Potensi Masa Jabatan DPRD dan Kepala Daerah Diperpanjang, DPR: Tak Miliki Dasar Hukum Kuat
JAKARTA – Anggota DPR RI Firman Soebagyo angkat bicara perihal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperpanjang masa jabatan DPRD dan kepala daerah yang memisahkan pemilu nasional dengan daerah yang dianggap telah menimbulkan perdebatan dan kontroversi.
Politikus senior Golkar ini menuturkan, dari segi dasar hukum argumen bahwa perpanjangan masa jabatan DPRD tidak memiliki dasar hukum yang kuat karena anggota DPRD dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilu secara langsung dan dicalonkan melalui partai politik.
“Tentunya hal ini dapat menimbulkan pertanyaan tentang legitimasi perpanjangan masa jabatan tersebut,” kata Firman kepada wartawan, Minggu (29/6/2025).
Disisi lain, Firman yang juga legislator Dapil Jateng III ini menjelaskan, perpanjangan masa jabatan anggota DPRD dapat dianggap tidak sesuai dengan prinsip demokrasi yang menghendaki adanya pemilihan langsung dan berkala untuk memastikan bahwa wakil rakyat yang dipilih benar-benar mewakili kepentingan rakyat.
“Perpanjangan masa jabatan anggota DPRD dapat mempengaruhi keterwakilan rakyat, karena anggota DPRD yang dipilih langsung oleh rakyat mungkin tidak lagi mewakili kepentingan rakyat yang berubah-ubah selama masa jabatan yang diperpanjang,” ujar anggota Baleg DPR ini.
Namun, Firman mengingatkan bahwa putusan MK memiliki kekuatan hukum yang mengikat, dan perlu dilakukan analisis lebih lanjut tentang implikasi dan dampaknya terhadap sistem demokrasi dan keterwakilan rakyat di Indonesia.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan memisahkan pemilu nasional dengan pemilu daerah atau lokal. MK mengusulkan pemungutan suara nasional dipisah dan diberi jarak paling lama 2 tahun 6 bulan dengan pemilihan tingkat daerah.
“Menyatakan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5678) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang ke depan tidak dimaknai,” ujar Ketua MK Suhartoyo mengucapkan Amar Putusan.
***
Tinggalkan Balasan