Kuasa Hukum Ridwansyah Taridala Sebut Tuntutan JPU Tidak Sesuai Fakta Persidangan
KENDARI – Kuasa Hukum Ridwansyah Taridala, terdakwa kasus dugaan suap perizinan PT Midi Utama Indonesia (MUI) menyebut tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sultra kepada kliennya tidak sesuai fakta persidangan.
Andri Dermawan selaku kuasa hukum Ridwansyah mengatakan pihaknya baru saja mengikuti persidangan lanjutan di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kendari dengan agenda pembacaan pembelaan, Rabu (11/10/2023).
Dimana dalam agenda sidang pada Jumat (29/9/2023) lalu, Sekda Kota Kendari itu dituntut oleh Majelis Hakim dengan pidana 4 tahun 6 bulan penjara.
Tuntutan yang dilayangkan oleh JPU itu karena diduga membantu pelaku kejahatan dalam melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur Pasal 12 Huruf e dan pasal 11 Undang-Undang Tipikor jo pasal 56 KUHP.
Dalam pokok tuntutan JPU, dijelaskannya bahwa terdakwa Sekda Kota Kendari itu saat belum menjabat sebagai Plt Kepala Dinas Perumahan, Pemukiman dan Pertanahan Kota Kendari membuat Rencana Anggaran Belanja (RAB) program Kampung Warna-warni di Kelurahan Peteoha dianggap sebagai sarana atau alat dalam memuluskan aksi pemerasan terdakwa Syarif Maulana terhadap PT MUI.
Menanggapi hal itu, Kuasa Hukum Ridwansyah Taridala, Andri Dermawan, mengajukan pledoi atau pembelaan atas tuntutan JPU Kejati Sultra terhadap Ridwansyah.
Pasalnya, didalam RAB tersebut tidak dicantumkan atau memuat nomor rekening Pemerintah Kota Kendari, sebagaimana RAB itu dijadikan alat untuk mencari sumbangan dana berbentuk Corporate Sosial Responsibility (CSR) guna membantu pendanaan program Kampung Warna-warni.
“Lalu RAB yang sudah dibuat oleh klien kami (Ridwansyah Taridala) diserahkan kepada terdakwa Syarif Maulana. Sementara, yang bersangkutan tidak memiliki kewenangan disitu. Ini yang menjadi landasan dan dasar JPU menuntut klien kami,” katanya.
Adri menilai, bahwa tuntutan JPU tidak sesuai dengan fakta persidangan, sehingga pihaknya ajukan nota pembelaan. Dalam nota pembelaan itu, Andri bersama tim Kuasa Hukum terdakwa Ridwansyah kembali mengulas terkait fakta dan hasil kesaksian para saksi.
Pertama, Andri menerangkan, dalam sidang pemeriksaan saksi sebelumnya, terungkap bahwa pembuatan RAB kampung warna-warni atas perintah Wali Kota Kendari saat itu, Sulkarnain Kadir yang juga selaku terdakwa dalam kasus PT MUI ini dan ini dibenarkan para saksi termasuk Sulkarnain.
Ridwansyah yang saat itu selaku Plt Kadis Perumahan, Pemukiman dan Pertanahan Kota Kendari, mendapat perintah dari atasan seusai dengan kewenangannya untuk membuat RAB.
Dasar hukumnya pembuatan RAB jelas diatur dalam Permen PUPR Nomor 28 Tahun 2016, yang dimana s penyusunan atau pembuatan RAB harus memuat item-item apa saja yang perlu dimasukkan. Namun tidak ada aturan yang mengharuskan memasukkan nomor rekening.
“Jadi, ketika jaksa mengatakan bahwa nomor rekening harus dimasukkan dalam RAB dasarnya apa? Rujukan peraturan mana? Karena tidak ada aturan yang mewajibkan untuk memasukan nomor rekening. Sehingga dianggap keliru dengan mengatakan perlu memasukkan nomor rekening, sebab pembuatan RAB semata-mata atas perintah atasan dan isinya sudah sesuai standar pembuatan RAB,” ungkapnya.
Kemudian lanjut dia, jika JPU menganggap bahwa pergeseran anggaran dalam rangka untuk mendanai kampung warna-warni itu melanggar, itu salah besar. Pasalnya, pergeseran anggaran sudah diatur didalam Permendagri, bahwa dimungkinkan adanya pergeseran anggaran dengan alasan tidak terealisasinya alokasi belanja daerah.
Apabila ada alibi program kampung warna-warni telah didanai lewat CSR yang disalurkan PT MUI melalui Lazismu sebagai pihak ketiga mitra PT MUI, juga dinilai tidak seusai dengan fakta persidangan.
Sebab, laporan pendanaan program kampung warna-warni dari Alfa Midi tidak pernah dilaporkan sampai terlaksananya kegiatan tersebut. Ini diperkuat kesaksian para saksi dari Pemkot Kendari, dan memang Ridwansyah tidak pernah mengetahui adanya permintaan terdakwa Syarif Maulana kepada PT MUI.
“Itu juga diperkuat kesaksian dari pihak PT Midi, Sulkarnain Kadir dan Syarif Maulana, bahwa dalam urusan pertemuan ataupun yang membahas soal perizinan hingga permintaan CSR, klien kami tidak pernah dilibatkan. Bahkan saksi dari PT Midi menyebut tidak mengenal sama sekali dengan klien kami,” bebernya.
Andri juga mengatakan tudingan JPU bahwa Ridwansyah turut membantu Syarif Maulana dalam melakukan pemerasan atau permintaan sejumlah uang, hingga menjadikan dasar penuntutan terhadap kliennya itu, juga tak berdasar.
Dimana, Ridwansyah saat itu menyerahkan RAB seusai direvisi, juga atas perintah Sulkarnain Kadir sebagai Wali Kota Kendari waktu itu. Kebetulan, Syarif Mualana kala itu, sudah ditunjuk Wali Kota Kendari, selaku Tenaga Ahli Tim Percepatan Pembangunan Kota Kendari Bidang Perencanaan Pengelolaan Keunggulan Daerah Kota Kendari.
“Jadi tidak ada yang salah, ketika RAB tersebut diberikan kepada Syarif Maulana, berdasarkan tupoksi salah satunya adalah melaksanakan tugas lain yang diperintahkan Wali Kota Kendari ke Syarif Maulana. Yang salah, RAB kemudian dijadikan alat untuk melakukan pemerasan, karena RAB sesungguhnya hanya untuk kebutuhan perencanaan dan hanya diperuntukkan untuk internal pemerintahan saja,” ungkapnya
Kalaupun RAB dibuat untuk kepentingan permintaan dana CSR, perlu dilengkapi dengan surat biasa yang secara tegas ditujukan kepada siapa, maksud dan tujuan untuk permintaan CSR serta ditandatangani Wali Kota Kendari selaku mewakili Pemerintah Kota Kendari.
Sehingga, kalau JPU berpendapat kliennya turut serta membantu Syarif Maulana memeras PT MUI , sudah sangat keliru. Bagaimana bisa, disebut membantu, sementara Ridwansyah dan Syarif Maulana tidak pernah berkomunikasi, tidak ada meeting of mind antara Syarif Maulana dan Ridwansyah terkait pembuatan RAB dengan maksud untuk melakukan pemerasan terhadap Alfa Midi, Ridwansyah juga tidak mengetahui permintaan dana CSR tersebut dan tidak ikut menikmati dana CSR yang diterima oleh Syarif Maulana.
“Pembuatan RAB semata dilakukan atas dasar perintah jabatan saat itu. Bahkan dalam persidangan, Syarif Maulana mengaku tidak pernah berkomunikasi dengan Ridwansyah Taridala. Jadi tidak bisa dikatakan turut membantu hanya karena membuat RAB,” tegasnya.
Bahkan, dia juga membantah tuduhan JPU bahwa Ridwansyah Taridala menandatangani RAB, sebelum menjabat Plt Kadis Perumahan, Pemukiman dan Pertanahan Kota Kendari, yang diyakini Jaksa itu palsu.
Sementara faktanya, Ridwansyah Taridala ditunjuk sebagai Plt Kadis Perumahan, Pemukiman dan Pertanahan Kota Kendari pada Januari 2021 melalui SK Wali Kota Kendari, Sulkarnain Kadir.
“Pembuatan RAB pada bulan Februari 2021, versi Jaksa klien kami baru ditunjuk pada Bulan April 2022. Sementara SK Plt Kadis, itu pertama kali pada Bulan Januari, Bulan April itu merupakan perpanjangan jabatan karena saat itu belum ada kadis definitif,” imbuhnya.
Terakhir, tambah dia, yang harus dicatat sesuai keterangan Manager Corporate Communication PT MUI, Arif Lutfian Nursandi dan beberapa saksi dari pihak PT Midi jelas menyatakan, pihak PT Midi mentransfer dana kampung warna-warni ke rekening pribadi Syarif Maulana bukan karena adanya RAB, tetapi karena didesak oleh Syarif Maulana.
PT MUI pun merasa takut apabila tidak memenuhi permintaan Syarif Maulana, maka perizinan pendirian gerai Alfamidi akan terhambat. Sehingga ia berharap, pada sidang putusan nantinya, Mejelis Hakim PN Tipikor Kendari, dapat secara cermat dan membebaskan Terdakwa Ridwansyah Taridala dari seluruh tuntutan JPU.
**
Tinggalkan Balasan