KENDARI – Nikel sekarang lebih dikenal sebagai komponen utama dalam pembuatan baterai isi ulang yang digunakan pada handphone, mobil listrik dan bahkan juga dapat digunakan sebagai power bank raksasa.

Nikel menjadi pilihan karena kemampuan akan penyimpanan yang lebih besar (storage capacity) dan kepadatan energi yang lebih tinggi (energy density) namun dengan ongkos lebih murah.

Ditambah lagi jika Indonesia dapat mengembangkan produk komoditas ini di dalam negeri sehingga membuat Indonesia menjadi pemegang peran penting bagi industri baterai isi ulang.

Cerahnya prospek komoditi nikel sayangnya belum dapat dimanfaatkan dengan maksimal. Hingga saat ini hilirisasi produk ini belum dapat dilakukan secara penuh.

Dengan memiliki cadangan nikel sebesar 72 juta ton, atau mencapai 52 persen dari total cadangan nikel dunia (data 2020), Indonesia dinilai punya daya tarik besar bagi investasi di sektor industri tersebut.

Proyek pengembangan terus dikebut dengan pembangunan 36 Kawasan Industri dengan prioritas pengembangan di luar pulau Jawa yang didukung dengan penyediaan lahan sekitar 50.000 Ha dan pembangunan sentra Industri Kecil dan Menengah (IKM) baru, minimal satu Sentra IKM di setiap kabupaten/kota.

Khusus di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), yang merupakan satu dari 22 Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri (WPPI) sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional Tahun (RIPIN) 2015-2035, terdapat Kawasan Peruntukan Industri (KPI) seluas 4.244,68 Hektare, dengan empat Kawasan Industri.

Dalam upaya mendorong hilirisasi nikel di Sultra, pemerintah daerah dan pihak swasta bekerja sama untuk mengembangkan industri pengolahan nikel yang lebih maju dan berkelanjutan.

Salah satu inisiatif terbaru adalah pembangunan pabrik pengolahan nikel yang terintegrasi, yang mampu memproduksi berbagai produk turunan nikel seperti feronikel, nikel sulfat, dan baterai nikel-kobalt-mangan.

Bahkan, Kementerian Investasi atau Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) bersama Pemerintah Provinsi Sultra telah melaksanakan Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) Penyusunan Peta Jalan (Roadmap) Hilirisasi Investasi Strategis di Bumi Anoa.

Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Sultra, Joni Fajar menyambut baik adanya penyusunan roadmap hilirisasi investasi strategis oleh BKPM.

Menurutnya, investasi hilirisasi mewujudkan nilai tambah yang maksimal bagi pertumbuhan ekonomi nasional dan pembangunan daerah yang berkelanjutan, yang juga berdampak positif dalam peningkatan devisa negara.

“Pemenuhan penggunaan bahan baku dan energi industri dalam negeri dan mengurangi ketergantungan terhadap produk luar negeri. Kemudian mendorong kemajuan industri dalam negeri melalui sinergi industri hulu dan hilir, menciptakan lapangan kerja dan penyerapan secara maksimal atas tenaga kerja dalam negeri serta menggerakkan perekonomian dengan memberikan multiplier effect terhadap kegiatan pendukung dan di sekitar industri pengolahan dan pemurnian bijih nikel,” ujarnya.

Menurutnya, dengan dorongan peningkatan nilai tambah melalui hilirisasi industri nikel pelaku usaha pun dituntut untuk menciptakan ekosistem industri yang terintegrasi yang mendukung pengembangan ekonomi hijau.

“Pengembangan smelter Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF), pabrik nikel dengan teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) dan industri hilir Nikel di Sultra saat ini untuk memaksimalkan nilai tambah sumber daya nikel. Namun para pelaku industri perlu menerapkan teknologi yang terbukti dan ramah lingkungan yang akan menghasilkan produk nikel dan kobalt yang ‘hijau,” katanya,

Baca Juga:  Update Harga BBM Pertamina di Sultra per Juni 2025, Pertamax hingga Dexlite Kompak Turun
Sekretaris DPMPTSP Sultra, Joni Fajar/Dok. Halosultra.com.

Untuk itu, mitigasi risiko eksternal dengan kerjasama komersial dan kolaborasi dengan pihak eksternal serta pihak-pihak seperti pemerintah, kontraktor, pemberi pinjaman, offtaker, konsultan mutlak dilakukan.

Pihaknya juga menjelaskan saat ini, kesempatan hilirisasi industri nikel di Sultra memiliki peluang tak terbatas untuk ekspansi dan pemrosesan lebih lanjut dari Ferronikel ke Nickel Matte, dan MHP ke Nickel Sulphate atau produksi hilir lainnya seperti stainless steel, Nickel Sulphate, prekursor, katoda, dan Battery Grade Nikel

“Peluang juga terbuka dalam sinergi, kolaborasi dan kemitraan strategis untuk kesenjangan di pasar antara Feronikel (FeNi) dan Mix Hydroxide Precipitate (MHP). Produk ini merupakan cikal bakal nickel sulphate atau cobalt sulphate yang menjadi bahan baku komponen baterai. Adapun produk MHP atau MSP tersebut merupakan hasil dari smelter nikel dengan metode High Pressure Acid Leach (HPAL),” tutupnya.

Dalam jangka panjang, hilirisasi nikel ini diharapkan akan memberikan banyak manfaat bagi Sulawesi Tenggara, seperti:

  • Meningkatkan nilai tambah produk nikel

Dengan melakukan pengolahan nikel di Sultra, nilai tambah produk nikel yang dihasilkan dapat ditingkatkan secara signifikan. Hal ini akan meningkatkan pendapatan daerah dan membuka peluang baru bagi tenaga kerja lokal.

  • Mengurangi ketergantungan pada ekspor bijih nikel

Dalam beberapa tahun terakhir, harga bijih nikel yang tidak stabil telah menyebabkan ketidakpastian dalam perekonomian Sultra. Dengan memperluas industri pengolahan nikel, daerah ini dapat mengurangi ketergantungan pada ekspor bijih nikel dan menghindari fluktuasi harga yang tidak terduga.

  • Mengurangi dampak lingkungan negatif

Industri pengolahan nikel di Sultra telah lama menjadi sumber kontroversi karena dampak lingkungan negatifnya. Dengan mengembangkan teknologi pengolahan nikel yang lebih maju dan ramah lingkungan, hilirisasi nikel ini dapat membantu mengurangi dampak lingkungan negatif dari industri ini.

  • Mendorong pertumbuhan industri lokal

Pembangunan pabrik pengolahan nikel terintegrasi juga dapat membuka peluang baru bagi industri lokal untuk tumbuh dan berkembang. Dalam jangka panjang, ini dapat menciptakan ekosistem industri yang lebih besar dan lebih beragam di Sultra.

Hilirisasi nikel di Sultra masih dalam tahap awal, tetapi dengan adanya komitmen pemerintah dan pihak swasta, potensi besar untuk pengembangan industri pengolahan nikel di daerah ini dapat direalisasikan. Dalam jangka panjang, hilirisasi nikel ini diharapkan dapat membantu mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja baru.

Diketahui, sejumlah industri smelter dan kawasan industri di Sultra yang telah melakukan produksi dan dalam proses pembangunan, diantaranya, PT ANTAM yang beroperasi di Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka memproduksi Feronikel.

PT Virtue Dragon Nickel Industri yang beroperasi dengan penggunaan bahan baru ore nikel sebanyak 8-10 Juta Ton. Kemudian, PT Obsidian Stainless Steel dapat memproduksi Stainless Steel dengan penggunaan bahan baku ore nikel sebanyak 10-12 Juta Ton.

Baca Juga:  Gelar Bukber, KADIN Sultra Santuni Ratusan Anak Panti Asuhan dan Pondok Pesantren

Di Kabupaten Kolaka, terdapat PT Ceria Nugraha Indotama yang masih dalam tahap pembangunan pabrik, begitu pula PT Sambas Mineral Mining, PT Bintang Smelter Indonesia, PT Macika Mada Madana di Kabupaten Konawe Selatan yang masih dalam pembangunan.

Terbaru, kawasan industri Nusantara Industri Sejati (NIS) di Kecamatan Motui, Kabupaten Konawe Utara juga mulai dibangun. Kawasan NIS akan membangun smelter dengan teknologi Rotary Kiln-Electris Furnice (RKEF). Kapasitas produksi di tahap awal sebesar 70.000 ton, dengan kadar Nikel 10-12 persen. Smelter ini akan dibangun dengan menggunakan luas area tahap pertama, yaitu 375 Hektare.

(kiri ke kanan) Menteri Investasi/Kepala BKPM RI, Bahlil Lahadalia dan Gubernur Sulawesi Tenggara, Ali Mazi/Dok. Biro Adpim Sultra
(kiri ke kanan) Menteri Investasi/Kepala BKPM RI, Bahlil Lahadalia dan Gubernur Sulawesi Tenggara, Ali Mazi/Dok. Biro Adpim Sultra

Smelter nikel yang dibangun ini nantinya akan menghasilkan Feronikel sebagai bahan baku untuk pabrik lainnya, dalam bentuk produk turunan seperti Nickel Metal, Ni Powder, batteries, hingga aplikasi untuk industri otomotif, alat rumah tangga, dan peralatan kesehatan.

Disamping itu, PT Terra Paradisaea yang datang menggandeng China ENFI Engineering Corporation (ENFI), bakal berinvestasi di industri smelter HPAL (baterai) dan RKEF (stainless) di Kabupaten Kolaka Utara (Kolut).

BKPM Niat Jadikan Sultra Pusat Hilirisasi Nikel Baterai EV

Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia menargetkan Sultra pada 2024 menjadi salah satu ekosistem baterai kendaraan listrik (Electric Vehicle/EV) dengan hilirisasi nikel melalui penggunaan energi baru terbarukan sebagai sumber daya.

“Tahun 2024-2025 Sulawesi Tenggara akan menjadi salah satu bagian hilirisasi untuk membangun ekosistem EV battery,” kata Bahlil Lahadalia dalam acara peringatan Hari Nusantara di Wakatobi dikutip dari Antara.

Dia menjelaskan Bumi Anoa kaya akan sumber daya alam berupa nikel dan aspal. Namun, hilirisasi nikel di Sultra belum semasif di daerah lain.

“Harus diakui bahwa hilirisasi di Sulawesi Tenggara ini memang tidak semasif daerah lain, baru sampai setengah jadi. Ke depan kita ingin membangun nilai tambahnya sampai 70-80 persen. Agar nilai tambah ada di daerah ini dan itu mampu menciptakan lapangan pekerjaan dengan gaji yang cukup memadai,” kata Bahlil.

Dia menerangkan pembangunan pabrik hilirisasi juga akan meningkatkan pendapatan daerah yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat setempat.

Selain itu Bahlil juga menekankan proses hilirisasi nikel di Sultra harus menerapkan konsep ekonomi hijau atau green economy yang mengimplementasikan prinsip berkelanjutan dalam kegiatan ekonomi.

“Sekarang kalau mau produk kita laku di dunia, tidak bisa kita hindari green energy, green industry. Kalau kita masih pakai batu bara pasti produk kita tidak akan laku, atau tidak dihargai sebaik proses industri yang memakai green energy, EBT,” katanya.

Oleh karena itu Bahlil menekankan green industry dan penggunaan energi baru terbarukan akan menjadi syarat bagi investor untuk membangun pabrik hilirisasi nikel di Sultra. (Adv)