KENDARIPemerintah Kota (Pemkot) Kendari, telah menempuh langkah strategis dalam pencegahan hingga mitigasi kasus stunting. Salah satunya dengan mengadakan rembuk stunting dan penggalangan komitmen pencegahan stunting.

Tahapan aksi konvergensi juga telah dilakukan dengan memetakan 10 Kelurahan lokus stunting tahun 2023 untuk diberikan intervensi spesifik dan sensitif.

Berdasarkan grafik data  E-PPGBM Puskesmas Bulan Agustus Tahun 2020, 2021 dan 2022, dari 11 Kecamatan di Kota Kendari, Kecamatan Puuwatu berada pada prevalensi tertinggi pada tahun 2020, dengan persentase kasus yakni 8,8 persen, disusul Kecamatan Kendari Barat dengan prevalensi 8,7 persen dan Kecamatan Wuawua dengan prevalensi 5,0 persen.

Pada tahun 2021 terjadi pergeseran dimana pervalensi stunting tertinggi terjadi di Kecamatan Kendari Barat sebesar 2,2 persen, disusul Kecamatan Kendari sebesar 1,8 persen dan Kecamatan Puuwatu 1,5 persen.

Pada Tahun 2022 Prevalensi tertinggi terjadi di Kecamatan Kendari sebesar 2,7 persen, disusul Kecamatan Kendari Barat 2,6 persen dan diurutan ketiga ada 2 (dua) Kecamatan yakni Kecamatan Abeli dan Kecamatan Wua-Wua, dengan persentase masing-masing sebesar 2,3 persen.

Kesimpulannya, terdapat 5 Kecamatan dengan angka prevalensi stunting tertinggi tahun 2020-2022, yaitu Kecamatan Puuwatu, Kendari Barat, Kendari, Wuawua dan Abeli.

Sebaran jumlah balita stunting yang meningkat menunjukkan masih tingginya masalah gizi dan faktor determinan pada balita yang ditemui di wilayah tersebut, sehingga perlu terus dilakukan intervensi gizi spesifik dan sensitif.

Beberapa faktor determinan yang masih menjadi kendala dalam penurunan stunting di Kota Kendari yakni:

1. Kebiasaan merokok, masih menjadi faktor determinan yang paling tinggi. Dari 365 Balita Stunting yang ada di Kota Kendari, 249 balita (68,22 persen) berasal dari keluarga yang memiliki kebiasaan merokok. Dari 11 Kecamatan yang ada di Kota Kendari, 3 Kecamatan dengan persentase balita stunting dari keluarga yang merokok paling tinggi yakni Kecamatan Kadia (80 persen), disusul Kecamatan Kendari Barat (79,75 persen) dan Kecamatan Puuwatu (74,24 persen).

Baca Juga:  ASDP Tambah Trip di Rute Torobulu–Tondasi Khusus 27 dan 29 Mei 2025

2. Balita tidak mendapatkan ASI Eksklusif, Sebanyak 194 balita stunting (53,15 persen) tidak mendapatkan ASI eksklusif. Kecamatan tertinggi dengan permasalahan balita yang tidak mendapat ASI Eksklusif adalah Kecamatan Kendari, Kendari Barat dan Wua-Wua.

3. Belum memiliki kartu BPJS, sebanyak 179 balita stunting (49,04 persen) belum memiliki Kartu BPJS.
Kecamatan tertinggi dengan permasalahan belum memiliki kartu BPJS terdapat di Kecamatan Kadia (80 persen), Kecamatan Kendari (68,42 persen) dan Kecamatan Puuwatu (62,12 persen).

4. Adanya Penyakit Penyerta, terdapat 22 Balita Stunting (6,03 persen) yang memiliki penyakit penyerta.

Kecamatan tertinggi dengan balita stunting yang memiliki penyakit penyerta terdapat di Kecamatan Baruga (83,33 persen), Kecamatan Poasia (33,33 persen), Kecamatan Mandonga dan Kecamatan Kambu masing-masing 14,29 persen.

5. Kecacingan, terdapat 9 Balita Stunting (2,47 persen) yang mengalami kecacingan. Balita stunting yang mengalami kecacingan terdapat di Kecamatan Kendari Barat sebanyak 9 Balita.

Dari 5 (lima) faktor determinan  tersebut, yang masih menjadi kendala terbesar adalah kebiasaan merokok, Pemberian ASI Eksklusif pada bayi, kepemilikan Kartu BPJS dan penyakit penyerta.

Pemerintah Kota Kendari saat ini melakukan upaya pencegahan yang dimulai dari kelompok beresiko seperti remaja puteri, yang melibatkan Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga, demi  optimalisasi pelaksanaan program aksi bergizi di Sekolah melalui kegiatan minum tablet tambah darah bersama secara rutin, yang dimulai dengan pelaksanaan aktivitas fisik, sarapan sehat bersama dan edukasi.

Kemudian sinergisitas dengan Kementerian Agama dalam hal pencatatan dan bimbingan perkawinan bagi calon pengantin dan pelayanan kesehatan secara terintegrasi sehingga diharapkan tidak ada lagi calon pengantin yang masuk kategori belum siap nikah.

Dinas Kesehatan bersama dengan Puskesmas juga diketahui telah melakukan monitoring sekaligus menganalisa masalah yang terjadi hingga di Kelurahan.

Hasil monitoring menunjukkan, masih banyaknya bayi yang tidak mendapatkan ASI Ekslusif.

Baca Juga:  Simak Prakiraan Cuaca Wilayah Sultra Hari Ini, 9 Februari 2025

Selain itu, Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap pada bayi, Pelayanan Kesehatan Ibu hamil (ANC) sesuai standar dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Masyarakat terutama Perilaku Merokok dan kepemilikan Kartu BPJS, juga masih membutuhkan intervensi dan pembinaan secara masif.

Adapun intervensi spesifik yang telah dilakukan pada Tahun 2022 yakni pemberian tablet tambah darah sebanyak minimal 90 tablet selama kehamilan bagi Ibu hamil Kurang Energi Kronis dan Balita Gizi Kurang mendapatkan PMT (Pemberian Makanan Tambahan), edukasi pemberian ASI ekslusif pada bayi, remaja putri yang mengonsumsi Tablet Tambah Darah, Anak Usia 6-23 bulan yang mendapatkn MP-ASI, balita yang mendapatkan tata laksana gizi buruk.

Di tingkat kelurahan juga telah berjalan pelayanan Ante Natal Care (ANC) pada ibu hamil, pelaksanaan kelas ibu hamil dan posyandu balita yang rutin setiap bulannya untuk memantau tumbuh kembang balita dan memantau kesehatan ibu hamil.

Mitigasi stunting  membutuhkan peran semua lintas sektoral termasuk diantaranya organisasi profesi, pemerintah kecamatan, kelurahan dan masyarakat umum di Kendari.

Stunting sendiri merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek dari ukuran tubuh normal.

Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir, akan tetapi kondisi stunting baru nampak setelah bayi berusia 2 tahun.

Periode 1000 hari pertama kehidupan seharusnya mendapat perhatian khusus karena menjadi penentu tingkat pertumbuhan fisik, kecerdasan, dan produktivitas anak di masa depan.

Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan oleh faktor kekurangan gizi yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita.

Intervensi yang paling menentukan untuk dapat mengurangi prevalensi stunting adalah intervensi yang dilakukan pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dari anak balita. **