KENDARI – Kepala Desa (Kades) Mandiodo, Kecamatan Molawe, Kabupaten Konawe Utara (Konut), Alias Manan diadukan ke Ditreskrimsus Polda Sulawesi Tenggara (Sultra).

Laporan yang dilayangkan tim kuasa hukum PT Cinta Jaya terhadap Kades Mandiodo ini merupakan buntut atas dugaan tindak pidana korupsi yang berhubungan dengan kegiatan pungutan liar (Pungli) yang dilakukan yang bersangkutan.

Kepada media ini, Kuasa Hukum PT Cinta Jaya, Nastum menyebutkan bahwa Kades Mandiodo telah melakukan pungutan liar berupa permintaan setoran senilai Rp 500.000 per tongkang.

Nastum menjelaskan, permintaan tersebut disampaikan Kades Mandiodo kepada salah satu personel lapangan PT Cinta Jaya saat membawakan dokumen pembaharuan penguasan fisik milik kliennya (Mursidin Syam, red), yang harus ditandatangani oleh Alias Manan selalu Kades Mandiodo pada Senin, 10 Juni 2024 lalu.

Akan tetapi, Alias Manan justru enggan menandatangani dokumen tersebut, dengan dalih bahwa ada administrasi yang harus dibayarkan oleh pihak perusahaan.

“Saat orang lapangan klien kami bertanya berapa administrasi yang harus dibayarkan, Kepala Desa Mandiodo menyebutkan Rp500.000 per penguasaan fisik,” kata Nastum dalam keterangannya kepada HaloSultra.com, Rabu (26/6/2024).

“Karena tidak membawa uang, sehingga orang lapangan klien kami kembali ke Kantor Desa Mandiodo pada Kamis, 13 Juni 2024 sembari membawa dokumen yang akan ditandatangani,” sambungnya.

Baca Juga:  KOMADA Sultra Duga Ada Keterlibatan Penyidik dalam Aksi Demonstrasi GAT terkait Kasus YC

Lebih lanjut, Ia menambahkan, saat disodorkan dokumen penguasaan fisik yang akan ditandatangani, Kepala Desa Mandiodo kembali bertanya apakah biaya administrasi sudah disiapkan.

Lalu, perwakilan pihak perusahaan menjawab bahwa sudah disiapkan. Anehnya, Kepala Desa Mandiodo justru kembali menolak untuk bertandatangan, dengan dalih bahwa kesepakatan terkait cargo dalam dan luar sebesar Rp500.000 per cargo/tongkang.

Selanjutnya, kata Nastum, Kepala Desa Mandiodo bersikukuh tak akan menandatangani dokumen tersebut apabila permintaannya tidak terpenuhi.

“Saya kemudian meminta untuk mencicil pembayaran biaya administrasi yang diminta pak desa, dan permintaan tersebut disetujui Kepala Desa Mandiodo, seraya mengirimkan nomor rekening atas nama Alias Manan. Selanjutnya, klien kami (PT Cinta Jaya) mengirimkan uang senilai Rp10 juta,” jelas Nastum.

Anehnya, lanjut advokat kawakan tersebut, Kepala Desa Mandiodo berubah fikiran, Ia ngotot tak ingin  menandatangani dokumen yang disodorkan pihak perusahaan, padahal uang administrasi yang diminta telah diberikan sesuai kesepakatan awal melalui pembayaran bertahap alias cicil.

Apalagi, permintaan  Rp500.000 per tongkang itu tak ada dasar hukumnya. Bahkan, tak ada dalam peraturan desa (Perdes). Sehingga, PT Cinta Jaya merasa telah dirugikan atas permintaan tersebut.

Baca Juga:  Dalami Kasus Dugaan Korupsi, Kejati Geledah Kantor Penghubung Sultra di Jakarta

Selama ini, kata Nastum, kliennya telah memenuhi kewajibannya kepada masyarakat lingkar tambang, melalui realisasi dan Corporate Socialist Responsibility (CSR), yang diberikan setiap bulannya melalui kepala desa dengan nominal yang bervariasi, mulai dari Rp134 juta hingga Rp409 juta.

Akan tetapi, penggunaan dana CSR justru terkesan tak transparan. Bahkan, Kepala Desa Mandiodo diduga telah memotong dana CSR  sebesar 15 persen, dengan dalih untuk pembangunan abrasi. Bahkan, Kepala Desa Mandiodo disinyalir tak sepenuhnya menyalurkan dana CSR tersebut kepada warganya.

Anehnya lagi, pada awal Juni 2024, Kepepala Desa Mandiodo kembali menyodorkan proposal permintaan dana untuk abrasi, padahal Alias Manan telah memotong 15 persen dana CSR untuk keperluan abrasi.

Nastum menyebutkan, selain melaporkan di Mapolda Sultra, pihaknya juga telah melaporkan Kepala Desa Mandiodo, Alias Manan di Polresta Kendari, atas dugaan pemerasan. Selanjutnya, laporan yang sama juga akan disampaikan di Kejari Konawe.

Sementara itu Kepala Desa Mandiodo, Alias Manan yang dikonfirmasi via WhatsApp tak menanggapi permintaan wawancara.

**