Sudirman Tinjau Fasilitas Warga yang Rusak Imbas Developer Nakal, Temukan Fakta Ini
KENDARI – Wakil Wali Kota Kendari, Sudirman melakukan kunjungan langsung ke fasilitas (rumah) warga di Kelurahan Lepo-lepo, Kecamatan Baruga yang dilaporkan rusak akibat pembangunan oleh pengembang (developer) PT Puri Mega Amaliah, Selasa (22/7/2025).
Peninjauan ini dilakukan untuk menyelidiki aduan warga terkait kerusakan properti dan dampak lingkungan dari proyek tersebut.
Hasil investigasi yang dilakukan Sudirman bersama tim Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait mengungkap fakta bahwa PT Puri Mega Amaliah melakukan pembangunan yang menyalahi ketentuan teknis dan kaidah lingkungan.
“Setelah kita tinjau di lapangan ternyata memang secara izin pun mereka tidak melengkapi, maka kami lihat tadi ada rumah yang berdiri kurang lebih 20 mereka juga belum mengurus izin PBG,” ujar Sudirman, Wakil Wali Kota Kendari.
Lebih lanjut, Sudirman menyoroti pihak developer belum menyelesaikan dokumen Keterangan Rencana Kota (KRK) dan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), yang merupakan syarat wajib sebelum memulai pembangunan.
“Ada dua permasalahan kita temukan yang pertama pembangunan ini tidak ada izin Persetujuan Bangunan Gedung, yang kedua soal kerusakan rumah warga dan pihak pengembangan harus bertanggung jawab,” tegas Sudirman.
Atas temuan ini, Sudirman memerintahkan dinas terkait untuk menggelar rapat internal guna menindaklanjuti pelanggaran tersebut.
Pemerintah Kota (Pemkot) Kendari juga berencana memanggil pihak developer terkait untuk mempertanggungjawabkan aktivitas pembangunan yang dilakukan tanpa izin resmi.
Diketahui turan mengenai KRK diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2021 Pasal 193 hingga 197 dan Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 11 Tahun 2021.
Sementara itu, ketentuan PBG tercantum dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, PP Nomor 16 Tahun 2021, serta Peraturan Menteri PUPR Nomor 22/PRT/M/2018.
Pelanggaran terhadap aturan ini dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan Pasal 46 ayat (1) dan (2) UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, dengan ancaman pidana penjara maksimal tiga tahun dan/atau denda hingga Rp50 juta.
Sebelumnya, Direktorat Reserse Kriminal Umum (Krimum) Polda Sulawesi Tenggara (Sultra) menyatakan bahwa tidak ada unsur tindak pidana dalam kasus pengerusakan rumah warga di Lepo-lepo.
Laporan warga yang diajukan sejak Januari 2025 bahkan telah dihentikan oleh penyidik. Keputusan ini memicu kecaman dari Aliansi Mahasiswa Pemerhati Pembangunan Kota Kendari (Gerbang Kota), yang menilai adanya upaya perlindungan terhadap oknum polisi berinisial Ipda AG dan pengusaha developer Hj. Bunga Tang.
“Kami meminta penghentian penerbitan izin pembangunan perumahan dan meminta agar pihak pengembang serta pemilik lahan melakukan ganti rugi,” ujar Sarman, koordinator Aliansi Gerbang Kota, dalam aksi sebelumnya di depan DPRD Kota Kendari.
Sarman menegaskan pernyataan penyidik Polda Sultra menunjukkan dugaan pembiaran terhadap pelaku, termasuk oknum polisi yang diduga terlibat.
Kasus ini berawal dari laporan warga Kelurahan Lepo-lepo, berinisial YA yang melaporkan kerusakan pagar dan fasilitas panjat dinding miliknya akibat pembangunan talud di lahan milik oknum polisi, Ipda AG, sejak Agustus 2023.
Meski laporan telah diajukan ke Polda Sultra, warga menilai proses hukum berjalan lamban. Aliansi Gerbang Kota juga mendesak Propam Polda Sultra untuk menyelidiki dugaan keterlibatan oknum polisi secara transparan.
**
Tinggalkan Balasan