Dugaan Kejahatan Kehutanan, PT TJA Diadukan ke Kejagung RI dan KLHK RI
KENDARI – Tindak lanjut dari penaganan kasus dugaan kejahatan kehutanan PT Trias Jaya Agung (PT TJA) diadukan ke Kejaksaan Agung (Kejagung RI) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK RI) pada Selasa (30/7/2024).
Direktur Lingkar Kajian Kehutanan (LINK) Sulawesi Tenggara (Sultra), Muh Adriansyah Husen menyebutkan, selain dugaan kejahatan kehutanan PT TJA pihaknya juga mengadu ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN).
Aduan ke Kementerian ATR/BPN itu atas dugaan penerbitan sertifikat tanah di kawasan hutan lindung yang berada dalam Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT Trias Jaya Agung.
“Pada 3 Juli 2024 lalu kami sudah memasukan laporan terkait dugaan kejahatan kehutanan yang dilakukan PT TJA serta penerbitan sertifikat tanah oleh BPN Bombana di kawasan hutan lindung,” kata Adriansyah dalam keterangannya kepada HaloSultra.com, Selasa (30/7/2024).
“Makanya hari ini kami ingin mempertanyakan sejauh mana ketiga instansi terkait itu menindak lanjutinya,” sambungnya.
Dijelaskannya, PT TJA yang beroperasi di Desa Langkema, Kecamatan Kabaena Selatan, Kabupaten Bombana itu diduga melakukan perambahan kawasan hutan lindung tanpa izin.
“Perusahaan tersebut membangun jalan hauling di dalam kawasan hutan lindung yang mana diduga tidak mengantongi izin dari KLHK RI,” ungkapnya.
Sedangkan di Kementerian Kementerian ATR/BPN RI, pihaknya mengadukan BPN Kabupaten Bombana atas penerbitan sertifikat di dalam kawasan hutan lindung.
“Adanya aktivitas jalan hauling dan terbitnya sertifikat dalam hutan lindung secara illegal tentunya sangat berakibat fatal, karena akan berurusan dengan hukum,” ujarnya.
Kata dia, dalam Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, ditegaskan dalam poin 1 bahwa setiap orang dilarang merusak prasarana dan sarana perlindungan hutan.
Dilanjutkan lagi dengan point 3 dijelaskan bahwa setiap orang dilarang mengerjakan dan menggunakan atau menduduki Kawasan hutan secara tidak sah.
“Begitupun dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, sangat jelas mengatur tentang mekanisme pemberian hak atas tanah, kasus kasus seperti inilah yang harusnya menjadi perhatian semua, berantas mafia tanah dan lindungi hutan agar tetap lestari,” jelasnya.
Sehingga itu dirinya berharap agar Kementerian ATR/BPN serta KLHK RI segera mengambil sikap tegas atas laporan mereka.
“Kejagung kami meminta segera memeriksa PT TJA serta Kepala BPN Bombana soal sertifikat yang terbit di kawasan hutan,” tutupnya.
**
Tinggalkan Balasan