KONAWE SELATAN – Sejumlah massa warga Desa Puosu Jaya, Kecamatan Konda, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), menggelar demonstrasi di depan Markas Komando Brimob Polda Sulawesi Tenggara (Sultra), Senin (12/9/2022) pagi.

Demo warga Desa Puosu Jaya itu menyoal lahan warga yang diduga dikuasai oleh Brimob Polda Sultra.

Plh Dansat Brimob Polda Sultra, Kombes Pol Hari Ganda Butar Butar mengatakan, status lahan yang dipersoalkan oleh warga itu telah memiliki kekuatan hukum berdasarkan Surat Keputusan Nomor 137 Tahun 1980 dan dikuatkan dengan putusan Mahkamah Agung (MA).

“Lokasi yang dimaksud diklaim oleh beberapa warga diatas sudah berproses secara perdata bahkan sampai tingkat Mahkamah Agung dengan Putusan Nomor perdata 51/I2006/1844k/ 2004, bahwa lokasi diatas adalah sah kepemilikan Sat Brimob Polda Sultra,” jelas Hari dalam keterangannya kepada HaloSultra.com, Senin (12/9/2022).

Disebutkannya, bahwa tanah tersebut sudah bersertifikat dengan NIB : 21.07.04.09.00511, tertanggal 25 September 2015. Sertifikat terlampir, dan ini sudah masuk dalam Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi (SIMAK) Barang Milik Negara (BMN).

“Perlu dijelaskan bahwa tanah seluas 120 hektar (Ha) diserahkan oleh Bupati Kendari Andri Jufri, S.H. berdasarkan Surat Keputusan (SK) Bupati No. 137/1980 tanggal 6 Agustus 1980 kepada Polri cq. Polda Sulawesi Selatan dan Tenggara (Sulselra), dan setelah melalui proses penelitian yang dilakukan oleh Tim 9 dan Tokoh Masyarakat waktu itu, diantaranya H. Surabaya dan kawan-kawan (dkk) dan Camat waktu itu adalah Abdul Samad, BA,” bebernya.

Dikatakannya, status lahan yang dipersoalan oleh warga Desa Puosu Jaya. Dulunya, lahan tersebut merupakan hutan belantara, penuh semak belukar dan banyak pohon Longgida, namun ada sekitar 20an Hektar (Ha) yang sudah ada tanda-tanda bekas parit dan yang inilah kemudian dimintakan ganti rugi oleh masyarakat setempat pada akhir tahun 1980.

“Kemudian pada tahun 1981 tepatnya tanggal 9 Januari 1981, Bupati Kendari memberikan ganti rugi kepada mereka yang menuntut melalui perwakilannya yakni Ahmad Malaka, seorang pensiunan TNI yang merupakan tokoh masyarakat setempat sekaligus keturunan Raja Sao Sao sebesar Rp 1.000.000,” terangnya.

Kemudian, Ahmad Malaka membagikan kepada masyarakat lain yang mengklaim tanah dari 20an Hektar (Ha) dimaksud, yang tentunya jumlah uang saat itu adalah sangat besar bandingannya dengan saat ini.

Pada tahun 2001, ada sekelompok masyarakat yang mengatasnamakan keluarga pemilik tanah, yang sejak zaman dahulu menggugat keberadaan tanah dimaksud di Pengadilan Negeri (PN) Kendari, namun gugatannya ditolak dalam arti kata dimenangkan oleh Polda Sultra, hal mana telah mempunyai kekuatan hukum tetap berdasarkan Putusan Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia (RI) tahun 2005.

“Karena mereka tidak puas dengan kekalahan dimaksud, objek sengketa dijual kembali (apa benar dijual atau tidak atau hanya siasat) yang kemudian dikuasai oleh Bapak Zaami Rianto cs hingga saat ini, meskipun sudah disertifikatkan,” bebernya. **