenggara yang memiliki cadangan nikel terbesar adalah Kabupaten Kolaka Utara.
Parameter inilah yang membuat investor pertambangan nikel berbondong-bondong untuk turut terlibat berinvestasi di Sulawesi Tenggara termaksud di Bumi Lipu Patowonua, Kabupaten Kolaka Utara.
Menurut data Dinas Energi Sumber Daya Mineral Provinsi Sulawesi Tenggara per Desember tahun 2023, jumlah Izin Usaha Pertambangan (IUP) Mineral Logam dan Batubara sebanyak 203 IUP sedangkan IUP Mineral Bukan Logam dan Batuan sebanyak 160 IUP.
Sehingga pertumbuhan investasi di Sulawesi Tenggara pada sektor pertambangan itu tentunya sejalan dengan harapan Presiden RI Joko Widodo yang dituangkan dalam program “Investasi Tumbuh, Indonesia Maju”.
Nahasnya adalah, pertumbuhan investasi tersebut kerap dibayang-banyangi bahkan dirusak oleh eksistensi Pertambangan Tanpa Izin (PETI) atau lebih dikenal dengan kata illegal mining atau lebih akrabnya lagi dikenal dengan istilah Penambang Lahan Koridor alias “pelakor”.
Menurut penulis, pelakor sendiri merupakan perwujudan atau representatif dari suatu koorporasi. Sehingga eksistensinya sebagai ‘hama investasi’ sulit untuk di berantas.
Biasanya korporasi yang terlibat dalam sindikat mafia pertambangan, memiliki sistem yang telah didesain secara terstruktur, sistematis dan masif.
Pada umumnya beranggotakan pengusaha sebagai pelaku di lapangan, pejabat pemerintah sebagai pendukung hingga Aparat Penegak Hukum (APH) sebagai backing.
Jika dicermati dengan teliti, kondisi ini sangat identik dengan kondisi yang saat ini tengah berlangsung di Kabupaten Kolaka Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara.
Dimana praktik illegal mining di daerah tersebut kian merajalela dan semakin tidak terkendali, para pelaku illegal mining dengan bebas dan leluasa menjual hasil jarahan (nikel) yang berasal dari lahan celah, kooridor atau lahan tak bertuan.
Berdasarkan informasi, data dan dokumentasi yang penulis himpun, bahwa beberapa perusahaaan diantaranya, PT PUM, PT RRA, PT CMT dan beberapa perusahaan lain yang belum di identifikasi nama perusahaannya diduga kuat melakukan kegiatan pertambangan tanpa izin atau secara ilegal di wilayah kooridor atau lahan celah eks IUP PT Pandu Citra Mulia (PCM) dan eks IUP PT Mining Maju (PT MM).
Selanjutnya puluhan bahkan ratusan ribu metrik ton nikel yang dihasilkan dari kegiatan penambangan ilegal tersebut diangkut menuju jetty-jetty tak bertuan yang juga terletak di eks IUP PT PCM dan eks IUP PT MM.
Kemudian untuk proses penjualan, nikel-nikel dari hasil pertambangan ilegal tersebut dicuci menggunakan dokumen perusahaan resmi yang dikenal dengan istilah “dokumen terbang” disinyalir milik PT KTR. Sehingga seolah-olah nikel yang dijual melalui jetty-jetty ilegal itu adalah nikel yang berasal dari dalam wilayah IUP PT KTR padahal faktanya nikel-nikel tersebut berasal dari lahan tak bertuan.
Ironisnya adalah meski praktik ini sudah berjalan cukup lama dan terjadi di wilayah hukum Polres Kolaka Utara, namun kegiatan tersebut masih terus berlangsung dengan lancar sampai saat ini.
Bahkan tidak satupun dari terduga pelaku ilegal mining yang ditindak oleh Polres Kolaka Utara. Padahal dari segi kewenangan, Polres Kolaka Utara berwenang melakukan penindakan terhadap kegiatan pertambangan ilegal yang terjadi diwilayah hukumnya.
Menurut penulis, sikap diam Polres Kolaka Utara dalam memerangi praktik illegal mining diwilayahnya merupakan bentuk pembangkangan terhadap instruksi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang secara tegas menginstruksikan kepada seluruh jajarannya untuk pro aktif dalam mencegah, memberantas dan memerangi praktik Pertambangan Tanpa Izin (PETI) atau yang lebih dikenal dengan istilah ilegal mining di seluruh wilayah pertambangan yang ada di Indonesia.
Oleh sebab itu, penulis berharap agar bapak Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo dapat segera membentuk tim khusus untuk turun langsung ke lokasi dan memberantas praktik-praktik pertambangan ilegal yang saat ini kian merajalela dan meresahkan, khususnya di Kabupaten Kolaka Utara dan umumnya di Provinsi Sulawesi Tenggara.
Penulis juga menilai, perlu adanya evaluasi terhadap Kapolres Kolaka Utara dan Kapolda Sultra selaku pimpinan tinggi kepolisian di provinsi Sulawesi Tenggara yang terkesan melakukan pembiaran terhadap praktik pertambangan ilegal di Kabupaten Kolaka Utara hingga saat ini.
Tujuan mulia bapak Kapolri untuk memberantas illegal mining sangat disambut baik oleh masyarakat, sehingga sangat disayangkan jika tujuan mulia bapak Kapolri itu justru dirusak oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab.
Penulis : Hendro Nilopo
** Mahasiwa Pascasarjana Ilmu Hukum Uniersitas Jayabaya Jakarta
** Wasekjen DPP KNPI Bidang Pembangunan Pedesaan
** Direktur Aliansi Masyarakat Peduli Hukum – Sulawesi Tenggara
** Pendiri Lembaga Pemantau Penegakkan Hukum
** Pendiri Jaringan Pemerhati Investasi Pertambangan
Tulisan ini adalah kiriman dari pembaca, isi dalam tulisan ini sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.
Tinggalkan Balasan