Upgrade Skill, Guru PAI di Sultra Didorong Adaptif Hadapi Era Digital
KENDARI – Era digital dan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) kini telah menjadi bagian dari kehidupan manusia.
Perkembangan ini tidak bisa kita hindari, bahkan sudah merambah ke dunia pendidikan, termasuk pendidikan agama.
Demikian dikatakan Kakanwil Kemenag Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), Muhamad Saleh saat membuka kegiatan Peningkatan Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) melalui Artificial Intelligence (AI) Tahun 2025, di Aula Hotel Plaza Kubra Kendari, Sabtu (23/8/2025).
Kegiatan yang mengusung tema ‘Transformasi Pembelajaran Abad 21, Pemanfaatan Al Untuk Guru SMA/SMK/SMP/SD dalam Pembelajaran’ ini dihadiri Pejabat Administrator Kanwil Kemenag Sultra, Katim Kerja dan Pelaksana pada Bidang Pakis Kanwil Kemenag Sultra, para Narasumber serta Guru PAI kabupaten/kota se-Sultra.
“Maka, menjadi tugas kita bersama untuk memastikan bahwa teknologi ini bukan sekadar alat, tetapi menjadi wasilah dalam meningkatkan kualitas pembelajaran dan penguatan karakter peserta didik,” ujar Saleh.
Menurut Saleh, workshop tersebut merupakan langkah strategis untuk meningkatkan kapasitas para guru Agama Islam agar tidak tertinggal oleh perkembangan zaman.
Saleh menyebut, guru harus mampu mengintegrasikan nilai-nilai agama dengan teknologi modern, sehingga pendidikan agama tetap relevan, menarik dan menyentuh hati peserta didik.
Dengan pemanfaatan AI, guru dapat lebih kreatif dalam menyusun bahan ajar, mengembangkan metode pembelajaran, hingga melakukan evaluasi yang lebih efektif.
Kendati demikian, Saleh menilai peningkatan kompetensi guru tidak hanya soal penguasaan teknologi, tetapi juga tentang menjaga ruh keikhlasan dan nilai-nilai luhur dalam mendidik dan membentuk karakter peserta didik.
Guru Agama Islam tetap harus menjadi teladan akhlak, meskipun memanfaatkan kecerdasan buatan dalam proses mengajar.
Saleh menyinggung pentingnya Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) yang digagas oleh Menteri Agama. Karena, KBC adalah sebuah paradigma pendidikan yang menempatkan cinta sebagai inti dari proses belajar-mengajar.
“KBC ini menyangkut Panca Cinta, diantaranya Cinta Kepada Sang Pencipta. Cinta Kepada Diri Sendiri dan Sesama. Cinta Lingkungan. Cinta Kepada Ilmu Pengetahuan dan yang terakhir Cinta Kepada Bangsa dan Negara,” tegasnya.
Saleh menambahkan, dengan cinta guru akan mendidik dengan ketulusan, siswa akan belajar dengan gembira dan pendidikan akan melahirkan generasi yang berkarakter mulia.
Hal inilah yang membedakan pendidikan agama dari sekadar transfer ilmu, yakni adanya sentuhan spiritualitas dan keteladanan.
Oleh karena itu, Saleh berharap melalui kegiatan ini, para guru semakin siap menghadapi tantangan abad 21, tanpa kehilangan jati diri sebagai pendidik yang berakhlak mulia.
“Mari kita jadikan teknologi sebagai mitra, bukan pengganti peran guru. Sebab, kecerdasan buatan hanyalah alat, sedangkan kecerdasan hati dan jiwa seorang guru tidak bisa tergantikan. Mari kita terus bergerak, berinovasi dan berkhidmat untuk mencetak generasi yang cerdas, beriman dan berakhlak mulia,” pungkasnya.
**
Tinggalkan Balasan