Penjelasan BMKG soal Cuaca Panas Ekstrem yang Melanda Beberapa Hari Terakhir
JAKARTA – Suhu udara di berbagai wilayah Indonesia dalam beberapa hari terakhir terasa sangat panas dan menyengat.
Dilansir Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Rabu (15/10/2025), cuaca panas dengan suhu maksimum mencapai 37,6 derajat celcius yang melanda berbagai wilayah Indonesia dalam beberapa hari terakhir. Sementara pada Selasa (14/10/2025), suhu panas tercatat berkisar antara 34-37 derajat celcius di beberapa wilayah.
Namun, BMKG menegaskan fenomena ini bukan gelombang panas, melainkan efek dari kombinasi musim peralihan, pemanasan permukaan bumi, dan pengaruh perubahan iklim global.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati menjelaskan cuaca panas yang terjadi saat ini merupakan fenomena umum pada masa peralihan musim hujan ke musim kemarau (pancaroba).
Pada periode ini, langit cenderung lebih cerah dan awan hujan berkurang, sehingga radiasi matahari langsung menyentuh permukaan bumi.
“Ketika pembentukan awan berkurang dan curah hujan menurun, panas matahari diserap langsung oleh permukaan tanah. Hal inilah yang membuat suhu terasa sangat terik di siang hari,” ujar Dwikorita, mengutip laman resmi BMKG, Selasa (15/10/2025).
Pihaknya menegaskan kondisi saat ini tidak memenuhi kriteria gelombang panas.
Suhu maksimum harian di Indonesia masih berada di kisaran 34–37 derajat celcius, sementara gelombang panas didefinisikan sebagai peningkatan suhu ekstrem secara signifikan selama beberapa hari berturut-turut di atas ambang batas normal wilayah tersebut.
“Indonesia beriklim tropis dan memiliki kelembapan tinggi. Secara ilmiah, kondisi ini tidak memungkinkan terjadinya gelombang panas seperti di wilayah subtropis,” kata Dwikorita.
Selain faktor musiman, para ahli menyebut fenomena ini juga berkaitan dengan pemanasan global.
Laporan Global Climate Risks 2025 mencatat bahwa suhu rata-rata kawasan Asia Tenggara meningkat 0,3 derajat celcius hingga 0,5 derajat celcius dalam 1 dekade terakhir, sejalan dengan meningkatnya emisi gas rumah kaca.
Dampak pemanasan global ini memperkuat intensitas panas di permukaan bumi, termasuk di Indonesia. Akibatnya, cuaca terasa lebih gerah meski suhu tercatat tidak terlalu ekstrem.
BMKG juga menjelaskan bahwa kelembapan udara yang tinggi membuat panas terasa lebih menyengat.
Dalam kondisi lembap, proses penguapan keringat dari tubuh tidak optimal, sehingga suhu tubuh sulit menurun. Efek inilah yang menimbulkan sensasi panas berlebih atau heat index yang lebih tinggi dari suhu sebenarnya.
Cuaca panas ekstrem dapat berdampak pada kesehatan masyarakat, seperti dehidrasi, kelelahan panas (heat exhaustion), hingga heatstroke jika tidak diantisipasi.
Karena ituu, BMKG mengimbau masyarakat untuk memperbanyak konsumsi air putih, menghindari aktivitas berat di luar ruangan saat siang hari, mengenakan pakaian longgar dan pelindung kepala, serta mengoptimalkan ventilasi ruangan agar sirkulasi udara lebih baik.
“Fenomena ini masih akan berlangsung beberapa waktu ke depan, terutama di wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara, dan sebagian Sumatera,” kata Dwikorita.
**

Tinggalkan Balasan