KENDARI – Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum KLHK) Wilayah Sulawesi mengungkap kasus tindak pidana lingkungan hidup dan kehutanan yang terjadi di Desa Oko-Oko, Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara (Sultra) pada Senin (13/11/2023).

Dalam kasus penambangan nikel secara ilegal yang merusak lingkungan hingga merugikan negara tersebut ditetapkan dua orang tersangka yakni LM (28) selaku Direktur PT AG serta AA (26) selaku Komisaris PT AG.

Keduanya saat ini ditahan oleh penyidik Balai Gakkum LHK Wilayah Sulawesi dan dititipkan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas 2A Kendari.

Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani mengatakan selain dua tersangka pihaknya juga mengamankan barang bukti sebanyak 17 unit alat berat berupa Excavator PC 200 dan dititipkan di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) Kelas I Kendari.

“Penindakan tegas harus dilakukan kepada kedua tersangka. Harus dihukum maksimal. Karena kedua tersangka mencari kentungan finansial dengan mengorbankan lingkungan hidup serta merugikan negara. Apa yang dilakukan kedua, tersangka ini merupakan kejahatan serius. Kami akan menindak kedua tersangka dengan pidana berlapis,” ungkap Rasio

Sementara itu, Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi, Aswin Bangun mengatakan penanganan kasus tambang ilegal ini bermula dari adanya laporan masyarakat tentang adanya kegiatan penambangan nikel ilegal yang diduga tidak memiliki izin.

“Kami yang mendapat informasi tersebut, membentuk Tim Operasi Penyelamatan SDA untuk menindaklanjuti laporan masyarakat tersebut,” ujar Aswin.

Tim lalu menemukan adanya kegiatan penambangan dengan menggunakan alat berat Excavator.

Selanjutnya tim melakukan pengamanan barang bukti, pengambilan keterangan terhadap Operator Excavator, Pengawas Lapangan dan Kepala Dusun II Lowani Desa Oko-Oko serta melakukan pemasangan plang segel (Penghentian Pelanggaran Tertentu) di lokasi penambangan illegal seluas 23,84 Ha yang dilakukan oleh PT AG.

“Kami lalu melakukan pemerikasaan. Dari hasil pemeriksaan oleh penyidik Gakkum KLHK wilayah kami menangkap dan jadikan sebagai tersangka yaitu penanggung jawab kegiatan penambangan tersebut adalah LM (28) Direktur PT AG sedangkan AA (26) dan Komisaris PT AG diduga turut serta terlibat membantu kegiatan pertambangan tersebut,” imbuhnya.

“Kedua orang tersebut telah melakukan penambangan tanpa dilengkapi Izin Usaha Penambangan (IUP), Perizinan Berusaha Bidang Lingkungan Hidup dan Dokumen Lingkungan Hidup (AMDAL),” bebernya.

Di tempat yang sama, PIt Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan (PPH) Ditjen Gakkum KLHK, Sustyo Iriyono menegaskan pihaknya akan terus mengembangkan kasus tersebut guna mengungkap kemungkinan adanya pelaku lain yang terlibat termasuk koorporasi.

“Kami sudah mendapatkan perintah dari Ditjen Gakkum KLHK untuk mendalami penerapan penyidikan TPPU dan penyidikan bersama dalam penanganan kasus tambang ilegal ini. Kami akan segera berkoordinasi dengan penyidik-penyidik lainnya sehingga para pelaku dapat dihukum seberat-beratnya agar ada efek jera,” tegas Sustyo.

Sustyo juga mengapresiasi dukungan para pihak seperti Brimob dan Direskrimsus Polda, Kejati, Rupbasan Kelas I Kendari dan masyarakat.

Dia menambahkan, penyidik menjerat kedua tersangka dengan Pasal 98 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) Jo Pasal 55 avat (1) ke-1 KUHP, dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 dan paling banyak Rp10.000.000.000,00.

Selain itu, penyidik KLHK juga telah menyiapkan pidana tambahan berupa perampasan keuntungan dan perbaikan akibat tindak pidana serta pengenaan tindak pidana pencucian uang.

***