KENDARI – Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra) kembali menetapkan satu orang tersangka dalam kasus Kasus dugaan korupsi pertambangan di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT Antam, yang terletak di blok Mandiodo Kecamatan Molawe, Kabupaten Konawe Utara (Konut), Rabu (2/8/2023).

Tersangka kedelapan yang ditetapkan oleh Kejati dalam kasus tersebut itu adalah YB, Koordinator Pokja Pengawasan Operasi Produksi Mineral Tahun 2022 pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

“Tersangka tersebut awalnya diperiksa sebagai saksi bertempat di Gedung Bundar Pidsus Kejaksaan Agung. Selanjutnya ditetapkan sebagai tersangka dan langsung dilakukan penahanan untuk sementara di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung,” kata Asisten Intelijen Kejati Sultra, Ade Hermawan.

Ade menjelaskan, dari hasil penyelidikan, YB bersama SM dan EVT berpwran memproses Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB) tahun 2022 sebesar 1,5 juta metrik ton milik PT KKP dan beberapa juta metrik ton ore nikel pada RKAB beberapa perusahaan lain disekitar blok Mandiodo.

“RKAB itu diterbitkan tanpa melakukan evaluasi dan verifikasi sesuai ketentuan, padahal perusahaan tersebut tidak mempunyai deposit atau cadangan nikel di Wilayah IUP-nya, sehingga dokumen RKAB tersebut (dokumen terbang) dijual kepada PT Lawu Agung Mining yang melakukan penambangan di wilayah IUP PT Antam,” bebernya.

Ade menyebut, seolah-olah nikel tersebut berasal dari PT KKP dan beberapa perusahaan lain yang mengakibatkan kekayaan negara berupa ore nikel milik negara dalam hal ini PT Antam dijual dan dinikmati hasilnya oleh pemilik PT LAM, PT KKP dan beberapa pihak lain.

Sebelumnya penyidik Kejati Sulawesi Tenggara telah menetapkan 7 (tujuh) orang tersangka yaitu HA (GM PT Antam Konawe Utara), GL (Pelaksana Lapangan PT LAM), OS (Dirut PT LAM), WAS (Pemilik PT LAM), AA (Dirut PT KKP), SM Kepala Geologi Kementerian ESDM (Mantan Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Direktorat Jendral Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM dan EVT (Evaluator RKAB pada Kementerian ESDM).

“Dari keseluruhan aktifitas penambangan di blok Mandiodo menurut perhitungan sementara auditor telah merugikan keuangan negara sebesar Rp5,7 Triliun,” pungkasnya.

**