JAKARTA – Usai menggelar Operasi Tangkap Tangan (OTT) untuk perkara suap pembangunan RSUD tipe C di Kabupaten Kolaka Timur (Koltim), Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK RI) bakal membidik belasan kabupaten lainnya.

Hal tersebut disampaikan Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu dalam press conference-nya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Sabtu (9/8/2025) kemarin.

Dikatakan Asep, OTT tersebut diharapkan dapat memberi efek jera, efek gentar dan efek rasa takut.

“Yang pertama adalah efek jera bagi yang saat ini kami tangkap. Dan yang kedua adalah efek gentar, efek rasa takut bagi kabupaten lainnya,” kata asep.

Selain RSUD tipe C di Koltim, jelas Asep, terdapat 32 RSUD lainnya, yang 12 di antaranya dibiayai dengan anggaran Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI). Sedangkan 20 RSUD lainnya menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK).

Baca Juga:  OTT KPK di Makassar, Bupati Koltim Abdul Azis Langsung Diperiksa di Mapolda Sulsel

Seluruh proyek peningkatan RSUD itu tersebar di 12 kabupaten itu total anggarannya mencapai Rp 4,5 triliun.

KPK akan membidik 11 kabupaten lainnya agar tidak meniru praktik yang dilakukan Bupati Koltim Abdul Azis

Ditegaskan Asep, jika anggaran tidak digunakan sesuai peruntukannya, kualitas rumah sakit akan menurun dan pada akhirnya pelayanan kepada masyarakat pun ikut berkurang. 

“Ya, bagi 11 kabupaten lainnya yang kami juga sedang awasi itu mudah-mudahan gentar gitu,” ujar Asep.

Diketahui, dalam perkara Bupati Kolaka Timur, KPK juga telah menetapkan Andi Lukman Hakim selaku penanggung jawab Kementerian Kesehatan untuk pembangunan RSUD, Ageng Dermanto sebagai PPK proyek pembangunan RSUD Kolaka Timur, Deddy Karnady dari PT Pilar Cerdas Putra, serta Arif Rahman sebagai KSO PT PCP sebagai tersangka.

Baca Juga:  KPK Jadwalkan Kunjungan ke Pulau Wawonii Soal Izin Pertambangan

Tersangka Abdul Azis, Ageng Dermanto, dan Andi Lukman Hakim diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau b, atau Pasal 11, serta Pasal 12B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, dengan peran sebagai penerima suap.

Sementara itu, Deddy Karnady dan Arif Rahman yang berstatus sebagai pihak pemberi, diduga melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b, atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

 

**