Wamendagri Adukan Soal Rendahnya Realisasi Pendapatan dan Belanja di Daerah
JAKARTA – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri RI) mencatat rendahnya realisasi pendapatan dan belanja daerah baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota per 22 Agustus 2025.
Hal tersebut berdasarkan pemantauan Sistem Informasi Pemerintahan Daerah atau SIPD yang dilakukan oleh Kemendagri.
Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), Bima Arya Sugiarto mengatakan, realisasi pendapatan APBD provinsi, dan kabupaten atau kota per 22 Agustus 2025 baru senilai Rp 726,07 triliun, atau setara 54,44 persen dari target.
Sementara itu, alokasi pendapatan dalam APBD seluruh daerah senilai Rp 1.353,08 triliun.
Nilai realisasi pendapatan APBD seluruh provinsi dan kabupaten atau kota ini lebih rendah dari kondisi pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 824,27 triliun atau 61,34 persen dari target saat itu.
“Ini agak di bawah dari tahun anggaran 2024,” kata Bima saat rapat kerja dengan Komisi II DPR, Jakarta, Senin (25/8/2025).
Sementara itu, untuk belanja APBD provinsi dan kabupaten atau kota per 22 Agustus 2025 baru senilai Rp 604,33 triliun atau setara 43,63 persen dari target tahun ini.
Besaran alokasi APBD untuk besaran belanjanya sepanjang tahun ini ialah senilai Rp 1.399,99 triliun.
Nilai realisasi belanja seluruh daerah dalam APBD itu juga lebih rendah dibanding periode yang sama tahun lalu yang nilainya sudah sebesar Rp 736,93 triliun atau 52,16 persen dari target pada tahun lalu.
“Jadi belanjanya selisihnya sekitar 9 persen dan pendapatannya sekitar selisih 7 persen dibanding tahun lalu,” ucap Bima.
Daerah Bergantung pada Transfer Pusat
Kemendagri juga mencatat mayoritas daerah di Indonesia memiliki kapasitas fiskal yang lemah. Kondisi fiskal lemah terjadi saat APBD nya bergantung dari transfer pemerintah pusat.
Dari total 546 daerah yang terdiri dari 38 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota, 493 nya berstatus kapasitas fiskal lemah, hanya 26 daerah yang status fiskal kuat, dan 27 daerah status fiskal sedang.
“Jadi kondisi fiskal sebagian besar kapasitasnya masih sangat lemah di daerah,” katanya.
Bila dirincikan berdasarkan provinsi, dari total 38 provinsi, hanya 11 provinsi yang status fiskalnya kuat. Ditandai dengan pendapatan asli daerah yang lebih tinggi dari pendapatan transfer APBN pemerintah pusat. Kabupaten jumlahnya hanya 4, dan kota 11.
Sementara itu, 12 provinsi statusnya memiliki kapasitas fiskal sedang atau pendapatan asli daerah dan transfer dari pusatnya seimbang, seperti selisih antara rasio PAD terhadap total pendapatan dengan rasio pendapatan transfer terhadap total pendapatan lebih kecil dari 25 persen. Di kabupaten hanya 4 dan kota 12.
Terakhir, untuk kapasitas fiskal lemah terjadi di 15 provinsi. Sementara itu di tingkat kabupaten mencapai 407, dan kota 70.
“Ini adalah pekerjaan bagi kita untuk meningkatkan kemandirian tadi, dan kalau kita lihat sumber pendapatan dari daerah memang sebagian besar itu dari pajak,” papar Bima.
**
Tinggalkan Balasan