BAUBAU – Ketua Pengawas Independen Indonesia Kepulauan Buton (Wasindo Kepton) Muhlis M, menanggapi isu-isu daerah terlebih pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) Kabupaten Muna.

Muhlis menilai Pilkada merupakan bentuk hak sipil dan politik sesuai prinsip negara demokratis yang fundamental.

“Isu-isu apapun itu saya anggap sifatnya normatif, apa lagi ditengah momen politik Pilkada,” jelasnya kepada media ini, Minggu (11/8/2024).

Formatur/Ketua KNPI Kota Baubau itu, turut memberikan apresiasi positif atas perihal berbagai aspirasi kritis yang kian tumbuh di beberapa pekan terakhir, baik melalui perseorangan maupun pemuda-pemudi yang tergabung dalam barisan Organisasi Kepemudaan (OKP) di Kabupaten Muna.

“Hal ini punya korelasi kritis terhadap realistis atau realitas dengan psikologis sosial. Ini penting, selain terpaut sebagai sumber daya sosial, resonansi kebutuhan akan politik serta manajerial dalam strata sosial. Keuntungannya akan lahir nilai-nilai dalam diri pemimpin yang tepat memimpin,” ungkapnya.

Dia memandang, isu-isu tersebut menuai ragam perspektif sesuai tingkat strata sosial, mulai dari komunikatif antitesa, sinopsis dan lebih diterjemahkan pada abstraksi komunikatif politik melalui pendekatan kausalitas (sebab akibat) dan simbiosis mutualisme.

“Saking pentingnya suatu sumber daya, maka dalam diri pemimpin tertanam sikap konsistensi. Pun begitu, segala kemajemukan apapun tak boleh luput dari prinsip-prinsip dan norma-norma yang berlaku diruang sosial dan universal,” tegasnya.

Menurutnya, Kabupaten Muna butuh Pemimpin yang proporsional, mampu menjawab apapun keraguan didalam ruang dan lapisan sosial, mampu menghidupkan segala bentuk sumber daya.

“Tentu bukan Pemimpin yang pandai berimajinasi karena memanfaatkan kecenderungan yang ada didalam ruang sosial,” serunya.

Memahami segmentasi Pemimpin di Kabupaten Muna perlu kebijaksanaan tinggi dan kesesuaian kebijakan.

Dirinya menyayangkan, ketika nantinnya seorang pemimpin hanya berfokus kedalam legitimasi yang mendominasi ke otoriter dikarenakan disposisi-disposisi demi kepatuhan dan berujung ke pembangunan konstelasi kepentingan, bukan pada pembangunan sumber daya.

“Kesesuaian antara jenis legitimasi, dominasi, motifasi serta semangat sosial dan pendekatan tradisional budaya adalah yang tepat untuk pemimpin di Kabupaten Muna,” kata dia.

**