KONAWE – Pemerintah didesak untuk melakukan audit menyeluruh terhadap aktivitas pertambangan baik produksi serta penjualan ore nikel yang dilakukan oleh CV Unaaha Bhakti Persada (CV UBP).

‎Desakan tersebut disampaikan oleh Ketua P3D Konut, Jefri yang menilai bahwa Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) CV UBP disinyalir sudah tak memiliki potensi sumber daya alam (ore nikel) lagi.

‎Meski demikian, kata Jefri, aktivitas pengapalan atau penjualan ore nikel melalui terminal khusus (Tersus) milik CV UBP kian masif. Sehingga, patut diduga, kargo yang dijual bersumber dari luar Wilayah IUP CV UBP.

‎Audit produksi dan audit penjualan hasil pertambangan itu menjadi langkah penting untuk memastikan transparansi serta kepatuhan perusahaan terhadap ketentuan perundang-undangan, terutama terkait pengelolaan sumber daya alam.

‎Diungkapkan Jefri, bahwa terdapat sejumlah indikasi aktivitas perusahaan yang tidak dilaporkan secara akurat, sehingga perlu diverifikasi secara independen oleh kementerian teknis maupun lembaga penegak hukum.

‎“Kami meminta APH, baik kepolisian, kejaksaan, hingga KPK jika diperlukan, bersama pemerintah pusat melalui Kementerian ESDM dan instansi terkait, untuk turun melakukan audit total. Ini penting, guna memastikan apakah produksi dan penjualan yang dilaporkan sesuai dengan realita di lapangan,” kata Jefri dalam keterangan tertulisnya, Selasa (2/12/2025).

‎Lanjut Jefri, audit tersebut juga dibutuhkan untuk menilai apakah sumber ore nikel yang dijual benar-benar berasal dari WIUP CV UBP, atau dimungkinkan dari luar IUP. Apalagi, jika diambil dari area kawasan hutan yang tak dilengkapi PPKH.

‎Ia menambahkan, apabila ditemukan pelanggaran, maka penindakan harus dilakukan secara tegas tanpa kompromi.

Baca Juga:  Prakiraan Cuaca Sultra 23 Juli 2025: Dominan Cerah Berawan, Potensi Hujan Masih Ada

‎“Pengawasan negara tidak boleh tumpul. Jika ada permainan data atau manipulasi dokumen, maka itu bukan hanya pelanggaran administratif, tetapi juga berpotensi mengarah pada tindak pidana. Kami ingin aktivitas pengelolaan SDA berjalan transparan, akuntabel, dan memberikan manfaat nyata bagi daerah,” ujarnya.

‎Olehnya itu, dalam waktu dekat pihaknya berencana mengirimkan laporan resmi ke KPK dan Kejaksaan Agung.

‎“Kami berharap laporan ini ditindaklanjuti, bukan sekadar disimpan di meja. Audit lapangan harus dilakukan agar semua pihak bisa melihat kondisi sebenarnya,” tambahnya.

‎Selain itu, Jefri juga menyinggung kinerja Satgas PKH yang dinilai tebang pilih dalam melakukan penindakan.

‎”Aneh juga ini Satgas PKH, kok bisa CV UBP ini terlewatkan. Patut diduga ada permainan mata,” tegasnya.

‎Jefri juga mendesak Bareskrim Tipidter Mabes Polri untuk melakukan investigasi terkait dugaan pertambangan di lahan koridor (lahan celah) antara IUP CV UBP dan PT Antam tbk, serta lahan celah PT MDS.

‎”Saya menduga ada permainan dengan memanfaatkan Surat perintah Kerja (SPK) CV UBP untuk melakukan kegiatan di laha celah tersebut,” pungkas Jefri.

Audit BPK

‎Untuk diketahui, berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas pengelolaan mineral dan batu bara, terungkap dugaan pelanggaran serius di sektor pertambangan yang berpotensi merugikan keuangan negara hingga ratusan miliar rupiah.

‎Salah satu perusahaan yang disebut dalam laporan tersebut adalah CV UBP, perusahaan tambang asal Sulawesi Tenggara.

Baca Juga:  Ketua TP-PKK Sultra Ajak Perempuan Jadi Garda Terdepan Bangun Budaya Antikorupsi

‎Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Nomor 8/LHP/XVII/05/2023 tentang Pengelolaan Mineral dan Batu Bara Tahun 2020 hingga Triwulan III 2022 yang diterbitkan pada 8 Mei 2023, BPK mencatat masih terdapat 6.153 perusahaan tambang yang belum melunasi kewajiban Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan belum dikenai sanksi penghentian sementara aktivitas tambang.

‎Salah satunya adalah CV Unaaha Bakti Persada, yang menurut hasil uji aplikasi e-PNBP Minerba, pada 25–26 April 2021 masih melakukan transaksi penjualan nikel meski memiliki tunggakan royalti sebesar Rp4,69 miliar.

Padahal, sesuai Keputusan Menteri ESDM Nomor 1823K/30/MEM/2018, perusahaan yang tidak melunasi PNBP dalam waktu 60 hari setelah penerbitan Surat Tagihan Ketiga (ST-3) wajib dikenai sanksi pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP).

‎Dalam audit lanjutan yang tertuang pada LHP BPK Nomor 23.b/LHP/XVII/05/2024 tentang Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan pada Kementerian ESDM Tahun 2023 tertanggal 21 Mei 2024, BPK menemukan celah dalam sistem aplikasi e-PNBP.

Analisis data transaksi CV Unaaha Bakti Persada pada tahun 2022 mencatat 40 transaksi pengapalan dengan total tonase 369.216,38 ton, dari kuota RKAB sebesar 800.000 ton. Terdapat selisih 430.783,62 ton yang tidak tercatat secara resmi.

BPK juga menemukan adanya perubahan nilai royalti dan harga jual hingga 30–62 kali submit pada transaksi yang sama, indikasi kuat adanya rekayasa data.

Berdasarkan harga jual rata-rata Rp471.665,97 per ton, selisih kuota tersebut berpotensi menimbulkan kerugian negara mencapai Rp202,9 miliar.

 

**