Ampuh Sultra Minta PT Antam Konut Rombak KSO–MTT, Ini Alasannya!
KONAWE UTARA – Sorotan dan kritik terus mengiringi kehadiran dan eksistensi PT Aneka Tambang (Antam) Tbk di Kabupaten Konawe Utara (Konut) sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Pasalnya, sejak hadir menggantikan 11 IUP swasta untuk beroperasi di Blok Mandiodo, Kecamatan Molawe, Konut, berbagai persoalan kerap mengiringi kiprah PT Antam baik persoalan hukum maupun persoalan konflik sosial.
Direktur Aliansi Masyarakat Peduli Hukum (Ampuh) Sulawesi Tenggara (Sultra), Hendro Nilopo menyebut hal itu ditengarai akibat ketidakmampuan PT Antam Konut untuk mengatur dan mengelola dengan baik keberlangsungan investasi pertambangannya di wilayah Blok Mandiodo.
Hendro mengungkapkan, sejak hadirnya PT Antam menggantikan posisi 11 IUP swasta dari aspek pemberdayaan masyarakat dan pengusaha lokal, ada banyak persoalan yang timbul dan tak mampu dituntaskan dengan baik oleh pihak PT Antam itu sendiri.
“Kita bisa lihat, sejak masuknya Antam di Blok Mandiodo ada banyak persoalan yang terjadi. Mulai dari perambahan hutan, ilegal mining hingga konflik sosial. Itu semua menurut kami, karena kelalaian dari pihak Antam sendiri,” ujar Hendro, Minggu (27/11/2022).
Aktivis asal Konut itu menuturkan, bahwa pemberdayaan masyarakat dan pengusaha lokal oleh PT Antam melalui pembentukan Kerjasama Operasional Mandiodo Tapuemea Tapunggaya (KSO-MTT) merupakan sebuah kelalaian bahkan termaksud kebohongan.
Hal tersebut dapat dibuktikan dengan melihat seluruh perusahaan yang tergabung dalam KSO–MTT sekitar 13 perusahaan masih didominasi oleh pengusaha-pengusaha dari luar wilayah Konut bukan pengusaha lokal.
“Jika hanya dilihat dari namanya KSO–MTT, maka kemungkinan orang-orang di luar sana akan berfikir bahwa PT Antam betul-betul telah memberdayakan pengusaha lokal. Tetapi jika ditelusuri, hampir semua perusahaan yang tergabung di KSO–MTT adalah pengusaha dari luar Konut,” timpal Hendro.
“Berdasarkan data ada 12 perusahaan yakni PT Law Agung Mining, PT Jaya Bersama Sahabat, PT Gea Geo Mineralindo, PT Prima Ore Mineral, PT Ayam Jantan Selatan, PT Tiworo Mineral Mining, PT Prima Mineral Sejahtera, PT Gunung Samudera International, PT Abbasy Mining Development, PT Matarombeo Energi Sejahtera, PT Anandonia Mining Perkasa,” sebut mahasiswa S2 Ilmu Hukum UJ Jakarta itu.
Hendro menambahkan, bahwa dari 13 perusahaan yang tergabung dalam KSO–MTT, yang diberikan kepercayaan sebagai ketua tim adalah Perusahaan Umum Daerah Sulawesi Tenggara (Perumda Sultra).
“Jangankan anggota KSO–MTT, ketuanya saja dari luar Konawe Utara juga. Lantas pemberdayaan pengusaha lokal Konut yang sering digaungkan oleh PT Antam itu mana,” tanya Egis -sapaan akrab- Hendro Nilopo dengan nada kesal.
Oleh karena itu, pihaknya meminta agar PT Antam site Konawe Utara untuk segera merombak sistem keanggotaaan dan kontrak kerja dengan KSO–MTT.
“PT Antam Konut ini beroperasi di wilayah Konawe Utara, seharusnya memprioritaskan masyarakat dan pengusaha lokal bukan perusahaan dari luar. Maka sudah sepantasnya KSO–MTT ini dirombak, agar perusahaan-perusahaan dari luar Konut bisa digantikan dengan perusahaan lokal,” tutupnya. **
Tinggalkan Balasan