KENDARI – Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) buka suara terkait insiden yang melibatkan dua ajudan Gubernur Andi Sumangerukka dan wartawan MetroTV, Fadli, di Aula Bahteramas, Selasa (21/10/2025).

Pernyataan resmi itu disampaikan oleh Plt Kepala Biro Administrasi Pimpinan Sekretariat Daerah Provinsi Sultra, Andi Syahrir, pada Rabu (22/10/2025), sebagai tanggapan atas pemberitaan berbagai media dan sikap yang dikeluarkan oleh organisasi profesi jurnalis seperti AJI Kendari dan IJTI Sultra.

Pihaknya menegaskan peristiwa tersebut tidak mengandung unsur kekerasan maupun penghalangan terhadap kerja jurnalistik.

Pemprov menyebut pihaknya menghormati kerja-kerja jurnalistik dan menilai dinamika yang terjadi saat wawancara Gubernur tidak dapat dikategorikan sebagai tindakan represif.

“Bahwa seluruh jajaran Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara sangat menghargai dan menghormati kerja-kerja jurnalistik yang dijalankan secara profesional dan menjunjung tinggi kode etik jurnalistik,” tulis Andi Syahrir.

Dia menjelaskan, berdasarkan kronologi yang disusun Pemprov, proses wawancara Gubernur dengan jurnalis berlangsung lancar hingga sesi dinyatakan selesai sesuai tema acara “Akad Massal KUR 800.000 Debitur Penciptaan Lapangan Kerja dan Peluncuran Kredit Program Perumahan”.

Baca Juga:  8 Kabupaten di Sultra Belum Terbitkan PBG untuk MBR

Namun, situasi berubah ketika salah seorang wartawan mengajukan pertanyaan di luar konteks kegiatan, yakni soal pengangkatan pejabat yang pernah bermasalah hukum.

“Proses wawancara berlangsung dengan lancar hingga wawancara dinyatakan selesai berdasarkan tema acara. Lalu salah seorang jurnalis bertanya kepada Gubernur tentang hal lain terkait pengangkatan pejabat yang diberitakan pernah bermasalah hukum. Gubernur menanggapinya dengan tersenyum dan tidak memberikan komentar,” jelasnya.

Menurut Andi Syahrir, saat itu Gubernur mulai melangkah meninggalkan lokasi sebagai tanda wawancara telah selesai. Namun, jurnalis tersebut tetap berusaha mendekat untuk meminta tanggapan lanjutan hingga akhirnya terhalang oleh ajudan.

“Jurnalis yang bersangkutan masih berusaha meminta tanggapan Gubernur sehingga berupaya untuk mendekati dan merangsek (mengutip istilah yang digunakan AJI Kendari dan IJTI Sultra dalam Siaran Pers-nya), sehingga terhalang oleh tubuh para staf pengawalan, dan disampaikan bahwa wawancara dinyatakan cukup dan sudah selesai,” terang Andi Syahrir.

Dia menegaskan, tidak ada tindakan kekerasan fisik dalam peristiwa itu. Menurutnya, staf pengawalan hanya menjalankan tugas protokoler dengan mencegah situasi yang dapat menimbulkan kesan tidak pantas di hadapan publik.

Baca Juga:  Baubau dan Kendari Masuk 10 Besar Kota dengan Kualitas Lingkungan Terbaik 2024

“Berdasarkan kronologi tersebut di atas, sama sekali tidak ada upaya untuk menghalang-halangi kerja wartawan dalam memperoleh informasi maupun tindakan-tindakan yang mengarah pada aksi kekerasan,” imbuhnya.

“Staf pengawalan hanya mencegah pemandangan yang tidak elok atas upaya ‘mendekati dan merangsek’ yang dilakukan oleh jurnalis, saat narasumber (dalam hal ini Gubernur) tidak berkenan lagi memberikan tanggapan,” jelasnya.

Pihaknya juga menekankan pentingnya menjaga relasi yang sehat antara jurnalis dan narasumber agar proses peliputan tetap berjalan dengan menghormati peran masing-masing.

“Dalam rangka mewujudkan proses jurnalistik yang imparsial, kami mendorong dan mendukung penuh relasi antara jurnalis dengan narasumber yang dilandasi dengan rasa saling menghormati dan menghargai,” tulisnya lagi.

Andi Syahrir menambahkan, pernyataan tersebut merupakan Hak Jawab resmi Pemerintah Provinsi Sultra untuk menjaga keseimbangan informasi publik dan memastikan pemberitaan tetap berimbang sesuai prinsip “cover both side”.

“Siaran Pers ini adalah Hak Jawab yang dilakukan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara untuk mewujudkan iklim jurnalisme yang sehat, dimulai dari pemberitaan yang berimbang,” pungkasnya.

 

**