BPN Sultra Didesak Batalkan Sertifikat Tanah di Kawasan Hutan Lindung dalam IUP PT Trias Jaya Agung di Kabaena
KENDARI – Badan Pertanahan Nasional (BPN) perwakilan Sulawesi Tenggara (Sultra) diminta untuk segera membatalkan sertifikat tanah yang diterbitkan di dalam kawasan hutan lindung yang berada di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Trias Jaya Agung di Desa Langkema, Kecamatan Kabaena Selatan, Kabupaten Bombana.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Lingkar Kajian Kehutanan (LINK) Sulawesi Tenggara (Sultra), Muh Andriansyah Husen.
Diungkapkan Andriansyah, penerbitan sertifikat di kawasan hutan lindung yang berada di dalam wilayah IUP PT Trias Jaya Agung tidak hanya melanggar Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, melainkan juga menyalahi Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.
“BPN Bombana menerbitkan sertifikat tanah di kawasan hutan lindung yang notabenenya masuk dalam IUP PT Trias Jaya Agung tentunya sangat berakibat fatal karena ini akan berurusan dengan hukum,” ungkap Andriansyah dalam keterangannya.
Dia juga menduga bahwa penerbitan sertifikat tersebut merupakan upaya untuk memuluskan aktivitas pertambangan PT Trias Jaya Agung.
“Seperti kita ketahui, PT Trias Jaya Agung membangun jalan hauling di dalam kawasan hutan lindung tanpa izin, nah dugaan kuat kami penerbitan sertifikat tanah ini juga merupakan upaya untuk memeuluskan aktivitas perusahan,” katanya.
Untuk itu dirinya mendesak BPN perwakilan Sultra segera membatalkan sertifikat yang diterbitkan di hutan lindung yang berada dalam kawasan IUP PT Trias Jaya Agung.
“Kami juga mendesak Kejati Sultra untuk memanggil dan memeriksa Kepala BPN Bombana,” tutupnya.
Sementara itu, Kabid Pengendalian dan Penanganan Sengketa BPN perwakilan Sultra, Andhi Mhligai mengatakan laporan dari LINK akan menjafi atensi untuk segera ditindak lanjuti.
“Apa yang menjadi aspirasi LINK sultra akan menjadi atensi, kami akan melakukan klarifikasi kepada kantor BPN Bombana terkait persoalan tersebut untuk memastikan apakah benar ada penerbitan sertifikat di dalam kawasan hutan lindung,” ujarnya.
Lanjutnya, sesuai mekanisme jika penerbitan sertifikat tersebut masuk dalam kawasan hutan lindung maka akan masuk dalam residu atau pengkajian.
“Jadi kita akan kaji, jika sertifikat itu terbit di atas 5 tahun maka itu terikat dengan aturan di PP 18 Tahun 2021, bahwa terkait pembatalannya harus melalui mekanisme pengadilan. Tetapi apa bila di bawah 5 tahun itu bisa kita upayakan pembatalan atau melalui upaya pelepasan,” pungkasnya.
**
Tinggalkan Balasan