KENDARI – Hidup di panti asuhan atau panti sosial sudah barang tentu tidaklah sehangat hidup bersama keluarga pada umumnya, akan tetapi paling tidak panti asuhan atau panti sosial menjadi alternatif dalam membentuk komunitas keluarga bagi anak-anak yang kehilangan kasih sayang orang tua, keluarga dan sanak saudara.

Panti panti asuhan atau panti sosial sebagai penganti keluarga diharapkan dapat mengembangkan kepribadian anak dalam berbagai aspek, seperti aspek agama, fisik, psikis dan sosial. Dapat menyiapkan anak asuh agar mampu berdiri sendiri dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dan juga mendidik dan mengembangkan anak asuh dengan pendidikan formal dan non formal.

Di panti asuhan atau panti sosial, anak mendapatkan pembinaan keagamaan dan pembinaan budi pekerti luhur. Tidak dapat dipungkiri bahwa anak sejak dini membutuhkan pembinaan-pembinaan tersebut, agar sikap dan perilaku nantinya tidak terseret arus yang menyesatkan perbuatan anak.

Dengan demikian penanaman nilai-nilai agama dalam pola sikap dan prilaku anak nantinya dapat bersikap dan berperilaku yang sesuai dengan norma atau kaidah yang ada dalam masyarakat, tetapi juga pelaksanaannya dalam kehidupan sehari-hari.

Hal itu disadari betul oleh Panti Sosial Asuhan Anak dan Bina Remaja (PSAR) yang berada dalam lingkup Unit Pelayanan Teknis Daerah (UPTD) Dinas Sosial (Dinsos) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).

Sesuai visinya yakni ‘Terwujudnya Kemandirian dan Keberfungsian Kesejahteraan Sosial Anak dan Remaja Putus Sekolah dalam Masyarakat’, UPTD-PSAR berkomitmen memberikan pelayanan kepada anak penghuni panti sosial berupa pendidikan formal dan pendidikan non formal yang meliputi pembinaan mental dan spiritual.

Pembinaan mental dan spiritual anak asuh panti berupa pemberian materi ceramah agama dan pengajian dengan materi ajaran agama Islam setiap pekan, mengaji dan menghadiri salat fardhu secara berjamaah tepat waktu di masjid, memberikan motivasi supaya anak rajin belajar dan rajin pergi ke sekolah, pentingnya mematuhi peraturan yang diberikan, mematuhi tata tertib, menghargai orang yang lebih tua, menyayangi orang yang muda, dan lain-lain.

Kepala Urusan Tata Usaha (KTU) UPTD-PSAR Dinsos Sultra, Zulkarnain Rifai/dok. HaloSultra.com

“Selain pendidikan formal UPTD-PSAR juga memberikan pendidikan non formal seperti kegiatan belajar mengaji yang mereka terima di panti agar anak-anak tetap dapat memahami dan menjalankan kewajibanya,” kata Kepala Urusan Tata Usaha (KTU) UPTD-PSAR, Zulkarnain Rifai belum lama ini.

Dengan adanya pendidikan non formal tersebut anak-anak dapat lebih mengerti akan pentingnya pendidikan agama, dan lebih memiliki sifat yang religius, serta memiliki kepribadian yang baik.

“Mereka juga sangat semangat dalam belajar mengaji terbukti dengan rutinnya mereka berada di mushola saat salat magrib tiba,” imbuhnya.

“Selain itu, anak-anak asuh PSAR juga rutin mendapat sosialisasi soal bahaya NAPZA (narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya),” timpal Zulkarnain.

Bimbingan dan penyuluhan penting diberikan mengingat para penghuni PSAR masih berada di usia anak dan remaja yang merupakan masa peralihan dimana terjadi masa perkembangan menuju kematangan jasmani, seksualitas, pikiran, emosional, kedewasaan maupun sosial.

Dan jika remaja tidak diarahkan dengan benar maka dikhawatirkan para remaja justru akan salah melangkah ke arah yang negatif.

“Remaja adalah target utama dalam penyalahgunaan narkoba. Untuk melalui pendidikan seperti pendidikan alam terbuka relawan antinarkoba untuk bekal bagi remaja sehingga tidak terjebak dalam pergaulan yang tidak baik,” urai Zulkarnain.

Oleh sebab itu, lanjutnya, pencegahan penyalahgunaan narkoba telah menjadi perhatian khusus, dan membutuhkan berbagai usaha guna melakukan pencegahan penyalahgunaan narkoba sedini mungkin.

***