Profesionalisme dan Objektifitas Auditor dalam Ketetapan Pemberian Opini: Refleksi Kasus PT Wanaartha Life
HaloSultra.com – Auditor sebagai pihak yang dipercaya oleh publik yang akan memeriksa laporan keuangan lalu mengeluarkan sebuah pernyataan.
Auditor diberikan kepercayaan yang besar dari para pemangku kepentingan atas laporan keuangan yang disampaikan oleh sebuah entitas perusahaan.
Inilah yang akhirnya mewajibkan auditor menjaga kualitas audit yang dihasilkannya. walaupun pertanyaan besar dari para pemangku kepentingan (baca: eksternal) tentang kualitas audit yang dihasilkan oleh auditor, dikarnakan banyak skandal yang melibatkan auditor.
Ada banyak masalah tentang etika profesi auditor yang menyebutkan auditor melakukan fraud dalam memeriksa laporan keuangan perusahaan.
Hal ini biasanya dikarenakan adanya tekanan psikologis yang diterima oleh auditor, munculnya kekhawatiran akuntan apabila tidak memberikan pendapat yang positif maka diperiode yang akan di depan tidak akan menggunakan kembali jasanya, karena meskipun Kantor Akuntan Publik independen tetapi perusahaan yang membayar jasanya.
Misalnya kasus yang terbaru pada tahun 2023 akhir Februari lalu Kementerian Keuangan membekukan izin Akuntan Publik Nunu Nurdiyaman mulai 28 Februari 2023 sampai 30 Mei 2024 melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 61/KM.1/2023 tanggal 31 Januari 2023 tentang Sanksi Pembekuan Izin Kepada Akuntan Publik Nunu Nurdiyaman.
Dengan sanksi tersebut, KAP Nunu Nurdiyaman dilarang memberikan jasa asurans dan non-asurans sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik.
Jasa asurans itu meliputi jasa audit atas laporan keuangan, jasa reviu, dan jasa asurans lainnya. Sedangkan, jasa non asurans meliputi jasa selain asurans yang berkaitan dengan akuntansi, keuangan, dan manajemen sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Manipulasi Laporan Keuangan vs Ketepatan Pemberian Opini Audit
Sebagaimana diketahui, Wanaartha menggunakan jasa KAP Crowe Indonesia untuk periode tahun buku 2014 sampai dengan 2019. Regulator memang belum membeberkan secara rinci poin apa saja yang dilanggar oleh KAP tersebut sehingga harus dicabut izin terdaftarnya.
Pada laporan keuangan tahun 2019, OJK menemukan adanya praktik manipulasi yang dilakukan Wanaartha Life. Berdasarkan hasil laporan keuangan yang telah diaudit, OJK menemukan ada polis yang tidak dicatat dalam laporan kewajiban senilai Rp12,1 triliun.
Kewajiban perusahaan awalnya terlihat normal dengan kewajiban sebesar Rp3,7 triliun, aset Rp4,7 triliun, dan ekuitas sebesar Rp 977 miliar. Akan tetapi, ternyata ini manipulasi pihak Wanaartha. pembukuan keuangan Wanaartha Life telah diaudit. Namun kantor akuntan publik menyatakan ada polis yang tidak tercatat.
“Saat dimasukan dalam catatan laporan keuangan perusahaan, maka liabilitas atau kewajiban pada 2020 meningkat menjadi Rp15,84 triliun. Ini naik sekitar Rp 12,1 triliun,” (ket : sumber OJK).
Tingginya selisih antara kewajiban dan aset ini adalah akumulasi kerugian akibat penjualan produk sejenis saving plan. Pada 2018, OJK sudah memerintahkan Wanaartha menghentikan pemasaran produk tersebut.
Wanaartha menjual produk dengan imbal hasil pasti yang tidak diimbangi kemampuan perusahaan mendapatkan hasil dari pengelolaan investasinya. Inilah yang membuat Wanaartha merekayasa laporan keuangan yang disampaikan kepada OJK.
Pihak OJK menyatakan Jenly Hendrawan dinilai tidak memiliki kompetensi dan pengetahuan yang dibutuhkan sebagai syarat untuk menjadi Akuntan Publik yang memberikan jasa di sektor jasa keuangan, yakni sebagaimana dimaksud Pasal 3 POJK 13 Tahun 2017 karena turut menjadi pihak yang menyebabkan terjadinya pelanggaran yang dilakukan oleh AP Nunu Nurdiyaman.
Dalam kasus ini akuntan independen yang mengaudit laporan keuangan KAP Kosasih, Nurdiyaman, Mulyadi Tjahjo dan Rekan seharusnya dapat mengetahui kecurangan tersebut karena nilainya sangat material.
Dari kasus terbaru ini bisa jadi berhubungan dengan objektivitas seorang auditor dalam melaksanakan kegiatan prakteknya. Prinsip obyektifitas mengharuskan auditor dan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain (Mulyadi, 2002).
Lebih lanjut (Mulyadi, 2002) menjelaskan, dalam menghadapi situasi dan praktik yang secara spesifik berhubungan dengan aturan etika sehubungan dengan obyektifitas, yang harus cukup dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
- Adakalanya auditor dihadapkan kepada situasi yang memungkinkan mereka menerima tekanan-tekanan yang diberikan kepadanya. Tekanan ini dapat mengganggu obyektifitasnya.
- Adakalanya tidak praktis untuk menyatakan dan menggambarkan semua situasi di mana tekanan-tekanan mungkin terjadi. ukuran kewajaran harus digunakan dalam menentukan standar untuk mengidentifikasi hubungan yang mungkin atau kelihatan dapat merusak obyektifitas.
- Hubungan-hubungan yang memungkinkan prasangka, bias atau pengaruh lainnya untuk melanggar obyektifitas harus dihindari.
- Memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa orang-orang yang terlibat dalam pemberian jasa professional mematuhi prinsip obyektifitas.
- Tidak boleh menerima atau menawarkan hadiah atau entertainment yang dipercaya dapat menimbulkan pengaruh yang tidak pantas terhadap pertimbangan professional mereka atau terhadap orang-orang yang berhubungan dengan mereka, dan harus menghindari situasi-situasi yang dapat membuat posisi professional mereka ternoda.
Ketepatan Pemberian Opini Audit
Menurut Adam (2011: 23), ketepatan (akurasi) adalah kesamaan atau kedekatan suatu hasil pengukuran dengan angka atau data yang sebenarnya (true value / correct result ). Menurut Rahmat (2005-2012) dalam deva (2010: 39), ketepatan (akurasi) yaitu Informasi harus bebas dari kesalahan-kesalahan dan tidak bias atau menyesatkan.
Ketepatan juga berarti informasi harus jelas mencerminkan maksudnya. Informasi harus akurat karena dari sumber informasi sampai kepenerima informasi kemungkinan banyak terjadi gangguan (noise) yang dapat berubah atau merusak informasi tersebut.
“Berdasarkan pemeriksaan, AP dan KAP dimaksud tidak dapat menemukan adanya indikasi manipulasi laporan keuangan, terutama tidak melaporkan peningkatan produksi dari produk asuransi sejenis saving plan yang berisiko tinggi yang dilakukan oleh pemegang saham, direksi, dan dewan komisaris [Wanaartha Life],” jelasnya.
OJK menilai hal tersebut membuat seolah-olah kondisi keuangan dan tingkat kesehatan Wanaartha Life masih memenuhi tingkat kesehatan yang berlaku, sehingga pemegang polis tetap membeli produk Wanaartha Life yang menjanjikan return yang cukup tinggi tanpa memperhatikan tingkat risikonya.
Pada akhir pemeriksaannya, dalam suatu pemeriksaan umum (general audit), KAP akan memberikan suatu laporan akuntan yang terdiri dari lembaran opini dan Laporan keuangan yang melingkupinya. Laporan opini yang telah dikeluarkan oleh auditor dan KAP seolah memberikan opini yang baik tetapi informasi masih menyesatkan kepada para pengguna laporan keuangan perusahaan.
Refleksi kasus ini memberikan pelajaran besar bagi Kantor Akuntan publik dan Auditor bahwa perlunya sikap profesional dan objektifitas dalam laporan audit sehingga memperoleh dan mengembalikan kepercayaan kuat kembali ditengah masyarakat khususnya masyarakat dunia usaha, kasus ini juga memberikan pelajaran kepada OJK selaku pengawas di Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) terus memperkuat pengawasan terhadap profesi lembaga penunjang, pengawasan baik dan terus menerus menjadi perhatian untuk lembaga penunjang dimasa depan.
Penulis:
Abdul Syukur
Mahasiswa Magister Akuntansi FEB UNRAM
Tulisan ini adalah kiriman dari pembaca, isi dalam tulisan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.
Tinggalkan Balasan