KONAWE UTARA – Penerbitan izin lintas koridor PT Indonusa di Desa Morombo, Kecamatan Lasolo Kepulauan, Kabupaten Konawe Utara (Konut) dinilai janggal.

Hal tersebut diungkapkan Persatuan Pemuda Pemerhati Daerah (P3D) Konut, bahwa pelintasan yang digunakan oleh PT Indonusa melewati Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT Antam Site Konawe Utara.

Ketua Umum P3D Konut, Jefri menyebutkan bahwa berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan pihaknya menemukan kejanggalan dalam penerbitan izin lintas koridor PT Indonusa, yang dimana izin lintas koridor itu melewati WIUP PT Antam site Konut dan masuk dalam kawasan hutan.

Terlebih lagi dalam kawasan hutan tersebut merupakan kawasan hutan lindung, hutan produksi konversi dan hutan produksi terbatas yang merupakan kawasan bekas bukaan penambangan ilegal dan masih berstatus denda administratif PNBP PPKH dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK RI) tahap XI dengan penyelesaian  Pasal 110B UU Cipta Kerja.

“Seharusnya PT Indonusa memiliki izin kerjasama pengunaan izin lintas koridor dengan PT Antam sebagaimana lintasan yang di lewati  PT Indonusa memasuki WIUP PT Antam Site Konut itu,” jelas Jefri dalam keterangannya yang diterima HaloSultra.com, Kamis (18/7/2024).

Lanjut Jefri, bahwa dalam penerapannya PT Indonusa dan PT Antam merupakan perusahan dengan masing-masing berbadan hukum yang terpisah dan berbeda.

“Sehingga jika PT Indonusa memasuki WIUP PT Antam, setahu saya berdasarkan aturan yang berlaku, wajib memiliki kerjasama izin lintas sekalipun itu dalam kawasan hutan lindung, HPK, dan HPT, apalagi tanpa IPPKH,” bilangnya.

“Untuk membuktikan siapa yang akan membayar PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) serta denda bukaan kawasan hutan lindung, HPK ,HPT  di dalam IUP PT Antam atau bukaan kawasan izin lintas koridor PT Indonusa,” tambahnya.

Bahwa berdasarkan Pasal 39 ayat 1 huruf k UU Nomor 3 Tahun 2020, pemilik IUP wajib melaksanakan reklamasi pasca tambang dengan kata lain PT Antam yang akan melakukan reklamasi pasca tambang walaupun PT Indonusa yang melakukan bukaan atau pelintasan kawasan hutan lindung di dalam IUP-nya.

Baca Juga:  Prakiraan Cuaca Sultra 4 Maret 2025: Pagi Umumnya Cerah Berawan, Siang Hujan

Diungkapkan Jefri juga, bahwa izin lintas koridor PT Indonusa di dalam WIUP PT Antam Site Konut bertentangan dengan Pasal 164 Undang-undang Nomor 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Dalam Pasal 164 Undang-undang Nomor 3 tahun 2020 disebutkan bahwa setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan/atau pemurnian, pengembangan dan/atau pemanfaatan, pengangkutan, penjualan mineral dan/atau batubara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB atau izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat 3 huruf c dan huruf g, Pasal 104, atau Pasal 105 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar.

“Kami berharap izin lintas koridor PT Indonusa  harus benar-benar dipelajari dan dikaji ulang agar dikemudian hari PT Antam sebagai pemilik IUP tidak dirugikan dengan bukaan kawasan hutan dan lintasan di dalam IUP-nya yang tanpa dokumen kerjasama,” kata Jefri.

Jefri juga mengimbau manajemen PT Antam untuk segera mengambil langkah terhadap ijin lintas koridor PT Indonusa didalam IUP-nya jika terus di biarkan tanpa kajian hukum.

“Pendapat saya ini akan menjadi petaka bagi PT Antam d kemudian hari,” bilangnya.

“Karena berdasarkan Permen LHK Nomor 8 setahu saya tidak pernah menyebutkan izin lintas koridor boleh dilakukan di dalam IUP perusahan lain tanpa izin,” ujarnya.

Jefri juga mengingatkan bahwa berdasarkan SK KLHK RI Nomor SK.1345/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2022 tentang Data dan Informasi Kegiatan yang telah terbangun didalam kawasan hutan yang tidak memiliki perizinan di bidang kehutanan tahap X, PT Indonusa sendiri melakukan aktivitas bukaan di kawasan hutan lindung seluas 125,91 hektar.

“Berdasarkan UU Cipta Kerja, PT Indonusa mesti membayar denda administratif PNBP PPKH dengan skema penyelesaian pasal 110 A UU Cipta Kerja” katanya.

Pihaknya juga memberikan warning terhadap pemberian kuota RKAB terhadap PT Indonusa oleh Kementerian ESDM.

Baca Juga:  Prakiraan Cuaca Sultra 5 Februari 2025, BMKG Masih Catat Potensi Hujan

“Kami harap Kementerian ESDM meninjau kembali pemberian kuota RKAB sebanyak 300.000 MT, kita juga harapkan APH untuk memberikan perhatian khusus dan melakukan penindakan jika kedepannya kuota yang sangat melimpah ini disalahgunakan dokumennya untuk memfasilitasi dokumen terbang dari lahan koridor yang dilintasi Izin Koridor PT Indonusa,” bebernya.

Sementara itu salah satu Penanggungjawab PT Indonusa, Alvin mengatakan pihaknya telah melakukan pembayaran denda administratif PNBP IPPKH.

“Sudah di bayar semua itu, sesuai luasan IPPKH,” kata Alvin yang dikonfirmasi via pesan Whatsapp.

Dilain pihak, Humas PT Antam UBPN Konut, Koko menuturkan bahwa pihaknya tidak memiliki kerjasama dengan PT Indonusa.

“Sebaiknya tanyakan ke DPMPTSP Sultra yang mengeluarkan izin dan PT Indonusa yang punya datanya. Akan lebih valid informasinya,” kata Koko melalui pesan Whatsapp.

Koko juga menyebutkan bahwa PT Antam juga belum memiliki IPPKH, maka dari itu pihaknya belum bisa beroperasi di kawasan hutan.

“Kalau Antam karena tidak punya IPPKH, tidak ada kerja sama dengan PT Indonusa. Dan Antam juga sudah menanyakan ke DPMPTSP terkait izin yang mereka keluarkan untuk PT indonusa, dan mereka menjawab bahwa hal tersebut sudah sesuai aturan. Untuk lebih lengkapnya silahkan ditanyakan ke DPMPTSP,” ungkapnya.

Sementara itu Kepala DPMPTSP Sulawesi Tenggara, Parinringi menyebutkan bahwa terkait izin koridor PT Indonusa merupakan kewenangan teknis dari Dinas Kehutanan.

“Untuk tehnis persetujuan izin koridor yang di keluarkan oleh DPMPTSP Sultra boleh ditanyakan di Dinas Kehutanan, karena DPMPTSP Sultra hanya mengeluarkan izin setelah melalui pertimbangan tehnis secara rinci dari OPD teknis dalam hal ini Dinas Kehutanan,” kata Parinringi.

Kepala Bidang Minerba Dinas ESDM Provinsi Sulawesi Tenggara, Muh. Hasbullah Idris mengungkapkan bahwa PT Indonusa di tahun 2024 ini memiliki kuota RKAB hingga 300.000 MT.

“Berdasarkan data persetujuan yang ditembuskan ke kami, ada persetujuannya dan kuotanya diberikan maksimal 300.000 ton,” jelas Hasbullah.

**