JAKARTA – Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers mendesak pemerintah untuk menghentikan praktik menyusupi intel ke institusi pers.

Desakan tersebut usai Iptu Umbaran Wibowo dilantik sebagai Kapolsek Kradenan, Blora, Jawa Tengah. Pasalnya, Umbaran diketahui sempat menjadi wartawan kontributor Televisi Republik Indonesia (TVRI) di Jawa Tengah selama belasan tahun.

Namanya pun tercatat di Dewan Pers sebagai wartawan dengan jenjang madya.

Iptu Umbaran dari rekam jejaknya pernah ditempatkan sebagai Intelijen Khusus (Intelsus) Polda Jateng.

AJI menilai praktek tersebut merupakan tindak memata-matai yang dapat menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap pers Indonesia.

Penyusupan anggota Polri ke dalam institusi pers juga menyalahi aturan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Pasal 6 Undang-Undang Pers menyebutkan, pers nasional memiliki peranan untuk memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui, mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar, melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum, serta memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

“Oleh sebab itu, Kepolisian jelas telah menempuh cara-cara kotor dan tidak memperhatikan kepentingan umum dan mengabaikan hak masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan informasi yang tepat, akurat dan benar,” Ketua AJI Indonesia Sasmito dan Direktur Eksekutif LBH Pers Ade Wahyudin dalam keterangan resminya, Kamis (15/12/2022).

Selain itu, pers memiliki imunitas dan hak atas kemerdekaan dalam melakukan kerja-kerjanya.

Dengan menyusupkan polisi pada media, Kepolisian juga dinilai telah mengabaikan hak atas kemerdekaan pers. Penyusupan ini juga bertentangan dengan Pasal 6 Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang berbunyi “Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.”

“Dalam kasus ini, Iptu Umbaran dan Polri jelas telah menyalahgunakan profesi wartawan untuk mengambil keuntungan atas informasi yang diperoleh saat bertugas menjadi wartawan,” tambahnya.

AJI dan LBH Pers menyebut organisasi pers serta media juga seharusnya dapat berperan aktif dalam menelusuri latar belakang wartawan.

“Hal ini akan berdampak pada kredibilitas organisasi maupun media yang bersangkutan dalam mengemban tugasnya sebagai wadah pers karena tidak mampu menjamin profesi pers yang terbebas dari potensi intervensi aktor-aktor negara. Lolosnya anggota kepolisian sebagai wartawan yang tersertifikasi dapat menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap institusi pers dan kerja-kerja pers secara umum,” sambungnya.

Berdasarkan hal-hal tersebut, AJI Indonesia dan LBH Pers mendesak:

1. Mendesak pemerintah khususnya Polri untuk menghentikan cara-cara kotor seperti menyusupkan anggota intelijen ke institusi media yang dapat mengganggu kinerja pers dan menimbulkan ketidakpercayaan publik.

2. Mendesak Dewan Pers untuk menyelidiki kasus ini hingga tuntas dan memberikan sanksi kepada Iptu Umbaran yang telah melanggar Kode Etik Jurnalistik. Dewan Pers juga perlu memperbaiki mekanisme Uji Kompetensi Wartawan agar peristiwa serupa tidak terulang pada masa mendatang.

3. Mendorong Dewan Pers untuk memastikan aparat keamanan lain seperti TNI dan badan intelijen lainnya tidak melakukan cara-cara kotor seperti yang dilakukan Polri.

4. Mendorong organisasi pers untuk lebih aktif menelusuri latar belakang anggota dan melakukan verifikasi yang lebih komprehensif, kredibel terhadap anggotanya untuk mencegah penyusupan pihak-pihak yang dapat merugikan pers Indonesia.

5. Mendorong perusahaan media untuk melakukan seleksi yang lebih ketat dengan memperhatikan latar belakang wartawan. **