KONAWE – Massa dari Konsorsium Putra Daerah Routa (KPDR) menggelar aksi demonstrasi di kantor DPRD Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra), Selasa (26/9/2023).

Kedatangan massa tersebut untuk menggugat PT Sulawesi Cahaya Mineral (SCM) merupakan perusahaan bergerak di bidang pertambangan nikel yang terletak di Kecamatan Routa, Konawe yang diduga telah melakukan pelanggaran pertambangan dengan belum memberikan dan membayarkan ganti rugi pembebasan lahan tanaman tumbuh berupa kebun kopi milik masyarakat di areal Izin Usaha Pertambangan (IUP) perusahaan.

Pantauan HaloSultra.com, sebelum massa memasuki kantor DPRD sempat terjadi saling dorong dengan pihak kepolisian.

Namun, demonstran tersebut kembali tenang setelah Sekretaris Daerah (Sekda) Konawe bersedia menemui massa aksi.

Dalam pertemuan tersebut semua massa aksi dipersilahkan masuk oleh Ketua DPRD di ruang sidang.

Dihadapan massa aksi, Sekda Konawe langsung melakukan komunikasi dengan pihak PT SCM melalui sambungan telepon.

Setelah mendapat respons dari Sekda, akhirnya massa KPDRM bertemu dan menyampaikan tuntutan di depan Pj Bupati Harmin Ramba, Sekda Konawe Ferdinand Sapan, Ketua dan Wakil Ketua DPRD Konawe, serta Kapolres Konawe.

Pj Bupati Konawe mengatakan penyelesaian antara masyarakat merasa dirugikan dan pihak PT SCM dikarenakan masalah komunikasi.

“Ini kan jalur-jalur komunikasi yang tidak jalan. Tapi jika jalur komunikasi jalan, saya kira tidak ada masalah. Buktinya hari ini adik-adikku semua saudara- saudaraku semua dari Routa dan jauh-jauh kita akan selesaikan,” kata Harmin.

Untuk itu pihaknya akan memanggil pihak manajemen PT SCM pada esok hari, Rabu (27/9/2023).

“Insya Allah besok kita selesaikan jam 9,” tambahnya.

“Saya sudah konfirmasi dengan pihak manajemen, saya kira tidak ada masalah sudah sesuai, ” ujarnya.

“Dan harus dipaksa iya harus bayar. Karena ini menyangkut milik orang. Masa barangnya orang mau diambil, harus bayar dong harus tegas. Ketegasan pemerintah itu perlu,” tegas Harmin.

Dia meminta agar pihak perusahaan harus kooperatif dalam penyelesaian ganti rugi lahan tersebut.

“Ini kita di negara hukum peraturan regulasi sangat melindungi masyarakar terkait hak-haknya, Tapi, kalau dia tidak melakukan kewajiban-kewajiban satu contoh membayar lahan-lahan kemarin dan nanti kita buatkan surat besok kita tanda tangan. Supaya pihak perusahaan patuh terhadap surat ini, patuh kesepakatan bersama dan pemilik lahan,” jelas Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Sultra itu.

Di tempat yang sama, Randi Liambo selaku jendral lapangan massa aksi mengungkapkan sengketa tanaman pohon kopi itu luasnya yang di dalam IUP kurang lebih 100 hektar.

“Pemilik lahan ini ada empat orang yang masyarakat Routa yang mewakili. Tapi kan mereka berkelompok. Sehingga empat orang saja yang mewakili masyarakat Routa luasan dalam IUP itu kurang lebih 100 hektar, ” ujar Randi.

“Jadi hitungan keseluruhan kalau bicara dampak baik yang di dalam IUP maupun yang diluar IUP itu kurang lebih 150 lebih hektar. Dalam satu hektar kita sudah sepakati kemarin dalam perhektar itu adalah Rp900 juta untuk dibayarkan,” imbuhnya.

Lebih lanjut, dia mengungkapkan aksi ini sudah dilakukan yang kedelapan kalinya. Namun, hingga saat ini belum ada solusi.

“Karena persoalan ini sudah diurus oleh pak Camat, Kapolsek, Babinsa Routa. Tapi itu gagal, dugaan ada permainan yang mereka lakukan sehingga kita bersepakat pada aksi jilid 4 persoalan ini diurus oleh Pemda dalam hal ini Komisi II, Ketua DPRD, ” pungkasnya.

**