KENDARI – Direktorat Reserse Kriminial Umum (Ditreskrimum) Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara (Sultra) melaksanakan gelar perkara khusus atas aduan meninggalnya korban tabrak lari yang masih berstatus pelajat di Kabupaten Konawe bernama Juliansyah pada Kamis (15/6/2023).

Gelar perkara khusus itu dilaksanakan di Aula Ditreskrimsus Polda Sultra dengan menghadirkan ibu Juliansyah bernama Samriatin (45) yang didampingi oleh LBH HAMI Sultra.

Selain itu, Polda Sultra juga menghadirkan, terlapor bernama Indra dan beberapa penyidik dari Polres Konawe

Ketua LBH HAMI Sultra, Andri Dermawan menjelaskan gelar perkara khusus yang dilakukan tersebut merupakan atas permintaan dari pihaknya.

Karena, semenjak aduan kliennya Samriatin pada 11 Juli 2022 lalu terkait meninggalnya sang buah hati, belum pernah adanya kepastian hukum yang diberikan oleh Polres Konawe.

“Kami ajukan bulan Mei 2023 kemarin, akhirnya dikabulkan dan dilaksanakan hari ini,” ujar Andri.

Menurutnya, permintaan gelar perkara khusus ini tidak lepas dari kejanggalan yang ditemukan pihak keluarga korban saat pertama kali melihat korban terbaring dan sudah tak bernyawa di Puskesmas.

Sementara, sebelumnya pihak keluarga mendapat informasi dari terlapor bahwa korban meninggal dunia setelah ditabrak sebuah minibus.

Namun setelah kasus tabrak lari ini didalami lebih jauh ternyata ditemukan beberapa kejanggalan, diantaranya, luka di tubuh korban dianggap tidak masuk akal jika dikatakan sebagai kasus tabrak lari.

“Luka-luka itu bisa diliat dari foto dan ada keterangan saksi yang memandikan korban,” katanya.

Untuk itu, karena kejanggalan tersebut, pihaknya meminta kepolisian untuk mendalami kasus ini dan mengungkap yang sebenarnya. Sebab di dalam kasus tabrak lari ini ada motif lain yang mengakibatkan korban meninggal dunia.

“Pasalnya jika diulik lebih dalam, sebelum kematian korban, ada cerita yang tidak terungkap. Seperti pengakuan terlapor, bahwa ada pertemuan di balai desa yang rencananya terlapor dan korban akan berkelahi atau duel dan itu diketahui adik korban. Namun hal tersebut tidak terungkap di pemeriksaan polisi. Sementara penyidik Polres Konawe hanya berpatokan kepada keterangan Indra yang saat itu menjadi saksi,” jelas Andri.

Seperti waktu kejadian kecelakaan, dalam keterangan polisi kecelakaan terjadi sekitar pukul 22.00 WITA.

Sementara pihak keluarga korban mendapat informasi jika korban alami kecelakaan sekitar 01.45 Wita. Ditambah keterangan, Indra yang menyebut bahwa dia menyampaikan ke keluarga korban sesaat setelah kejadian.

“Di situ kan ada rentang waktu yang berbeda. Inilah yang kami sebut ada kejanggalan dalam kasus kematian anak klien kami,” bebernya

Kemudian kejanggalan lainnya yang dapat menjadi pertimbangan polisi, keterangan pelaku yang berbelit-belit alias tidak jelas.

“Misal terlapor melihat korban sebelum ditabrak sedang jongkok di pinggir jalan. Pernyataan lainnya lagi terlapor melihat korban sedang berjalan, berdiri yang mana salah satu kaki korban berada di bahu jalan. Sementara terlapor seperti yang dia jelaskan, bahwa terlapor sendiri pergi buang air kecil,” lanjut dia lagi

Untuk itu, dia menginginkan adanya autopsi kepada jasad korban. Karena kalau kondisi para saksi menutup informasi yang sebenarnya, autopsi dapat menjadi salah satu cara untuk mengungkap kasus ini, sebab luka korban begitu banyak.

“Apabila pihak kepolisian tetap mengacu pada hasil visum korban dari pihak rumah sakit, itu tidak akan cukup untuk membuka tabir kasus kematian korban. Visum itu hanya menggambarkan kondisi luka, tidak menjelaskan bagaimana luka itu bisa terjadi dan itu yang bisa melakukan hanya dokter forensik. Jika tidak ada biaya, nanti kami yang usaha mencari biaya supaya autopsi bisa dilakukan,” pungkasnya.

***