Banyak yang tidak mengetahui, salah satu Pejabat Eselon II Pemprov, yang kini sudah dilantik sebagai Pj Bupati pernah tersandung kasus penyelewengan anggaran. Kasus penyalahgunaan anggaran yang menyeret namanya, mencuat pertama kali ketika muncul gelombang protes keras.

Protes atas honor bawahannya lingkup gugus satgas Covid saat itu, tak kunjung dibayarkan beberapa bulan. Protes tersebut menjadi terbukanya kran kejahatannya pada sub penyalahgunaan anggaran.

Singkat cerita, Polda melakukan penyelidikan, dan mencium aroma penyelewengan anggaran. Untuk memastikan kecurigaan tersebut, Dirkrimsus Polda meminta pihak inspektorat untuk melakukan audit.

Benar saja, kecurigaan pihak Kepolisian berbuah menjadi fakta. Hasil audit inspektorat menemukan adanya penyelewengan anggaran yang mencapai ratusan juta. Kasus tersebut berakhir melalui proses pengembalian.

Katanya, merujuk pada Undang-Undang (UU) nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Dalil kepolisian). Ia diberikan waktu selama 60 hari mengembalikan uang negara, temuan inspektorat tersebut.

Meski kabarnya sudah dikembalikan, namun apa yang ia lakukan menjadi catatan buruk dan mesti menjadi perhatian. Apapun alasannya, apa yang ia lakukan tetaplah kejahatan yang berpotensi merugikan negara.

Lalu muncul pertanyaan, atas dasar apa pejabat tersebut masuk dalam usulan Gubernur ke Kemendagri yang jelas-jelas rekam jejaknya pernah mencederai tatanan pemerintahan.

Dan kemudian atas dasar apa pula Tim Penilai Akhir (TPA) bentukan Presiden yang terdiri dari Kemendagri, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kementerian Sekretariat Negara, Badan Kepegawaian Negara, serta Badan Intelijen Negara, bisa meluluskan orang tersebut ?

Ironi, tapi inilah realita pemerintahan di negeri wakanda.

Penulis: Muhammad Akbar Ali

 

*) Tulisan ini sepenuhnya pendapat/opini penulis dan sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.