Jumlah Anak Autis di Sulawesi Tenggara Meningkat, Apa Sebabnya?
KENDARI – Jumlah anak dengan autisme di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) dilaporkan terus meningkat secara signifikan setiap tahun.
Fakta ini diungkap Kepala UPTD Penanganan Siswa Berkebutuhan Khusus (PSBK) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Sultra, Nurhaerani Haeba, saat kegiatan Peduli Autis 2025 di kawasan eks MTQ Kendari, Sabtu (25/10/2025).
Nurhaerani menjelaskan, penyebab meningkatnya jumlah anak autis tidak hanya dipengaruhi faktor genetik, tetapi juga gaya hidup modern, seperti penggunaan gawai yang berlebihan sejak usia dini.
Selain itu, paparan bahan kimia dari kosmetik serta kondisi psikologis ibu saat hamil turut menjadi faktor risiko.
“Kondisi ibu hamil, dukungan keluarga, dan lingkungan sangat memengaruhi tumbuh kembang anak,” ujar Nurhaerani.
Dia menekankan pentingnya perhatian serius dari masyarakat dan pemerintah agar anak-anak dengan autisme mendapatkan dukungan dan pendidikan yang tepat sejak dini.
Menanggapi hal itu, Pemerintah Provinsi Sultra melalui UPTD PSBK mulai fokus melakukan edukasi dan penanganan dini terhadap autisme.
Lewat kegiatan Peduli Autis 2025 yang digelar dua hari, 25–26 Oktober, berbagai kegiatan digelar, termasuk talkshow bersama pakar autisme dari Universitas Airlangga serta pejabat daerah, diantaranya Wakil Gubernur Sultra, Hugua.
Nurhaerani menyebut, kegiatan ini semula dijadwalkan pada 2 April bertepatan dengan Hari Autisme Sedunia, namun diundur karena kendala teknis.
“Meskipun jadwalnya mundur, semangat kami tidak berkurang. Kami tetap berkomitmen mensosialisasikan bahwa anak-anak berkebutuhan khusus punya potensi sama seperti anak-anak lainnya,” katanya.
Dia menambahkan, kegiatan ini menjadi ruang berbagi pengetahuan sekaligus upaya meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa anak autis bisa berkembang dengan dukungan pendidikan dan lingkungan yang tepat.
Sementara itu, Wakil Gubernur Sultra, Hugua mengaku prihatin dengan meningkatnya angka anak autis di daerah tersebut.
Berdasarkan data UPTD PSBK, dari setiap 20 kelahiran, sekitar 7 anak kini menunjukkan gejala autisme, angka yang naik drastis dibanding tahun 2014 yang hanya 1 dari 10 kelahiran.
“Gizi anak mesti dijaga. Kondisi psikologis suami istri saat hamil juga sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak,” ujar Hugua.
Wagub mencontohkan, di sejumlah negara seperti Israel, orang dengan autisme justru dipercaya bekerja di bidang navigasi penerbangan karena kemampuan fokus mereka yang tinggi.
“Mereka ini manusia-manusia hebat. Kalau diarahkan dengan pendidikan yang tepat, mereka bisa menjadi tenaga profesional luar biasa,” tambahnya.
Hugua juga mendorong pemerintah agar memperjuangkan hak anak autis dalam dunia kerja, termasuk kesempatan menjadi ASN, karena kemampuan fokus dan ketelitian mereka yang unik.
Kepada para orang tua, khususnya ibu yang memiliki anak autis, Hugua berpesan agar tidak merasa rendah diri.
“Banggalah, karena anak-anak itu spesial. Mereka hanya butuh cara berbeda untuk berkembang dan menunjukkan potensi terbaiknya,” tutupnya.
**

Tinggalkan Balasan