KOLAKA UTARA – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kolaka Utara (Kolut) berhasil menurunkan angka prevalensi stunting dalam rentang waktu tiga tahun terakhir. Terbukti, pada 2021 tercatat 559 kasus stunting di daerah itu. Alhasil angka ini turun menjadi 458 pada 2022, dan terus menyusut menjadi 271 pada 2023.

Untuk itu, Pemkab Kolut memberikan penghargaan kepada semua pihak yang turut serta dalam upaya penanganan masalah kesehatan ini, yang menghasilkan penurunan signifikan angka kasus stunting.

Asisten I Pemkab Kolut, Mukhlis Bachtiar, penurunan tersebut merupakan hasil dari kerja keras dan kerjasama semua pihak terkait. “Hari ini kita memanen hasil kerja kita,” ungkap Mukhlis saat membuka diseminasi pengukuran dan publikasi data stunting di Lasusua, pada Kamis (21/12/2023).

Meskipun demikian sambung Mukhlis penting untuk tetap menjaga kewaspadaan dan konsistensi dalam tindakan pencegahan guna mencegah timbulnya kasus stunting baru pada balita lainnya. Upaya edukasi kepada setiap keluarga diharapkan dapat menjadi langkah penting dalam meminimalisir kemungkinan terjadinya stunting.

Baca Juga:  Atasi Banjir di Titik Rawan, Wali Kota Kendari Bersama Ridwan Bae dan BPJN Tinjau Proyek Drainase

Mukhlis juga menekankan perlunya pendekatan yang merata, tidak hanya fokus pada keluarga berpenghasilan rendah.

“Jangan hanya fokus pada keluarga berpenghasilan rendah karena faktanya di Kecamatan Kodeoha dijumpai balita stunting meski tergolong dari kalangan orang mampu,” tegasnya.

Data menunjukkan bahwa ada tiga kecamatan dengan penurunan prevalensi stunting yang signifikan, seperti Pakue dari 17,8 persen pada 2021 menjadi 2,08 persen pada 2023, Porehu dari 11,9 persen di 2022 menjadi 1,13 persen 2023, dan Kecamatan Watunohu dari 114 persen pada 2022 menjadi 7,5 persen di 2023.

“Namun demikian, terdapat dua kecamatan yang justru mengalami kenaikan prevalensi stunting, yaitu Tolala sebesar 7,14 persen dan Kodeoha 7,14 persen pada saat ini,” terangnya.

Selain kurangnya asupan gizi, beberapa faktor lain yang menjadi determinan stunting pada balita usia 0-59 bulan di wilayah ini adalah kebiasaan merokok di sekitar mereka, ketiadaan kartu kepesertaan JKN, ibu hamil yang mengalami KEK, masalah sanitasi, penyakit penyerta, cacingan, dan ketersediaan air bersih.

Baca Juga:  Kasus Pembakaran Motor di Pelabuhan Lama Ereke Terungkap, 1 Pelaku Ditangkap

Mukhlis menegaskan bahwa upaya edukasi secara berkelanjutan kepada masyarakat sangatlah penting.

“Hal semacam ini butuh pemahaman masyarakat melalui pemberian edukasi yang berkesinambungan. Kami senang melihat hasil positif dari kerja keras kita semua, namun perlu dipertahankan hingga tahun-tahun mendatang,” tambahnya.

Berdasarkan data, pada tahun 2021 terdapat 559 kasus stunting atau sebesar 8,78 persen dari total 6.370 balita yang diukur dari jumlah total 10.955 balita. Melalui upaya penanganan, angka ini berhasil diturunkan menjadi 458 kasus atau 5,56 persen pada tahun 2022. Sementara pada 2023, tercatat 271 kasus atau 3,25 persen dari total balita yang diukur.

“Ini menunjukkan adanya penurunan yang signifikan namun masih memerlukan perhatian serta langkah-langkah preventif lebih lanjut guna menekan angka kasus stunting pada balita di masa mendatang,” pungkas Mukhlis.

**