Penyiapan sumber daya manusia yang unggul di Indonesia saat ini masih menghadapi tantangan. Salah satunya prevalensi stunting yang termasuk kategori tinggi menurut cut-off value dari Organisasi Kesehatan Dunia, yaitu sebesar 24,4 persen berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021.

Prevalensi stunting menurut target RPJMN 2020– 2024 adalah 14 persen  yang termasuk kategori medium. Perbandingan antara hasil survei dan target tersebut menunjukkan bahwa Indonesia masih perlu melakukan upaya yang lebih keras dan cerdas.

Kementerian Kesehatan melaksanakan program Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA) untuk kelompok sasaran 1000 Hari Pertama Kehidupan. Program tersebut meningkatkan kapasitas tenaga kesehatan dan kader untuk mendorong perubahan perilaku ibu hamil dan orang tua/pengasuh anak usia 0-23 bulan. Diantaranya dengan melakukan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan secara rutin, pemberian makan yang tepat waktu, adekuat, aman, dan diberikan dengan cara yang benar, menjaga kebersihan serta mengakses layanan kesehatan.

Salah satu pesan kunci yang dipromosikan dalam program PMBA adalah pentingnya mengutamakan asupan protein hewani. Tema Hari Gizi Nasional tahun 2023 juga mendukung pesan kunci tersebut yaitu “Cegah Stunting dengan Protein Hewani.”

Ini merupakan kesempatan yang baik untuk makin menggencarkan promosi pentingnya konsumsi pangan lokal alami terutama sumber protein hewani untuk mencegah stunting.

Upaya promosi konsumsi protein hewani untuk mencegah stunting sudah dilakukan oleh beberapa pihak. Salah satunya adalah Program Sejuta Telur oleh Pemkab Sigi, Sulawesi Tengah.

Wahana Visi Indonesia (WVI) mendukung upaya promosi makan telur dengan sasaran ibu hamil, ibu menyusui, dan anak usia 6-59 bulan bekerja sama dengan Dinas Kesehatan, Puskesmas, dan Kader melalui Eggciting Project di Palu dan Sigi pada tahun 2019 – 2022.

Hasil kajian formatif yang dipublikasikan di majalah Sight And Life pada tahun 2020 menyebutkan bahwa salah satu hambatan konsumsi telur di Kota Palu dan Sigi adalah adanya kepercayaan bahwa telur dapat menyebabkan alergi pada anak bila dikonsumsi langsung oleh anak maupun dikonsumsi oleh ibu menyusui.

Oleh karena itu, salah satu pesan kunci yang dipromosikan dalam Eggciting Project bahwa telur aman dan penting dikonsumsi ibu hamil, ibu menyusui, dan anak balita.

Hasil evaluasi menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pengetahuan dan sikap terhadap telur sebagai elemen penting dalam makanan mereka serta peningkatan konsumsi telur rata-rata per minggu oleh keluarga.

Tidak hanya telur, masih ada mitos yang berkembang di beberapa daerah mengenai sumber protein hewani lainnya. Misalnya anak dilarang makan ikan supaya tidak kecacingan dan ibu hamil dilarang makan cumi-cumi supaya bayi yang nantinya dilahirkan tidak lunglai.

Selain itu, masih ada tantangan seperti masih kurangnya pengetahuan tentang manfaat protein hewani, kurangnya keterampilan mengolah, dan kesulitan akses bahan pangan sumber protein hewani.

Di sisi lain, ada faktor pendukung seperti keinginan dan kebanggaan memiliki anak dan keluarga yang sehat. Upaya promosi kesehatan memang perlu memperhatikan faktor-faktor pendukung dan penghambat bagi kelompok sasaran sehingga promotor kesehatan dapat mengembangkan pesan dan cara yang bisa mendukung perubahan perilaku sasaran.

Kembangkan Pangan Lokal Alami

Indonesia sungguh kaya ragam bahan pangan yang bisa diolah dengan berbagai cara yang sehat dan sesuai untuk dikonsumsi masyarakatnya.

Ada masyarakat di beberapa daerah yang relatif mudah mendapatkan sumber protein hewani dengan mengandalkan kekayaan alam di sekitar mereka atau mampu membeli. Namun, ada juga yang perlu mengupayakan ternak kecil di pekarangan rumah untuk mengatasi kesulitan akses sumber protein hewani. Misalnya masyarakat di beberapa desa dampingan WVI di Nias Selatan yang beternak lele selain menanam sayuran.

Pangan lokal alami dan bukan pangan pabrikan yang mestinya dipromosikan oleh pemerintah dan para pihak yang mengaku peduli untuk membantu mengatasi masalah gizi di Indonesia.

Mengenal Pangan yang Bergizi

Masyarakat perlu mengenali kelompok makanan mana yang lebih membahayakan dibandingkan dengan kelompok makanan lainnya. Dengan demikian,mereka bisa memilih mengonsumsi pangan yang bergizi dan menyehatkan, yaitu pangan yang tidak diproses atau diproses serta bahan pangan olahan kuliner yang umumnya digunakan sebagai bumbu masakan.

Kedua kelompok pangan tersebut merupakan kelompok 1 dan 2 dalam klasifikasi NOVA, suatu cara pengelompokan pangan.

Dua kelompok lainnya adalah kelompok 3 yaitu pangan olahan dengan cara diawetkan, diasinkan, diasamkan, dan difermentasi serta kelompok 4 yaitu pangan ultra proses.

Jumlah kandungan gula atau garam yang menentukan apakah pangan dalam kelompok 3 tersebut menyehatkan atau tidak. Sedangkan kelompok pangan ultra proses perlu dihindari karena berisiko menyebabkan obesitas, diabetes tipe 2, penyakit jantung, kanker, dan lain-lain.

Presiden Joko Widodo juga memperkuat anjuran tersebut saat memberi arahan dalam Rakornas Kepala Daerah dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah se-Indonesia pada tanggal 17 Januari 2023. Presiden mengingatkan supaya saat memberikan intervensi pencegahan stunting dengan tidak memberikan makanan ultraproses, seperti biskuit dan bubur bayi instan.

Presiden mendorong untuk memberikan protein hewani seperti hati ayam, telur, teri nasi. Presiden menegaskan bahwa yang baik adalah konsumsi makanan alami. Bahkan dalam situasi bencana tertentu dimana pangan lokal alami juga masih bisa diakses dan diolah dengan aman seperti saat bencana nonalam pandemic COVID-19 dan bencana alam gempa di Cianjur baru-baru ini.

Para tenaga kesehatan, kader, dan relawan terlatihdapat mengelola Dapur PMBA yang mengolah bahan pangan lokal alami untukmemastikan kebutuhan gizi dan anak terpenuhi.

Menurut Kementerian Pertanian, konsumsi berbasis pangan lokal bagi pemenuhanpangan dan gizi keluarga dapat sekaligus menguatkan ekonomi daerah dan nasional.

Mari bergerak bersama mempromosikan pangan lokal alami, terutama sumber protein hewani untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan menguatkan ekonomi bangsa.


Penulis:
C. Vita Aristyanita
Behavior Change Communication Specialist, Wahana Visi Indonesia