MANILA – ASEAN Business Advisory Council (ASEAN-BAC) yang dipimpin oleh Arsjad Rasjid telah melaksanakan roadshow tindak lanjut projek konkrit di Manila, Filipina pada tanggal 27-28 Maret 2023.

Roadshow kedua ini dilakukan untuk membangun dialog antara bisnis dan pemerintah terkait potensi kemitraan dalam tiga hal. Pertama, menciptakan nilai tambah untuk nikel dan tambang mineral lainnya. Kedua, mendukung agenda regenerasi hutan yang sejalan dengan program warisan ASEAN-BAC.

Dan ketiga, meningkatkan kerja sama terkait konektivitas pembayaran melalui program ASEAN QR Code.

Keketuaan ASEAN-BAC berupaya untuk menjadikan ASEAN sebagai pusat pertumbuhan dan ekonomi global, terutama pada sektor-sektor baru seperti pembangunan hijau dan transformasi digital. Salah satu penerima manfaat utama dari agenda ini adalah UMKM dan Filipina memainkan peran penting sebagai salah satu mitra ASEAN dan juga Indonesia.
Kemitraan ekonomi yang kuat antara Indonesia dan Filipina terlihat jelas dalam kolaborasi kedua negara. Ini ditunjukkan melalui angka investasi Filipina yang mampu mencapai US$14 juta di Indonesia pada tahun 2022 dan adanya peranan penting Indonesia sebagai eksportir dari beberapa komoditas seperti bahan bakar, infrastruktur, ore slag dan ash ke Filipina dengan nilai mencapai US$5,92 miliar pada tahun 2021.

Indonesia Bawa Kejasama Hilirisasi Produksi EV dan Baterai di Filipina

Indonesia dan Filipina memiliki cadangan nikel terbesar terbesar di dunia. Kedua negara memiliki sekitar 33-40% dari cadangan bijih nikel di seluruh dunia.

“Indonesia dan Filipina memegang posisi yang kuat dalam hal cadangan bijih nikel global, dan hal ini memberikan dasar yang kuat untuk bekerja sama dan menjadi pemimpin dalam ekosistem industri kendaraan listrik dan baterai, baik di ASEAN maupun di dunia,” ujar Arsjad melalui keterangan resminya, Rabu (29/3/2023).

Dengan kerjasama yang lebih erat, kedua negara berpotensi meningkatkan produksi nikel dunia hingga mencapai 50 persen. Selain itu, potensi cadangan mineral lain untuk kendaraan listrik juga menjadi sorotan, sehingga ASEAN bisa menjadi pusat rantai pasok kendaraan listrik.

Dalam pertemuan tersebut, Indonesia menekankan pentingnya hilirisasi untuk keberhasilan pengembangan industri kendaraan listrik dan baterai. Indonesia mencatat prestasi luar biasa pada sektor pertambangan, khususnya ekspor nikel dalam bentuk besi dan baja, nikel matte, dan mixed hydrate precipitate, dengan nilai ekspor sebesar US$20 juta. Pencapaian besar lainnya yaitu, hilirisasi nikel Indonesia yang berhasil meningkatkan nilai tambah komoditas dari US$1,1 miliar menjadi US$20,8 miliar pada tahun 2021.

Contoh keberhasilan ini membuat Indonesia mendorong Filipina untuk bisa ikut andil berpartisipasi dalam kesuksesan hilirisasi industri kendaraan listrik dan baterai di kawasan ASEAN.

“Kesuksesan Indonesia di industri kendaraan listrik dan baterai dapat dikaitkan dengan adanya peran penting hilirisasi yang memungkinkan pengembangan ekosistem yang kuat di sektor tersebut. Dengan berbagi pengalaman kami bersama Filipina, kami berharap dapat memperkuat kemitraan antara negara kita dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di kawasan ini.” tambah Arsjad.

ASEAN QR Code Sebagai Katalisator Inklusi Finansial dan Pengambangan UMKM Kawasan

Untuk mendukung UMKM dan transaksi lintas batas di kawasan ASEAN, delegasi ASEAN-BAC membahas penerapan sistem pembayaran menggunakan kode QR. Pandu Sjahrir,
Ketua Legacy Program ASEAN-BAC untuk ASEAN QR Code, menekankan pentingnya menerapkan sistem kode QR untuk mempromosikan pembayaran lintas batas yang lancar dan efisien. Sistem ini memiliki potensi untuk mendukung pertumbuhan UMKM dan memfasilitasi transaksi lintas batas di kawasan ASEAN.

“Dengan QR Code, biaya transaksi antar negara akan lebih efisien dan terjangkau. Hal ini akan memungkinkan UMKM untuk menawarkan pembayaran lintas negara tanpa adanya batasan dengan biaya yang lebih rendah dan juga akan mendukung pertumbuhan mereka.” jelas Pandu.

Potensi Regenerasi Hutan Indonesia-Filipina unruk Pencapaian Net Zero

Roadshow ini juga menyoroti peluang besar untuk program regenerasi hutan, mengingat Indonesia dan Filipina memiliki sumber daya hutan yang signifikan, masing-masing sekitar 91,2 juta dan 23,3 juta hektar.

Kedua negara akan mendapat manfaat dari meningkatnya permintaan kredit karbon, melihat nilai pasar karbon diperkirakan yang akan mencapai US$ 50 miliar pada tahun 2030.

Pada dasarnya, kawasan ASEAN memiliki posisi yang baik untuk memanfaatkan peluang ini.

“Dengan pembentukan program warisan ASEAN-BAC Net Zero dan Carbon Center of Excellence, yang bertujuan untuk menciptakan ekosistem untuk pengembangan pasar net zero dan karbon, Indonesia dan Filipina dapat lebih memanfaatkan sumber daya hutan mereka secara signifikan dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi kawasan.” tambah Bernardino Vega, Wakil Ketua ASEAN-BAC.

Selama roadshow delegasi ASEAN-BAC telah melibatkan berbagai pemangku kepentingan utama termasuk Louise Araneta-Marcos selaku Ibu Negara Filipina, Frederick Go selaku Penasehat Presiden Bidang Investasi dan Ekonomi, Sekretaris Antonia Loyzaga, Departemen Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam (DENR), Sekretaris Ivan John Uy, Departemen Teknologi Informasi dan Komunikasi (DICT), Renren Reyes, Presiden dan CEO GXI, CMO G Cash, Cezar P. Consing, Presiden dan CEO Ayala Corporation dan pemangku kepentingan lainnya.

Delegasi dari ASEAN-BAC yang ikut dalam roadshow ini antara lain, Ketua ASEAN-BAC, Arsjad Rasjid, Bernardino Vega, Ketua Alternatif ASEAN-BAC, Maspiyono, Anggota Dewan ASEAN-BAC, Gil Gonzales, Direktur Eksekutif Sekretariat ASEAN-BAC, dan Pandu Sjahrir, Ketua Program Warisan ASEAN-BAC untuk ASEAN QR Code. **