Festival Potapaki, Gelaran Tradisi Sambut Perantau Pulang di Desa Kulati Wakatobi
WAKATOBI – Desa Kulati yang berada di Kecamatan Tomia Timur, Kabupaten Wakatobi memiliki potensi pariwisata yang begitu besar, baik potensi pariwisata alam, bawah laut, budaya maupun kuliner.
Salah satu yang unik dari desa yang masuk dalam 500 besar Anugrah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2023 ini adalah adanya kegiatan budaya Festival Potapaki yang gelarannya tiap selesai perayaan Hari Raya Idulfitri.
Agenda Festival Potapaki merupakan agenda tiga tahunan yang dimaksudkan untuk menyambut para perantau yang pulang ke desanya.
Potapaki berasal dari kata ‘Tapaki’ yang bermakna bertanya. Kemudian mendapat awalan ‘Po’ yang artinya saling. Potapaki berarti saling bertanya atau bermusyawarah.
Dalam pengertian yang lebih luas, Potapaki bermakna melakukan duduk bersama warga yang memiliki garis keturunan Desa Kulati dalam rangka rembuk untuk membicarakan tentang pembangunan dan masa depan Desa Kulati.
Gelaran terakhir festival ini dilaksanakan pada tahun 2022 lalu, tepatnya 19 April hingga 5 Mei 2023 dengan diisi berbagai rangkaian kegiatan syiar islam, adat budaya, dan seni. Beberapa penampilan seni yang telah ada adalah seni tari, seni suara, dan seni musik.
Seperti atraksi budaya, permainan rakyat, lomba tarian dan kreasi, Honenga massal, Hebatua, Pasombo, Mangalefu-lefu, Kansoda’a, sunatan massal, serta dialog budaya.
Potapaki sendiri digelar pertama kali pada tahun 2006. Bermula dari adanya beberapa tokoh masyarakat setempat yang melihat, sejak Wakatobi masih menjadi bagian dari Kabupaten Buton, Desa Kulati kurang tersentuh dari segi pembangunannya.
Berangkat dari keprihatinan atas desa sendiri dan keinginan untuk membuat desa semakin maju dan berkembang, digelarlah Festival Potapaki pertama pada tahun 2006 itu.
Gelaran Potapaki juga bermakna agar masyarakat perantau memiliki inisiatif untuk pulang ke kampung halamannya dan merasakan suasana masa kecil.
Sehingga, pada setiap tiga tahun, terjadi pula ledakan besar gelombang mudik warga Desa Kulati.
Di tahun 2022, dalam gelaran ke enam, Kepala Desa Kulati, La Ode Burhanudin menyampaikan, jumlah warga perantau dari Kulati yang melakukan mudik lebaran Idulfitri lebih dari lima ratus orang.
Meski digelar dalam skala besar, Potapaki juga sering digelar pada setiap tahunnya di luar agenda pertiga tahun oleh masyarakat setempat untuk dapat mengevaluasi perjalanan singkat kemajuan pembangunan di desa, serta terus mengumpulkan nilai-nilai kearifan lokal yang telah ada.
Potapaki biasa digelar selama hari yang tidak tentu, dimulai dari berjalannya bulan ramadhan. Namun, jika dihitung dari hari raya idul fitri, maka Potapaki ini digelar selama tiga hari.
Dilaksanakan berhari-hari, tujuannya agar selain melakukan rembuk bersama, masyarakat Desa Kulati bisa menampilkan berbagai macam kearifan lokalnya.
Digelar pula beberapa permainan dan tradisi setempat yang diperankan oleh anak-anak. Permainan yang dimainkan adalah permainan-permainan rakyat dan tradisi lokal yang sedari dahulu sering dimainkan oleh anak-anak.
Dengan permainan yang diperankan anak-anak, orang dewasa dan para perantau khususnya akan bernostalgia tentang masa kecil mereka.
Orang dewasa dan para perantau yang pulang kampung juga ikut terlibat dalam peran sebagai pemain dalam acara tersebut.
Mereka biasanya melakukan pekerjaan sehari-hari yang biasa dilakukan oleh orang-orang setempat sejak dulu, diantaranya adalah Honenga, Hebatu, dan lain-lain.
Masih dalam rangkaian acara ini, dihadirkan pula beberapa kerajinan rakyat masyarakat Kulati sebagai penunjang ajang wisata.
Pada puncaknya, hari terakhir rangkaian Gestival Potapaki adalah musyawarah masyarakat membicarakan masa depan dan pembangunan Desa Kulati ke depannya.
Potapaki yang dilakukan dengan prosesi budaya dan mengenakan pakaian adat setempat, menjadi ciri tersendiri dalam tradisi lisan warga Kulati.
Dengan menggunakan bahasa daerah, sajak-sajak dan nada yang beradab, membuat yang mendengarkan percakapan potapaki menjadi sangat tenang.
Saat melakukan musyawarah, Ketua Perantau yang berasal dari Desa Kulati bertapaki/bertanya kepada tokoh masyarakat tentang apa yang perlu dilakukan atau dibangun.
Selain itu juga memberikan gambaran masukan menurut para perantau apa yang menjadi prioritas yang akan mereka lakukan.
Setelah mendengarkan pertanyaan dan pernyataan dari tokoh perantau, tokoh masyarakat desa Kulati yang telah dituakan memberikan tanggapan dan masukannya.
Proses tersebut terus berjalan hingga diperoleh kesepakatan, lalu diumumkan kepada seluruh warga desa.
Tinggalkan Balasan