WAKATOBI – Harga beras di Wakatobi, Sulawesi Tenggara (Sultra) mengalami kenaikan drastis. Untuk beras kemasan 25 kilogram mencapai Rp 430.000 hingga Rp 470.000 per karungnya.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Wakatobi, Safiuddin menyebutkan, kenaikan harga beras tidak hanya terjadi di Wakatobi, tetapi juga di berbagai daerah lainnya.

“Kita lihat beras secara umum mengalami kenaikan, bukan hanya di Wakatobi,” sebut Safiuddin di Wanci, Rabu (6/8/2025).

Diungkapkannya, salah satu penyebab utama kenaikan harga beras yakni tertahannya stok beras di agen penyalur.

Tertahannya stok beras di agen ini diduga dipicu oleh kekhawatiran akan isu beras oplosan yang beredar.

Baca Juga:  BKSDA Sultra: PT MUR dan PT BNN Tak Punya Kerjasama Izin Lintas Kawasan Konservasi

“Banyak beras yang ditahan, sehingga harga melonjak,” ungkapnya.

Pemkab Wakatobi terus berupaya untuk menstabilkan harga, termasuk menjalin komunikasi intensif dengan pelaku tol laut guna memperlancar distribusi beras dari luar daerah.

Namun, pasokan dari Surabaya juga mengalami kendala akibat kelangkaan beras medium.

“Informasi dari pelaku tol laut, Ibu Puspa, menyebutkan bahwa di Surabaya beras medium langka. Mungkin karena penyedia khawatir, akhirnya yang tersedia hanya beras premium,” katanya.

Dalam rangka menjaga ketersediaan pasokan beras, Pemkab Wakatobi juga telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Pemkab Konawe, yang dikenal sebagai salah satu sentra produksi beras di Sultra.

Baca Juga:  Berikut Rincian Harga Elpiji dan Tarif Listrik per 1 Juli 2025

Namun harga beras di Konawe juga tengah mengalami kenaikan. Harga beras premium kini menembus angka di atas Rp18.000 per kilogram, sementara beras medium juga berada di kisaran yang sama.

“Kami sudah MoU dengan Pemda Konawe, tapi karena harga di sana juga tinggi, dampaknya tetap terasa di Wakatobi,” katanya.

Sebagai langkah mitigasi, Disperindag Wakatobi bersama Dinas Ketahanan Pangan Wakatobi berencana menggelar pasar murah guna menekan harga dan membantu masyarakat.

“Jujur, kami dari Disperindag hanya bisa memantau harga dan menawarkan solusi lewat pasar murah,” demikian Safiuddin.

 

**