JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) angkat bicara soal kasus korupsi pertambangan bijih nikel di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Antam, di Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra).

Plt Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Muhammad Wafid mengatakan pihaknya akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kasus yang menyeret dua pejabat di Kementerian ESDM itu.

“Baik prosedur, SOP, kemudian peran dari pegawai kita dari jajaran pimpinan kita harus check kondisi lapangan semuanya kita evaluasi,” ujar Wafid dikutip dari CNBC Indonesia, Rabu (2/8/2023).

Menurut Wafid, evaluasi menyeluruh tersebut penting untuk dilakukan untuk menghindari hal-hal yang nantinya akan menimbulkan masalah di kemudian hari.

“Jangan sampai kita melaksanakan kegiatan pelayanan administratif kemudian disalahkan, kita evaluasi semuanya secara menyeluruh,” tambah Wafid.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) RI resmi menetapkan dua tersangka baru dalam kasus korupsi Kerja Sama Operasional (KSO) antara PT Antam dengan konsorsium. Kedua tersangka itu merupakan pejabat tinggi di Kementerian ESDM.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana mengatakan bahwa kasus pertambangan nikel di Blok Mandiodo telah merugikan keuangan negara sebesar Rp5,7 triliun.

Ketut membeberkan bahwa tersangka pertama berinisial SM selaku Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM. Kasus itu menyeret nama SM ketika menjabat sebagai Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM. Dan tersangka yang kedua adalah EVT sebagai evaluator RKAB pada Kementerian ESDM.

Dalam kasus ini, SM dan EVT diduga memproses penerbitan Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) tahun 2022 sebesar 1,5 juta metrik ton bijih nikel milik PT Kabaena Kromit Pratama (PT KKP) dan beberapa juta metrik ton bijih nikel perusahaan lain di sekitar blok Mandiodo.

Penerbitan RKAB dilakukan tanpa melakukan evaluasi dan verifikasi sesuai ketentuan. Padahal, perusahaan tersebut tidak mempunyai deposit/cadangan nikel di Wilayah Izin Usaha Pertambangan tersebut. Sehingga dokumen RKAB tersebut dijual kepada PT Lawu Agung Mining (PT LAM) yang melakukan penambangan di wilayah IUP PT Antam.

Kata dia, seolah-olah nikel tersebut berasal dari PT Kabaena Kromit Pratama dan beberapa perusahaan lain yang mengakibatkan kekayaan negara berupa bijih nikel milik negara (PT Antam) dijual dan dinikmati hasilnya oleh pemilik PT Lawu Agung Mining, PT Kabaena Kromit Pratama dan beberapa pihak lain.

“Jadi kedua tersangka yang ditahan tadi terkait perkara yang ada di Sultra yaitu perjanjian KSO antara PT Antam dan kelapa konsorsium. Yang sampai saat ini sudah menetapkan 7 tersangka. Yang 2 tadi adalah dari Kementerian ESDM,” kata Ketut dalam konferensi pers di Kantor Kejagung, Senin (24/7/2023).

**/cnbc/red