KENDARI – Tempat usaha yang ada di Sulawesi Tenggara (Sultra) yang memanfaatkan musik dalam usahanya diimbau untuk membayar royalti hak cipta kepada Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).

Hal tersebut disampaikan dalam sosialisasi hak cipta berkaitan dengan dunia usaha oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Kasubdit 1 Indagsi, dan LMKN serta Wahana Musik Indonesia (WAMI) di salah satu hotel di Kota Kendari, Jumat (6/10/2023).

Kegiatan sosialisasi itu dihadiri oleh beberapa anggota yang tergabung dalam Asosiasi Rumah Makan, Refleksi, Bioskop, Karaoke, Warkop, dan Pub (Arokap) Kota Kendari.

Pelaksana Harian (Plh) LMKN, Budi Yuniawan mengatakan sosialisasi tersebut dilakukan agar ada kesadaran hukum untuk membayar royalti karena setiap musik yang didengarkan mempunyai hak cipta.

“Kami harapkan dengan adanya sosialisasi ini, semua bisa teratasi lah. Artinya mereka juga kan kemungkinan kemarin-kemarin itu kurang paham. Jadi melalui sosialisasi ini kita bisa memberitahukan informasi sejelas-jelasnya kepada mereka,” kata Budi saat ditemui di lokasi kegiatan.

Tak hanya itu, lanjut dia, pihaknya selalu melakukan sosialisasi dan edukasi kepada para pengguna musik, khususnya yang berada di daerah-daerah.

Menurutnya, ketaatan pembayaran royalti tersebut telah tertera dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Dimana di dalamnya ada penjelasan mengenai mengapa harus membayar royalti.

“Sanksinya tertera pada pasal 113 yang salah satu bunyinya bahwa seseorang yang tanpa hak atau tanpa izin dari pencipta atau pemegang hak cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi pencipta sebagaimana diatur dalam pasal 9 ayat 1 huruf a, huruf b, huruf e, dan huruf g untuk penggunaan komersial dapat dihukum penjara maksimal 4 tahun atau denda maksimal Rp1 miliar,” ungkapnya.

Sementara itu, Ketua AROKAP Kota Kendari, Amran menyampaikan setelah pemaparan dan sosialisasi tersebut, pihaknya mempunyai berkewajiban menyebarluaskan informasi kepada para pengguna lisensi musik se-Sultra.

“Persoalan pembayarannya mereka langsung ke LMKN, dan di surat-surat yang saya lampirkan kepada mereka itu dan yang sudah saya sampaikan, alhamdulillah mereka sudah terima, di situ ada nomor telepon dan emailnya langsung ke LMKN. Komunikasi langsung saja,” kata Amran yang juga ditunjuk sebagai petugas WAMI untuk perwakilan Provinsi Sultra.

Untuk diketahui, dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014, lagu dan musik termasuk dalam ciptaan yang dilindungi hak ciptanya. Ada hak moral dan hak ekonomi pencipta atau pemegang hak cipta, termasuk royalti, yang harus dipenuhi.

Untuk memberikan perlindungan dan kepastian hak ekonomi kepada pencipta, pemegang hak cipta dan pemilik hak terkait atas lagu dan musik, serta orang yang menggunakannya secara komersial, ditetapkanlah PP Nomor 56 Tahun 2001. Pasal 3 Ayat 1 PP ini berbunyi, “Setiap orang dapat melakukan penggunaan secara komersial lagu dan/atau musik dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial dengan membayar royalti kepada pencipta, pemegang hak cipta dan/atau pemilik hak terkait melalui LMKN.”

LMKN memiliki kewenangan untuk menarik, menghimpun dan mendistribusikan royalti. Lembaga bantu pemerintah non-APBN ini berperan besar dalam mengelola kepentingan hak ekonomi pencipta dan pemilik hak terkait di bidang lagu dan musik.

Adapun layanan publik yang bersifat komersial meliputi:

  • Seminar dan konferensi komersial.
  • Restoran, kafe, pub, bar, bistro, kelab malam, dan diskotek.
  • Konser musik.
  • Pesawat udara, bus, kereta api, dan kapal laut.
  • Pameran dan bazar.
  • Bioskop.
  • Nada tunggu telepon.
  • Bank dan kantor.
  • Pertokoan.
  • Pusat rekreasi.
  • Lembaga penyiaran televisi.
  • Lembaga penyiaran radio.
  • Hotel, kamar hotel, dan fasilitas hotel.
  • Usaha karaoke.

**