Penahanan Aktivis dan Wartawan di Wakatobi Menuai Respons Bebagai Pihak
WAKATOBI – Buntut penahanan dua wartawan inisial NR dan SY dan seorang aktivis inisial RM di Kabupaten Wakatobi oleh pihak Kepolisian pada akhir September lalu, menuai respons keras berbagai pihak.
Salah satunya datang dari Ketua Pemerhati Lingkungan Sosial dan Budaya Wakatobi, Ane Safaruddin.
Dirinya menyebut penahanan tersebut terkesan dipolitisasi, lantaran kasus tersebut dianggap hanya tindak pidana ringan.
“Dimana hati nurani seorang pimpinan kepala daerah telah memenjarakan warganya sendiri karana hanya memecahkan dua gelas, dan piring, serta empat mikrofon yang belum tentu rusak,” kata Ane Safaruddin, Selasa (25/10/2022)
Safaruddin pun membandingkan era kepemimpinan Hugua hingga Arhawi, dimana kejadian serupa sering kali terjadi, namun baru di era saat ini kejadian malah berbuntut pajang hingga pemidanaan, bukannya justru mengedepankan penyelesaian dengan berasaskan restoratif justice
“Sudah tiga kali pergantian Bupati Wakatobi, nanti di pemerintahan Haliana ini baru ada aktivis yang dipenjarakan dengan persoalan sepele seperti ini,” ungkapnya.
“Nampak sekali Bupati mau bungkam aktivis yang mengkritisi kebijakannya, karena aktivis yang selalu puja-puja pemerintah tidak pernah di penjarakan,” terangnya.
Sementara itu, Bupati Wakatobi Haliana menerangkan, apa yang terjadi kepada dua orang wartawan dan satu aktivis tersebut bukan karena dirinya ingin membungkam kebebasan pers dan berpendapat namun murni karena tindakan pidana.
“Bukan kita bungkam kebebasan pers, dan kebebasan berpendapat namun kebebasan kita diatur oleh kebebasan orang lain bahkan telah diatur dalam undang-undang,” ucapnya.
Sementara itu, Ketua Ampara Sultra Armin Saputra menerangkan, kejadian tersebut terjadi secara spontan.
Dimana saat itu, rekan-rekannya datang ke DPRD Wakatobi pada 14 September 2022 hendak mengkonfirmasi terkait informasi bahwa salah seorang anggota DPRD dari Fraksi PDIP Saharuddin diduha menyuruh preman untuk meneror mereka karena sering mengkritik kebijakan Bupati Wakatobi Haliana.
Armin Saputra menceritakan kronologi kejadiannya menjelaskan, saat teman-temannya tiba DPRD, Saharuddin masih mengikuti rapat bersama Pemda Wakatobi.
“Setelah teman-teman masuk di ruangan, rapat langsung ditutup oleh pak Wakil Ketua II La Ode Nasrullah sehingga mereka langsung datangi La Saharuddin untuk konfirmasi terkait informasi dia suruh preman untuk teror kami,” ucapnya
Namun sayangnya saat mereka mengkonfirmasi persoalan tersebut, Saharuddin tidak memberikan jawaban yang memuaskan, sehingga mereka beradu argumen.
“Waktu itu, teman-teman hanya bertanya ke Saharuddin, preman mana yang dia suruh cari kami itu. Dipanggil ke sini. Tapi saat itu Saharuddin memberikan bertele-tele sehingga terjadi adu argumen dan terjadi pecahnya gelas dan rusaknya mic itu,” ceritanya. **
Tinggalkan Balasan