KENDARI – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra) terus menggenjot penuntasan kasus dugaan korupsi pertambangan di wilayah Izin Usaha Produksi (IUP) PT Antam di Blok Mandiodo, Konawe Utara (Konut).

Asisten Bidang Intelijen Kejati Sultra, Ade Hermawan menjelaskan, perkara ini bermula dengan kerjasama operasional atau KSO antara PT Antam dengan PT Lawu Agung Mining (PT LAM), Perusda Sultra dan juga Perusda Konawe Utara (Konut).

Sebagai pemilik PT LAM, WA mendapatkan keuntungan dengan cara menjual hasil tambang nikel di wilayah IUP PT Antam menggunakan RKAB milik PT Kabaena Kromit Pratama (PT KKP) dan beberapa perusahaan lainnya di sekitar Blok Mandiodo seolah-olah nikel tersebut berasal dari PT Antam.

“Nikel ini dijual ke beberapa smelter di Morosi dan Morowali,” jelas Ade di Kendari, Selasa (18/7/2023).

“Kejahatan ini berlangsung secara berlanjut karena adanya pembiaran dari pihak PT Antam,” katanya lagi.

Kata Ade, seharusnya berdasarkan perjanjian KSO semua nikel hasil penambangan di wilayah IUP PT Antam itu diserahkan ke PT Antam. Dan PT LAM hanya mendapat porsi upah sebagai kontraktor mining.

Baca Juga:  Diduga Depresi Masalah Rumah Tangga, Pegawai PT OSS Ditemukan Tewas Gantung Diri

Namun pada kenyataannya, PT LAM mempekerjakan setidaknya 39 perusahaan tambang sebagai kontraktor mining untuk melakukan penambangan nikel di wilayah IUP PT Antam.

Lagi-lagi nikel hasil penambangan tersebut dijual dengan menggunakan RKAB palsu.

Negara Merugi Hingga Rp 5,7 Triliun

Berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kerugian perekonomian negara yang timbul dari praktek korupsi pertambangan di wilayah IUP PT Antam di Blok Mandiodo, Konut itu mencapai Rp5,7 triliun.

Angka Rp5,7 Triliun itu merupakan hitungan dari BPK sejak tambang di Blok Mandiodo dibuka. Dan itu (hitungan) bukan dari permintaan penyidik, ” ujar Kajati Sultra, Patris Yusrian Jaya, di Kendari, Kamis (13/7/2023).

“Angka Rp5,7 Triliun itu merupakan hitungan dari BPK sejak tambang di Blok Mandiodo dibuka. Dan itu (hitungan) bukan dari permintaan penyidik,” kata Patris lagi.

Selain BPK, kata Patris, Tim Penyidik juga telah meminta kepada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sultra untuk melakukan penghitungan kerugian perekonomian negara sejak PT Antam melakukan KSO dengan PT LAM.

Dalam kesempatan lain, Ade Hermawan menyebutkan, BPKP masih melakukan penghitungan komplit sejak Desember 2021 hingga sekarang.

Baca Juga:  Wakatobi Bakal Jadi Tuan Rumah HUT Sultra ke-62

“Jadi angka dari BPK Pusat itu menjadi referensi, sedangkan hitungan komplit sejak Desember 2021 hingga sekarang masih di hitung oleh BPKP, ” kata Ade.

Lima Orang Ditetapkan Jadi Tersangka

Pemilik PT LAM, WA usai dilakukan pemeriksaan dan ditetapkan sebagai tersangka oleh Penyidik Kejati Sultra di Gedung Bundar Kejaksaaan Agung, Jakarta pada Selasa (18/7/2023), maka total tersangka dalam kasus ini berjumlah 5 orang.

Empat diantaranya adalah General Manager PT Antam UPBN Konawe Utara, inisial HW; Pelaksana Lapangan PT LAM, inisial GL; Direktur Utama PT LAM, berinisial OS; Direktur Utama PT Kabaena Kromit Pratama (PT KKP), inisial AA.

Tiga tersangka yakni HW, GL, dan AA ditahan di Rutan Kendari. Sedangkan OS dan WA ditahan di Rutan Salemba Kejaksaan Agung, Jakarta dan dalam waktu dekan akan dipindahkan penahanannya ke Kendari untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut.

“Dalam waktu dekat akan dipindahkan ke Kendari (OS dan WA) untuk kepentingan penyidikan,” kata Ade.

***/red