BAUBAU – Hasil SKI 2023 menunjukkan trend angka stunting yang cenderung menanjak hampir di seluruh Indonesia, baik di level provinsi, maupun kabupaten/Kota.

Pasalnya, agka nasional hanya turun 0,1% dari 21,6% (SSGI, 2022) ke 21,5% (SKI, 2023), khusus untuk provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), angka stunting mengalami kenaikan dari 27,7% (SSGI, 2022) menjadi 30% (SKI, 2023). Praktis hanya 6 kabupaten/kota yang mengalami penurunan angka stunting. Yaitu, Kabupaten Muna, Muna Barat, Konawe, Konawe Kepulauan, Bombana dan Buton Tengah.

Sementara untuk Kota Baubau mengalami kenaikan dari 26% (SSGI, 2022) menjadi 29,7% (SKI, 2023).

Kepala Dinas Kesehatan Kota Baubau dr Lukman, Sp.PD yang dikonfirmasi Jumat (26/07/2024), membenarkan hal tersebut. Dia menjelaskan point utama dalam penetapan presentase stunting suatu daerah adalah persentase total balita (0-59 bln) yang diskrining. Sebelum Bulan juni 2024 angka stunting fluktuatif diangka Plus minus 8%, dengan total balita yang diukur adalah kurang dari 75%, namun di Juni 2024 adalah 9%. Perlu diingat bahwa di Juni dilakukan Intervensi Serentak Pencegahan Stunting (ISPS) dimana total balita yang diukur sampai 95,65%.

Baca Juga:  Persiapan Penilaian Kota Sehat, Pemkot Baubau Matangkan Penyusunan Dokumen

“Dengan kata lain angka stunting naik karena angka balita yang diskrining/diukur juga mengalami kenaikan yang signifikan,” jelasnya, dikutip dari laman PPID Baubau.

Dia mengatakan, selama ini banyak sasaran balita yang tidak ke terskrining karena tidak ke Posyandu. Angka target Nasional Stunting sesuai RPJMN 2019-2024 adalah maksimal 14% dan angka stunting Kota Baubau saat ini masih jauh dibawah itu, artinya masih sesuai target nasional, sehingga tidak dapat dikatakan bahwa Pemerintah Kota Baubau saat ini dianggap gagal menangani persoalan Stunting.

“Hal yang dilakukan ke depan adalah balita dengan masalah Gizi (BB tidak naik, BB kurang, Gizi Kurang) yanga rawan dijaga agar jangan menjadi Balita Stunting baru. Di lain sisi Balita Stunting diintervensi agar keluar dari status stunting,” terangnya.

Lukman menambahkan, hal yang dilakukan melalui Aksi Konvergensi dalam bentuk Intervensi Spesifik dan Sensitif. Misalnya Pemberian PMT lokal sebagai edukasi gizi balita sesuai status gizinya masing-masing, tata laksana penyakit penyerta, Rujukan stunting dan tatalaksanan dengan PKMK dan PKGK, edukasi gizi serta stimulasi deteksi dan intervensi deteksi tumbuh kembang balita di Posyandu yang disertai dengan perluasan kunjungan balita di terskrining di Posyandu.

Baca Juga:  Pokja PKP Baubau Diminta Kawal Sejumlah Isu Perumahan dan Kawasan Pemukiman

Untuk diketahui, angka Balita Stunting yang tampak pada data adalah hasil pengukuran berdasarkan kunjungan balita (0-59 bulan) di Posyandu dengan indikator Tinggi Badan/Panjang Badan terhadap umur. Data tersebut bersumber dari lap E-PPGBM Pusk yang merupakan data mentah yang perlu ditegakkan kepastiannya melalui rujukan dan diagnosa dokter.

Secara umum banyak faktor yang mempengaruhi kenaikan berat badan balita dan penambahan tinggi/panjang badan Balita. Salah satunya tergantung pada kondisi saat pengukuran dilakukan, misalnya ada tidaknya penyakit yang diderita saat itu, penyimpangan pengukuran, misalnya bayi dalam kondisi menangis/tidak nyaman/berontak dan lain lain. Maka hasilnya akan beda dengan bayi dalam keadaan tenang, dan lain lain. Oleh karena itu kondisi hasil pengukuran bayi akan sangat bervariasi, dari bulan ke bulan dan hampir di semua pengukuran dan penetapan balita stunting data kumulasinya pasti fluktuatif.

**