KENDARI – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra) ungkap tiga pelaku mafia tanah pembangunan jalan poros wisata Kendari-Toronipa.

Asisten Intelejen Kejati Sultra, Noeradi menjelaskan, ketiga tersangka itu diantaranya, mantan Lurah di Kelurahan Toronipa yang kini menjabat sebagai Sekretaris Camat di Kecamatan Soropia, Sulvan; ASN di Pemerintahan Kota Kendari, Milwan; dan honorer di Universitas Halu Oleo, yang juga merupakan anak dari pemilik tanah Almarhum Yappe, Andi Zainuddin.

“Ketiga tersangka ini masing-masing berperan dalam menghilangkan aset Universitas Halu Oleo Kendari untuk pembangunan jalan wisata Kendari-Toronipa dengan menerima pembayaran ganti rugi atas aset Universitas Halu Oleo senilai sekitar Rp100 juta,” beber Noeradi saat dikonfirmasi, Senin (17/1/2022).

Lanjut Noeradi, sisa dari aset yang luasannya sekitar 5 hektar diperjualbelikan lagi ke almarhumah AR dengan harga sekitar Rp750 juta dan tanah itu rencananya akan digunakan untuk destinasi wisata di sekitar Pantai Toronipa.

Sementara itu, Ketua Tim Penyidik Kejati Sultra, Marolop Pandiangan mengatakan, ketiga tersangka itu terbukti melawan hukum telah mengalihkan tanah dan bangunan aset milik Universitas Halu Oleo.

Untuk pembayaran ganti rugi yang dilakukan oleh PUPR Sultra tidak sesuai dengan ketentuan pengadaan tanah untuk kepentingan umum.  Olehnya itu ketiga tersangka ini diduga mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp100 juta.

Dijelaskannya, selain menetapkan tiga tersangka, pihaknya  juga masih melakukan pengembangan kasus mafia tanah itu.

“Karena ada indikasi kerugian negara hingga miliaran rupiah. Sebab, pembayaran ganti rugi tidak melibatkan panitia atau tim 9 dari Pemprov Sultra, padahal berdasarkan ketentuan pengadaan tanah untuk kepentingan umum pemerintah harus melibatkan tim 9 yang diketahui oleh Badan Pertahanan Nasional,” bilang Marolop.

Sehingga ketiga pelaku diduga melanggar ketentuan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 dan Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 serta perubahannya.

Bahwa atas kasus tersebut negara mengalami kerugian dan para tersangka dikenakan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi dengan pidana maksimal 20 tahun dan denda Rp1 miliar.