KENDARI – Pada hakikatnya semua anak memiliki hak yang sama untuk tumbuh dan berkembang, termasuk hak dalam menerima pendidikan formal. Adanya sejumlah anak yang ditemukan belum pernah atau bahkan putus sekolah umumnya dilatarbelakangi oleh beberapa faktor seperti penelantaran, kemiskinan, dan tidak memiliki orang tua atau keluarga lagi.

Hal ini berdampak pada kehilangan tanggung jawab pengasuhan bagi anak, sehingga anak tidak dapat berkembang sebagaimana mestinya.

Dalam menanggapi fenomena ini, perlu adanya perhatian khusus bagi anak yang mengalami masalah sosial agar anak tidak terjebak pada kasus-kasus kekerasan, pelanggaran hukum, dan
eksploitasi.

Salah satu lembaga atau panti sosial anak dan remaja yang aktif melakukan pembinaan dan pelayanan sosial adalah Panti Sosial Asuhan Anak dan Bina Remaja (PSAR) yang berada dalam lingkup Unit Pelayanan Teknis Daerah (UPTD) Panti Sosial Dinas Sosial (Dinsos) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).

Anak yang tinggal di PSAR adalah anak usia sekolah (anak yatim, piatu, yatim piatu, dan remaja putus sekola) berumur antara umur 7 tahun sampai dengan umur 18 tahun.

Mereka diberikan pemberian pendidikan formal mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Tingkat Pertama (SLTP), dan Sekolah Menengah Tingkat Atas (SLTA/SMK sederajat) sesuai dengan tingkatan umur anak sampai mereka tamat sekolah.

Baca Juga:  Prakiraan Cuaca Sultra 2 Februari 2025, BMKG Masih Catat Potensi Hujan

“Jadi memang anak-anak yang khusus kami asuh dan bina yang jumlahnya 50 orang anak ini memang kami prioritaskan untuk sekolah sampai selesai pendidikannya,” ujar Kepala UPTD-PSAR Dinsos Sultra, Hadeli belum lama ini.

“Jadi kita dorong kalau misalnya mereka mau lanjut dari SD ke SMP dan SMP ke SMA kita akan dorong terus sampai mereka selesai baru kita terminasi,” imbuhnya.

Semua kebutuhan anak, mulai dari kebutuhan tempat tinggal, kebutuhan makan minum setiap hari, kebutuahan sehari-hari, kebutuhan transportasi, dan kebutuhan biaya pendidikan, semuanya ditanggung oleh pihak panti.

Pihak UPTD-PSAR dalam memberikan akses pendidikan kepada anak-anak panti sosial juga menjalin kemitraan dengan sejumlah sekolah terdekat sesuai tingkatannya.

Anak-anak asuh PSAR Dinsos Sultra saat hendak ke sekolah/Ist

“Kendalanya juga kalau kita terlalu jauh sekolahnya itu transportasi, jadi mitra sekolah yang terdekat kalau SD itu SDN yang berada di Jalan Anawai, kalau SMP-nya itu SMP Negeri 12 Kendari, dan SMA-nya di SMA Negeri 11 Kendari, intinya kami carikan sekolah yang aksesnya dekat dengan panti,” ungkapnya.

Kerjasama yang dilakukan oleh pihak sekolah terhadap anak-anak di PSAR dalam bentuk pihak sekolah menerima anak-anak panti yang ingin bersekolah di sekolah mereka.

Pihak sekolah juga memberikan perhatian lebih kepada anak-anak panti. Meskipun demikian, untuk diterima di sekolah, anak-anak harus memenuhi persyaratan dan harus mentaati semua peraturan yang ada di sekolah selayaknya siswa yang lain.

Baca Juga:  BPK Didesak Soal Pelaporan Dugaan Kejanggalan Perizinan PT Ceria Nugraha Indotama

“Seluruh kebutuhan sekolah dan biaya sekolah anak ditanggung sepenuhnya oleh pihak panti. Biaya yang dibutuhkan anak saat sekolah seperti seragam sekolah, alat tulis, dan transportasi ditanggung sepenuhnya,” jelas Hadeli.

Sementara itu, Kepala Urusan Tata Usaha (KTU) UPTD-PSAR, Zulkarnain Rifai menambahkan anak-anak yang masuk ke dalam panti sosial juga harus memenuhi sejumlah kriteria yang harus dipenuhi.

“Pertama kriterianya itu baik laki-laki atau perempuan, berusia 7–18 tahun, anak yatim, piatu, yatim piatu dan terlantar, anak yang keluarganya tidak mampu secara ekonomi dalam waktu relatif lama tidak mampu melaksanakan fungsinya secara wajar, anak yang keluarganya terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS),” ujar Zulkarnain.

“Kemudian, keluarga anak tidak memberikan pengasuhan memadai sekalipun dengan dukungan yang sesuai, mengabaikan dan/atau melepaskan tanggungjawab terhadap anaknya, anak yang keluarganya mengalami perpecahan, anak tidak memiliki keluarga atau keberadaan keluarga tidak diketahui, anak yang menjadi korban kekerasan, perlakuan salah, penelantaran atau eksploitasi, dan anak yang terpisah dari keluarga karena Bencana baik konflik sosial maupun korban bencana alam,” jelasnya.

***