Terkendala Dispensasi Penggunaan Jalan Umum, Aliansi Driver Truk Mengadu ke DPRD Sultra
KENDARI – Puluhan sopir truk kembali mendatangi Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) pada Kamis (27/2/2025).
Kedatangan massa yang tergabung dalam Aliansi Driver Dump Truk Lokal Lintas (ADDTLL) Sultra itu untuk hadir dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar Komisi III DPRD Sultra terkait kebijakan dispensasi pengunaan jalan umum.
Dimana sebelumnya, diterbitkan surat bernomor PW 0201-Bb21/206 tertanggal 13 Februari 2025 dari Direktorat Jenderal (Dirjen) Bina Marga Kementerian PU melalui Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Sultra terkait penertiban kegiatan perlintasan kendaraan tambang perusahaan pada jalan nasional.
Atas surat itu, tim terpadu bentukan pemerintah telah melakukan penertiban dan penegakan hukum lalu lintas angkutan jalan.
Sebelum RDP dilaksanakan, para sopir truk ini sempat melakukan orasi. Mereka kembali menyuarakan terkait penolakan atas aturan penertiban tersebut.
Setidaknya ada tiga poin utama dalam surat tersebut yang menjadi fokus penolakan para sopir truk.
Mulai dari penyampaian fotocopy KTP, SIM, dan Kartu Identitas Kendaraan (KIK) kepada Dinas Perhubungan, kepatuhan terhadap batas waktu pengangkutan, dan pembatasan muatan menjadi 8 ton dengan kewajiban membayar pajak kendaraan dan sopir.
Pasalnya, kebijakan itu justru membuat mereka kehilangan pekerjaan dengan kontrak diputus oleh beberapa perusahaan yang mengunakan jasa muat bongkar, salah satunya dalah perusahaan pertambangan PT Modern Cahaya Makmur (MCM).
Para supir pun mengaku tak lagi bekerja pasca terbitnya surat tersebut.
Sementara dalam RPD dengan mengundang perwakilan pemerintah diantaranya BPJN Sultra, Bapenda, Polda, dan Kejaksaan, pihak BPJN mengatakan kelas jalan yang dilewati oleh truk pemuat material PT MCM dari Konawe menuju jetty di Kota Kendari merupakan kelas jalan dua yang memiliki batasan tonase seberat 8 ton saja.
Sementara muatan truk yang menjadi mitra kerja PT MCM melampaui batasan itu.
Kepala Bapenda Sultra, Mujahiddin mengatakan truk-truk mitra PT MCM kebanyakan tidak taat perpajakan.
Terdapat lebih dari 200 truk mitra PT MCM, namun yang taat membayar pajak kendaraan hanya berjumlah 30 unit saja.
“Kewajiban membayar pajak kendaraan bukan para sopir sebenarnya yang diperuntukkan ini, tetapi pemilik kendaraan atau yang menguasai kendaraan. Kalau dia bayar pajak maka subtansinya dia juga ikut membangun daerah ini. Karena semua uang yang didapat lewat pajak itu semua sudah teralokasi programnya untuk kegiatan pembangunan,” ujar Mujahiddin.
Atas fakta-fakta ini, humas PT MCM, Deri menegaskan pihak perusahaan patuh pada aturan yang dibuat oleh pemerintah.
PT MCM hanya akan berkontrak kerja dengan pihak-pihak yang telah memenuhi persyaratan termasuk syarat taat pajak, memiliki SIM dan lolos uji kir.
Sebagai kesimpulan, anggota Komisi III DPRD Sultra, Suwandi Andi pun menyampaikan hasil RDP.
Pertama, kendaraan yang sebelumnya tidak beroperasi diizinkan beroperasi di PT MCM. Kedua, pengumpulan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) truk dikumpulkan ke PT MCM untuk diserahkan ke Bapenda Sultra.
Ketiga terkait koordinasi pajak, PT MCM dan para sopir akan berkoordinasi untuk menyelesaikan kewajiban pajak. Keempat, soal kepatuhan hukum PT MCM wajib mematuhi peraturan dan rambu-rambu yang berlaku.
Terakhir, PT MCM harus memperhatikan kelestarian lingkungan dalam operasionalnya.
**
Tinggalkan Balasan