KOLAKA UTARA – Aktifitas pertambangan PT Mulia Makmur Perkasa (PT MMP) di Kolaka Utara (Kolut), Sulawesi Tenggara (Sultra) diduga menjalankan praktik pertambangan dengan segudang pelanggaran.

Untuk diketahui, PT MMP merupakan perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Desa Patikala, Kecamatan Tolala, Kolut dengan luas areal konsesi mencapai 2.450 hektare berdasarkan SK Nomor 540/156 Tahun 2009.

Laporan dari Forum Mahasiswa Sultra Jakarta, PT MMP diduga melakukan pengangkutan ore nikel tanpa izin Terminal Khusus (Tersus) atau Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS).

Hal itu juga dikuatkan dengan penelusuran dokumen perizinan di portal Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menunjukkan tidak terdaftarnya izin Tersus maupun TUKS atas nama PT MMP.

Padahal, aktivitas pengangkutan mineral nikel dari wilayah operasi perusahaan telah berlangsung lama.

“Ini bukan sekadar kelalaian administratif. Ini dugaan pelanggaran pidana yang bisa merugikan negara dan lingkungan,” tegas Presidium Forum Mahasiswa Sultra Jakarta, Abdi Aditya dalam keterangan persnya, Minggu (7/7/2025).

Baca Juga:  Dikelola BUMDes, Desa Patowonua Kolaka Utara Kini Miliki Usaha Ayam Petelur

Dugaan praktik ilegal lainnya adalah PT MMP terindikasi telah memproduksi dan mengapalkan ore nikel sebelum persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) diterbitkan oleh Kementerian ESDM.

Persetujuan RKAB dari Dirjen Minerba Kementerian ESDM melalui surat Nomor T-581/MB.04/DJB.M/2025 baru dikeluarkan pada 16 April 2025.

Padahal, sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 Tahun 2023, setiap perusahaan tambang dilarang melakukan kegiatan operasi produksi tanpa terlebih dahulu mendapatkan persetujuan RKAB. Dengan kata lain, ore nikel yang diproduksi dan dikapalkan sebelum tanggal tersebut patut diduga merupakan hasil kegiatan ilegal.

“Kami mencium aroma pelanggaran sistematis di balik RKAB PT MMP. Produksi sebelum persetujuan RKAB bukan hanya pelanggaran administratif, tapi berpotensi menjadi pidana pertambangan,” lanjut Abdi.

Forum Mahasiswa Sultra Jakarta menyatakan tengah menyiapkan dokumen dan bukti untuk melaporkan PT MMP ke Mabes Polri. Mereka juga mendesak Kementerian ESDM untuk segera mencabut RKAB PT MMP sebagai bentuk sanksi administratif atas dugaan pelanggaran Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 Tahun 2023 serta pelanggaran tata kelola lingkungan dan kepelabuhanan.

Baca Juga:  Polisi Ungkap Peredaran Narkoba di Kolaka Utara, 25 Gram Sabu Disita

“Kami ingin Kementerian ESDM tidak lagi gegabah dalam menerbitkan SK RKAB kepada perusahaan-perusahaan yang belum melengkapi prasyarat dasar seperti Tersus dan TUKS. Ini bisa menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum sektor pertambangan,” tegas Abdi lagi.

Skandal yang menyeret PT MMP ini hanyalah satu dari banyak potret buram pengelolaan pertambangan di Sulawesi Tenggara dalam satu dekade terakhir.

Aktivitas pertambangan nikel yang semestinya menjadi penggerak ekonomi justru menjelma sebagai sumber konflik sosial, kerusakan lingkungan, hingga kebocoran pendapatan negara akibat lemahnya pengawasan dan keberpihakan regulasi.

Kasus PT MMP harusnya menjadi catatan serius bagi Kementerian ESDM agar tidak lagi memberikan ruang kepada perusahaan-perusahaan yang tidak patuh terhadap aturan hukum dan kelayakan lingkungan.

“Sudah cukup Sultra dijadikan ladang eksploitasi tanpa etika. Kami akan kawal kasus ini hingga tuntas,” tutup Abdi Aditya.

**