KENDARI – Guna memperbaiki iklim investasi, membenahi tata cara pengendalian penanaman modal serta meningkatkan perlindungan dan kemudahan berusaha, Pemerintah mengesahkan Undang-Undang Nomor 11 tentang Cipta Kerja.

Tidak sampai sampai disitu, agar ketentuan yang ada di dalam UU Cipta Kerja berjalan dengan efektif, Pemerintah juga bergerak cepat dengan mengeluarkan sejumlah peraturan pelaksanaannya.

Diantaranya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, serta Peraturan BKPM Nomor 5 Tahun 2021 tentang Pedoman dan Tata Cara Pengawasan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.

Salah satu bentuk pengendalian penanaman modal adalah kegiatan pemantauan terhadap kewajiban pelaku usaha untuk melaporkan Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM).

Kewajiban melaporkan LKPM tercantum di Pasal 15 huruf c Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Diharapkan melalui LKPM yang rutin dilaporkan oleh pelaku usaha, pemerintah bisa mendapatkan data yang valid untuk merumuskan kebijakan yang efektif guna memperbaiki iklim investasi dan kemudahan berusaha.

Kewajiban menyampaikan LKPM juga diatur dalam Peraturan Kepala BKPM Nomor 13 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal yana mana telah mengalami beberapa perubahan, hingga akhirnya berlaku Peraturan BKPM Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pedoman dan Tata Cara Pengendalian Penanaman Modal.

Namun, setelah diterbitkannya UU Cipta Kerja, Peraturan BKPM 6/2020 telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku oleh Peraturan BKPM 5/2021 yang juga mewajibkan pelaku usaha untuk lapor LKPM.

Mengingat pentingnya peran LKPM dalam iklim investasi, Pemerintah Daerah Sulawesi Tenggara (Sultra) melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) mewajibkan para pelaku usaha dan investor untuk melaporkan kegiatan penanaman modal yang dilakukan.

Kepala DPMPTSP Sultra, Parinringi menyebut melalui LKPM, Pemerintah Daerah dapat memperoleh informasi mengenai sektor dan lokasi investasi yang berkembang di wilayah tersebut.

“LKPM adalah laporan mengenai perkembangan realisasi penanaman modal dan permasalahan yang dihadapi pelaku usaha yang wajib dibuat dan disampaikan secara berkala bagi semua pelaku usaha, selain perusahaan di bidang usaha hulu migas, perbankan, lembaga keuangan non bank, dan asuransi,” ujar Parinringi.

Dengan informasi tersebut, pemerintah dapat menentukan kebijakan dan program yang tepat dalam mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.

Baca Juga:  Pelni Kendari Kerahkan 3 Armada untuk Layani Mudik Lebaran 2025

“Manfaat LKPM sebagai sumber informasi perkembangan realisasi investasi per sektor dan lokasi secara berkala, sumber informasi penyerapan tenaga kerja, sumber permasalahan yang dihadapi penanam modal, dan salah sumber yang dipertimbangkan dalam penetapan kebijakan,” beber pria yang juga menjabat Pj Bupati Kolaka Utara itu.

Kata Parinringi, aktivitas penanaman modal cenderung berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi. Jika proses penanaman modal berlangsung optimal, proses pembangunan meningkat dan akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat.

“Melaporkan LKPM secara tertib setiap periodenya wajib bagi pelaku usaha agar target realisasi investasi penanaman modal dapat tercapai,” kata Parinringi.

Kepala DPMPTSP Provinsi Sulawesi Tenggara, Parinringi/Ist.

Lanjut dirinya menerangkan, penentuan skala pelaku usaha juga telah ditetapkan melalui PP 7 Tahun 2021 dimana kriteria pelaku usaha mengalami perubahan.

“Aturan terbaru ini membagi jenis pelaku usaha berdasarkan besaran modal usaha atau penjualan tahunan,” bebernya.

Usaha mikro memiliki modal usaha maksimal Rp1 miliar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki penjualan tahunan maksimal Rp2.000.000.000.

Sementara usaha kecil memiliki modal usaha lebih dari Rp1.000.000.000 sampai dengan maksimal Rp5.000.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki penjualan tahunan lebih dari Rp2.000.000.000 sampai dengan maksimal Rp15.000.000.000.

Untuk usaha menengah memiliki modal usaha lebih dari Rp5.000.000.000 sampai dengan maksimal Rp10.000.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki penjualan tahunan lebih dari Rp15.000.000.000 sampai dengan maksimal Rp50.000.000.000.

Cara Pelaporan LKPM

LKPM wajib disampaikan secara online melalui https://oss.go.id/ pada menu Pelaporan LKPM. Jika belum memiliki hak akses OSS, lakukan registrasi dan buat Nomor Induk Berusaha ke laman oss.go.id.

Jika sudah, login ke laman oss.go.id, klik Pelaporan, pilih opsi Laporan LKPM, lalu klik opsi Pelaporan, klik Buat Laporan dan Anda akan diarahkan ke halaman pembuatan laporan.

Pelaku usaha yang tidak menyampaikan LKPM selama 2 periode berturut-turut akan dikenakan pelanggaran ringan berupa peringatan tertulis pertama, kedua, dan/atau ketiga.

Peringatan tertulis pertama diberikan dalam jangka 30 hari, peringatan tertulis kedua diberikan dalam jangka 15 hari, peringatan tertulis ketiga diberikan dalam jangka 10 hari terhitung sejak terkirimnya surat peringatan melalui sistem OSS dan dinotifikasi kepada pelaku usaha melalui surat elektronik.

Pelaku usaha wajib memberikan tanggapan terhadap surat peringatan melalui sistem OSS atau melakukan pemenuhan kewajiban, tanggung jawab, dan ketentuan lainnya, sesuai perundang-undangan.

Baca Juga:  Pemkot Kendari Terima CSR 1 Unit Mobil Damkar-Bak Sampah dari Kalla Toyota

Bagi perusahaan yang tidak melaporkan LKPM sesuai periode pelaporan, Kementerian Investasi/BKPM akan menindaklanjuti dengan mengirim surat peringatan kepada perusahaan.

Perusahaan yang tidak merespons surat peringatan tersebut, selama tiga kali secara berturut-turut dapat dijatuhi sanksi berupa pembatalan/pencabutan izin perusahaan.

Periode Pelaporan LKPM

Bagi pelaku usaha kecil LKPM disampaikan setiap 6 bulan (semester), laporan I dimulai 1-10 Juli dan laporan II dimulai 1-10 Januari tahun berikutnya.

Pelaporan LKPM pertama kali bagi pelaku usaha kecil, Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (PBBR) yang diterbitkan pada rentan waktu enam bulan pertama periode semester wajib disampaikan pada periode semester yang sesuai tanggal penerbitan. PBBR yang diterbitkan bulan ketujuh periode semester yang sesuai dengan tanggal penerbitan Perizinan Berusaha, wajib disampaikan pada periode semester berikutnya.

Sementara, bagi pelaku usaha menengah dan besar, LKPM disampaikan setiap tiga bulan (triwulan), triwulan I pelaporan dimulai 1-10 April, triwulan II dimulai 1-10 Juli, triwulan III dimulai 1-10 Oktober, dan triwulan IV dimulai 1-10 Januari tahun berikutnya.

Pelaporan LKPM pertama kali bagi pelaku usaha menengah dan besar PBBR yang diterbitkan pada rentan waktu tiga bulan pertama periode triwulan wajib disampaikan pada periode triwulan yang sesuai tanggal penerbitan. PBBR yang diterbitkan bulan keempat periode triwulan yang sesuai dengan tanggal penerbitan PBBR, wajib disampaikan pada periode triwulan berikutnya.

LKPM tidak wajib bagi pelaku usaha mikro, pelaku usaha dengan bidang usaha migas, perbankan, lembaga keuangan non bank, dan asuransi.

DPMPTSP Sultra juga memberikan dukungan penuh dalam hal pengembangan investasi di wilayah Bumi Anoa. Selain mempermudah proses perizinan, pemerintah juga memberikan berbagai insentif dan fasilitas bagi pelaku usaha yang berinvestasi. Hal ini diharapkan dapat mendorong investasi dan pertumbuhan ekonomi.

Pelaku usaha diharapkan dapat memanfaatkan kesempatan ini untuk berinvestasi di Sultra. Dengan mewujudkan investasi yang berkelanjutan dan berdampak positif bagi masyarakat.

DPMPTSP Sultra terus berupaya untuk meningkatkan kualitas layanan dalam hal perizinan investasi. Pelaku usaha diharapkan dapat menjadi mitra dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi dan kemajuan daerah melalui investasi.

Dalam meningkatkan layanan, pihak DPMPTSP Sultra juga telah menyiapkan layanan pengaduan masyarakat terkait permasalahan pelayanan perizinan dan non perizinan, telah dibentuk loket layanan pengaduan masyarakat. (Adv)