Penguatan Kesehatan Reproduksi dan Penanggulangan Stunting
KENDARI – Dinas Perpustakaan dan Arsip Kota Kendari bersama Bunda Literasi Kota Kendari Ira Willis Kesumadoty kembali melanjutkan Roadshow di Kelurahan Benu-benua Kecamatan Kendari Barat, pada Senin (26/2/2024).
Kali ini, dalam roadshow tersebut berbagi pengetahuan tentang edukasi kesehatan reproduksi untuk penanggulangan stunting.
Bunda Literasi Kota Kendari Ira Willis Kesumadoty mengakui angka stunting di Kota Kendari paling rendah di Sulawesi Tenggara, namun sebagai ibu kota, Pemerintah Kota Kendari menginginkan tidak ada lagi warga yang kekurangan gizi dan gangguan pertumbuhan.
Menurutnya, persoalan ini bukan hanya disebabkan oleh faktor tingkat kemiskinan atau ekonomi namun juga salah satunya disebabkan kurangnya literasi pada masyarakat.
“Untuk menanggulangi dampak stunting agar tidak semakin meningkat, maka dibutuhkan komitmen dan komunikasi perubahan perilaku, peningkatan konvergensi intervensi spesifik dan intervensi sensitif yang dilakukan oleh seluruh stakeholder, tidak hanya oleh pemerintah, tetapi seluruh elemen masyarakat termasuk oleh pihak akademisi di perguruan tinggi,” ucapnya, dikutip dari kendarikota.go.id.
Pj Ketua TP PKK Kota Kendari ini berharap, melalui edukasi kesehatan reproduksi terutama untuk remaja, perempuan dan calon pengantin (catin), dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat, sehingga terjadi perubahan perilaku.
Dalam Program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial (TPBIS) ini, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Kendari, menghadirkan akademisi Universitas Halu Oleo (UHO) Dr. Sartia Yusran.
Melalui presentasenya, pakar kesehatan reproduksi ini menggambarkan akar penyebab stunting, salah satunya pernikahan dini. Biasanya pernikahan dini atau cinta terlarang ini terjadi karena pemahaman atau pondasi yang rapuh pada remaja. Sangat sering dari mereka tidak memiliki pengetahuan tentang pendidikan reproduksi sehingga terjadi pernikahan dini.
Jika sudah terjadi, maka untuk menutupi malu seorang remaja yang mengandung tidak akan memeriksakan kehamilannya.
“Seharusnya minimal 4 kali memeriksakan tapi sekarang sudah ada programnya sudah menjadi 6 kali pemeriksaan kehamilan,” katanya.
Sambung dia, jika sejak dini anak atau remaja diberikan pemahaman tentang pendidikan reproduksi, bisa meminimalisir sejumlah persoalan termasuk stunting. Sebab jika para remaja tahu berhubungan badan di bawah usia 19 tahun akan menyebabkan potensi penyakit cancer di usia 40 tahun mereka pasti akan berfikir berkali-kali untuk melakukannya.
Selain itu edukasi anak tentang pola makanan sehat juga sangat perlu dilakukan, sehingga mereka akan terbiasa mengkonsumsi makanan sehat. Sedangkan bagi remaja putri juga terhindar dari penyakit kekurangan darah atau anemia.
“Butuh peran banyak pihak, utamanya keluarga dalam memberikan penguatan pada anak sehingga mereka tidak menjadi generasi strawberry dimana penampilan tampak indah atau molek namun rapuh,” pungkas Sartia Yusran.
**
Tinggalkan Balasan