KONAWE – Mesin incinerator Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Konawe mati dan sudahbtidak beroperasi sejak 2019, meski sebelumnya pada pandemi Covid-19 sempat digunakan.

Incinerator adalah alat yang digunakan untuk membakar limbah dalam bentuk padat dan dioperasikan dengan memanfaatkan teknologi pembakaran pada suhu tertentu.

Jenis Smokeless Incinerator Type GKI-100 KNW 0416, mesin incinerator berkapasitas 1 meter kubik milik RSUD Konawe ini merupakan hasil pengadaan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK).

Akibatnya, RSUD Konawe harus menggelontorkan biaya hingga miliaran rupiah untuk membuang limbah medisnya ke luar daerah, ke Kabupaten Karawang, Jawa Barat.

Baca Juga:  TMMD 125 Konawe Dimulai, Sentuh Infrastruktur dan Edukasi Masyarakat

Kepala Instalasi Kesehatan Lingkungan (Kesling) RSUD Konawe, Rosmita mengatakan, operasional incinerator tersebut hanya mengandalkan izin sementara.

“Waktu itu, operasionalnya masih menggunakan izin sementara. Sejak 2019 sudah tidak digunakan lagi,” jelas Rosmita saat ditemui di RSUD Konawe, Selasa (22/7/2025).

Alasan lain mandeknya operasional incinerator ini yakni sejak RSUD Konawe memiliki gedung baru berlantai tiga, aturan mengenai tinggi cerobong asap pun berubah drastis.

“Sekarang cerobong incinerator harus lebih tinggi dari bangunan, minimal setinggi 14 meter. Kami tidak berani mengoperasikannya tanpa izin resmi,” tegas Rosmita.

Meski sudah enam tahun tak berfungsi, Rosmita mengklaim kondisi incinerator masih laik pakai. Namun, tanpa izin lingkungan yang sah, pihak rumah sakit memilih untuk tidak mengambil risiko hukum atau lingkungan.

Baca Juga:  Motor BM Dishub Dinilai Tak Layak Pakai, Wabup Konawe: Usulkan Pengadaan

Sebagai solusi darurat, RSUD Konawe kini terpaksa menjalin kerja sama dengan pihak ketiga, yaitu PT Loyalitas TJ Group di Karawang, Jawa Barat, untuk proses pemusnahan limbah medis infeksius.

“Pengiriman dilakukan setiap dua bulan sekali dengan total limbah sekitar 3 ton,” ungkap Rosmita.

Biaya yang harus digelontorkan untuk jasa pemusnahan ini tak main-main: Rp29 ribu per kilogram, atau sekitar Rp1,4 miliar per tahun dari anggaran rumah sakit.

**