KENDARI – Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) melaporkan 29 korporasi perihal dugaan korupsi dankejahatan lingkungan ke Kejaksaan Agung (Kejagung RI). 5 perusahaan diantaranya berasal dari Sulawesi Tenggara (Sultra).

“Sebanyak 29 perusahaan ini berada di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah,” ujar Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Eksekutif Nasional Uli Arta Siagaan di Kejagung, Kamis (3/6/2020).

Puluhan perusahaan yang dilaporkan itu, kata Uli, diantaranya bergerak di sektor tambang nikel, perkebunan sawit, izin pertambangan galian, tambang emas, pembangkit listrik hingga real estate untuk bisnis perumahan.

Dari hitungan Walhi, 29 perusahaan itu telah merugikan negara sebanyak Rp 200 triliun, yang terdiri dari kerugian aktivitas ilegal pengerukan nikel, pembongkaran hutan dan kerusakan lingkungan.

Baca Juga:  Tinjau Kondisi Bayi Stunting dan TB Paru di RSUD, Wali Kota Kendari Serahkan Bantuan

Dalam dokumen laporan Walhi, 5 perusahaan dari wilayah Sultra itu beroperasi di sektor pertambangan nikel.

Sektor ini selama beberapa tahun terakhir memang mengalami lonjakan aktivitas sebagai akibat dari tingginya permintaan global terhadap bahan baku baterai kendaraan listrik.

Namun di sisi lain, ekspansi pertambangan nikel justru memperbesar ancaman terhadap ekosistem hutan, aliran sungai, pesisir, dan sumber kehidupan masyarakat lokal.

Walhi menyoroti bahwa beberapa perusahaan melakukan kegiatan tanpa izin lingkungan lengkap, merusak hutan lindung, membuang limbah ke perairan, serta menimbulkan dampak sosial terhadap komunitas adat di wilayah operasi mereka.

“Alih-alih menjadi jalan transisi energi hijau, pertambangan nikel yang tidak terkendali justru menciptakan bencana ekologis baru,” ujar Walhi dalam dokumen laporannya dikutip WartaKini.

Baca Juga:  Andi Sumangerukka Datangi Komisi Pemberantasan Korupsi

Dengan dilayangkannya laporan ini, Walhi mendesak Kejagung RI untuk segera menindaklanjuti aduan tersebut dengan penyelidikan dan penuntutan hukum yang tegas.

Organisasi ini menekankan pentingnya peran kejaksaan sebagai pengacara negara dalam perkara lingkungan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

“Kami berharap Kejagung tidak berhenti hanya menerima laporan, tetapi juga membuktikan keberpihakan pada perlindungan lingkungan dan keadilan ekologis. Ini ujian bagi penegakan hukum lingkungan kita,” tegasnya.

Tak hanya itu, Walhi juga mengimbau aparat penegak hukum lainnya—termasuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Polri—untuk ikut serta dalam mengawasi dan mendalami keterlibatan para korporasi dalam praktik yang berpotensi melanggar hukum.

**