JAKARTA – Permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilkada Buton Tengah (Buteng) 2024 ditolak seluruhnya oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Dilansir dari situs mkri.id, putusan tersebut dibacakan pada Senin (24/2/2025) di Ruang Sidang Pleno Gedung I MK, dipimpin Ketua MK Suhartoyo serta delapan Hakim MK lainnya.

Perkara Nomor 04/PHPU.BUP-XXIII/2025 ini dimohonkan oleh pasangan calon (Paslon) Bupati dan Wakil Bupati Buteng nomor urut 2, La Andi-Abidin.

Sebagai termohon yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Buteng. Sedangkan paslon Bupati dan Wakil Bupati nomor urut 1, Azhari-Muhammad Adam Basan menjadi pihak terkait.

“Mengadili, dalam pokok permohonan: Menolak permohonan untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo.

Dalam persidangan, Majelis Hakim Konstitusi menyatakan seluruh dalil permohonan tidak beralasan menurut hukum.

Termasuk diantaranya, soal status Azhari sebagai Dosen Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Dalil pemohon dinilai tidak beralasan hukum sebab melandaskan pada Pasal 69 ayat (1) Peraturan KPU 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota.

Ketentuan tersebut mensyaratkan penyampaian keputusan pemberhentian sebagai PNS paling lambat 30 hari sebelum hari pemungutan suara.

Namun menurut Mahkamah, ketentuan tersebut sudah tidak berlaku karena dicabut dengan Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2024 tentang Pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota.

Dalam ketentuan yang berlaku, tidak terdapat adanya jangka waktu yang disyaratkan bagi pendaftar agar menyampaikan Keputusan Pemberhentian sebagai PNS.

Pasal 26 ayat (2) PKPU 8 Tahun 2024 justru membuka kesempatan bagi pendaftar yang belum memperoleh keputusan pemberhentian agar cukup menyerahkan surat tanda terima dari pejabat yang berwenang dan surat keterangan bahwa pernyataan pengunduran dini sedang diproses oleh pejabat yang berwenang.

Terlebih dalam perkara ini, pemberhentian Azhari sebagai PNS telah disahkan dengan terbitnya Surat Keputusan (SK) Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Republik Indonesia tentang pemberhentian dengan hormat sebagai PNS bertanggal 31 Oktober 2024.

SK tersebut kemudian diperbaiki dengan Surat Keputusan Pemberhentian dengan hormat sebagai PNS pada 15 November 2024.

Surat pemberhentian tersebut terbit sebelum pelaksanaan Pemilihan Bupati dan WAkil Bupati Buton Tengah pada 27 November 2024.

“Dengan demikian, menurut Mahkamah, dalil Pemohon a quo, tidak beralasan menurut hukum,” ujar Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah saat membacakan pertimbangan putusan.

Dalil Pemilih Pendatang Tak Terbukti

Mahkamah juga menolak dalil permohonan berkaitan dengan pemilih pendatang yang terdata sebagai daftar pemilih tetap (DPT).

Diantara yang dipersoalkan pemohon, adanya pemilih bernama Wa Alumiya dan La Insele yang terdaftar sebagai DPT di TPS 04 Kelurahan Boneoge.

Menurut pemohon, kedua pemilih tersebut tidak berhak menggunakan hak pilih dalam Pilkada Buteng karena hanya menggunakan Kartu Keluarga (KK) sebagai acuan.

Namun Mahkamah menilai bahwa penggunaan KK sebagai acuan pengecekan identitas sudah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

“Sehingga secara substantif berhak untuk memilih di TPS 04 Kelurahan Boneoge serta tidak terbukti melanggar unsur keadaan tertentu yang mengakibatkan pemungutan suara ulang sebagaimana tercantum dalam pasal 50 PKPU Nomor 17 Tahun 2024,” ujar Hakim Guntur.

Sebelumnya dalam pokok permohonan yang disampaikan pada Sidang Pemeriksaan Pendahuluan di MK, Selasa (14/1/2024) lalu, pemohon mendalilkan sejumlah hal terkait kelalaian penyelenggara.

Mulai berkaitan dengan pencoblosan oleh orang yang tidak berhak, surat suara rusak, dan rekapitulasi tidak sesuai aturan.

Selain itu, termohon juga disebut-sebut mesti mendiskualifikasi pihak terkait karena berstatus sebagai Dosen PNS.

Dalam petitumnya, pemohon meminta agar Majelis Hakim Konstitusi membatalkan Keputusan KPU Buteng tentang Penetapan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Buteng dan mendiskualifikasi pihak terkait dan memerintahkan KPU setempat untuk melakukan pemungutan suara ulang.

**